Indonesia Mengalami Deflasi Tahunan Pertama dalam 25 Tahun

Jakarta – Indonesia mencatatkan deflