Subang–24 Siswa SMA Negeri Jalancagak terancam tidak masuk aplikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Padahal, Dapodik penting untuk memastikan siswa mendapatkan pelayanan pendidikan yang merupakan haknya.
Menurut Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia (Formappi), Iwan Masna, peristiwa tersebut bermula sejak diterbitkannya Surat Keputusan dari Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat.
Keputusan tersebut bernomor 4285/PK.03.03.01/Cadisdik.Wil.IV. Dalam lampiran surat tersebut, SMA Negeri 1 Jalancagak ditunjuk sebagai sekolah penyangga wilayah Kecamatan Ciater.
Kecamatan Ciater belum ada SMA atau SMK Negeri. Sehingga SMAN 1 Jalancagak diberikan kuota khusus sebanyak 48 siswa untuk 12 rombongan belajar (Rombel).
Namun, hal ini tidak sesuai dengan jumlah kuota yang disediakan di aplikasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Di PPDB tersebut, hanya 36 kuota pendaftar dan pihak SMA Negeri 1 Jalancagak hanya mendaftarka ke sistem PPDB 24 siswa. 24 siswa lain nasibnya terkatung-katung.
“SK Masalah ini dimulai akibat ketidakkonsistenan SK dengan jumlah kuota di akun PPDB. Ini awal kegaduhannya,” ungkap Iwan Masna, kepada Cluetoday, Jum’at (22/11/24).
Iwan menjelaskan, dirinya diberikan kuasa oleh 24 orangtua siswa yang tidak masuk ke Dapodik untuk melakukan pendampingan. Tidak sesuainya SK dengan kuota tersebut, menurut Iwan, menjadi sebab terkatungnya nasib 24 siswa tersebut.
Dirinya pada September lalu, melakukan audiensi ke KCD. Ia menanyakan alasan ketidaksesuain SK dengan kuota di sistem PPDB. Alasan yang didapatinya SK tersebut telah diubah melalui sebuah rapat di aplikasi Zoom. Tanpa mencabut SK lama dengan SK baru.
“SK KCD itu katanya sudah direvisi (dicabut) lewat di rapat Zoom. Sampai saat ini, saya belum menemukan SK terbaru, mereka (KCD) pun gak ngasih ke publik,” kata Iwan.
“Mestinya, kalo memang ada perubahan, buatkan SK baru. Dan itu tidak dilakukan. Anggaplah Zoom Meeting itu penyelesaian (internal), tapi masyarakat tidak tau,” tambahnya.
Bahkan, dirinya menyebut, hal tersebut diduga bentuk maladministrasi. Dikarenakan pengubahannya melalui rapat di Zoom. Bukan melalui penerbitan SK baru.
Masih menurut penuturan Iwan, pada 12 September, KCD dan pihak SMA Negeri Jalancagak yang diwakili Plh. Kepala Sekolah dan Panitia PPDB mendatangi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Dalam pertemuan itu, ke-24 siswa harus dikeluarkan.
“Tapi tetep keputusannya anak harus dikeluarkan. Dasarnya karena panitia PPDB (SMAN Jalacagak) yg salah. Karena KCD sudah Zoom Meeting,” cerita Iwan perihal hasil pertemuan itu.
Meski belum masuk Dapodik, 24 siswa tersebut sejak Agustus, tetap melakukan kegiatan belajar di SMA Negeri 1 Jalancagak. Namun, persoalan memuncak saat masa pengajuan Dapodik berakhir. Mereka tidak bisa diajukan ke Dapodik.
“Kenapa tiba-tiba ditengah perjalanan, karena kalian (Panitia PPDB SMA) gagal memasukan anak ke Dapodik, anak harus dikeluarkan. Lalu bagaimana tanggungjawab dinas, seharusnya yang disanksi kedinasan. Bukan anak-anaknya dikeluarkan,” tanya Iwan dengan nada meninggi.
Permasalahan tersebut viral di media sosial pada Kamis (21/11/24) di akun Tiktok @hadejabar dan @IMS. Dalam video tersebut, bernarasi 24 siswa tersebut sempat ditahan tidak boleh keluar lingkungan sekolah.
Kejadian itu bermula saat pihak sekolah mengundang orangtua 24 siswa untuk melakukan pertemuan. Namun tak ada yang hadir. Menurut Iwan, seharusnya pertemuan tersebut melibatkan pihak ketiga (mediator).
Sehingga, lanjut Iwan, terjadi kepanikan di para siswa. Akhirnya, siswa-siswa tersebut memanggil orangtuanya untuk datang ke sekolah, menjemput.
“Sampai jam 12, mulai terjadi kegaduhan, anak-anak nelpon sambil nangis. Akhirnya orangtua datang. Dan mereka disuruh menandatangani surat pengunduran dan uang Rp 750 ribu untuk penggantian kaos seragam,” ungkapnya.
Pengakuan Iwan, ia sempat akan melaporkan pihak sekolah ke Polisi jika siswa tersebut ditahan hingga lebih dari pukul 16.00. Namun, akhirnya diperbolehkan pulang, disambut tangis haru orangtua yang menunggu.
Dugaan “Jual Beli Kursi“
Iwan menjelaskan, dari 24 siswa yang masuk/ke Dapodik, tidak semuanya berasal dari Ciater. Ia mencurigai terjadinya jual beli ‘kursi’.
“Ternyata tidak semuanya warga Ciater. Ada sebagian dimanfaatkan anak daerah lain,” kata Iwan.
Anak-anak tersebut, menurut Iwan telah menjadi korban akibat tidak konsistennya regulasi yang dilakukan oleh KCD.
“Apakah hal ini mau dibiarkan atas nama regulasi? Regulasinya apa, SK. Kami menyakini kami benar,” tegasnya.
Keterangan KCD: 24 Siswa Daftar Offline
Humas KCD Pendidikan Wilayah IV Disdik Provinsi Jawa Barat, Naufal Ridwan menjelaskan, terkait SK tersebut perlu dipahami secara komprehensif.
“Namun perlu penjelasan lebih komprehensif terkait SK tersebut. Jangan sampai dengan adanya SK itu menjadi menyalah arti kan segala maksud dan tujuannya,” kata Naufal kepada Cluetoday, melalui Whatsapp.
Naufal menyebut, 24 siswa yang tidak masuk Dapodik tersebut mendaftar PPDB melalui pendaftaaran luring. Tidak sesuai aturan PPDB yang melalui sistem daring.
“Pelaksanaan PPDB itu dilakukan secara Online. Sedangkan siswa yang 24 orang itu dimasukan secara offline. Ini jelas menyalahi aturan,” ungkapnya, tanpa menyebut pihak yang melakukan itu.
Meski begitu, Naufal menyebut, permasalahan ini sudah dalam penanganan Sekolah sesuai arahan KCD dan Disdik Provinsi Jawa Barat.
“Ijin kami sampaikan untuk permasalahan 24 siswa Jalancagak sudah di tangani oleh Manajemen Sekolah. Tentunya atas sepengetahuan Cabang Dinas dan arahan dari Disdik Jabar,” jelasnya.
Cluetoday mencoba mendatangi pihak sekolah. Namun belum berhasil. Usai viralnya permasalahan ini, di Gerbang Sekolah dipasang spanduk bertulis “Yang Tidak Berkepentingan, Dilarang Masuk”.
Urgensi Berdirinya Sekolah Menengah Negeri di Ciater
Upaya mendirikan SMA Negeri di Ciater telah dimulai sejak 2020 lalu. Namun tidak masuk program prioritas pembangunan sekolah baru di Provinsi Jawa Barat.
Padahal, menurut Iwan, kebutuhan masyarakat Ciater mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah SMA Negeri sederajat, mendesak dipenuhi. SMA Negeri terdekat dari Ciater hanya SMA Negeri Jalancagak yang berjarak 8 KM.
Iwan menduga, lambatnya realisasi ini dikarenakan terjadi kongkalikong dengan salah satu sekolah swasta. Akibat perebutan calon siswa pendaftar.
“Solusi kedepan, hadirkan SMA Negeri. Namun disini terjadi kongkalikong pemangku kebijakan dengan sekolah swasta,” ucap Iwan.
Alasannya, cerita Iwan, lulusan SMP di Ciater 520 siswa. Namun yang masuk ke SMK Swasta hanya 24. Sehingga kala itu, disimpulkan oleh KCD, minat warga Ciater malanjutkan sekolah ke SMA, rendah.
Padahal, menurutnya, dari 24 itu, melanjutkan sekolah ke luar Ciater. Sehingga ia menegaskan, kebutuhan adanya SMA di Ciater sudah mendesak.
“Inikan sisanya melanjutkan keluar daerah. Mestinya berpikir seperti itu,” jelasnya.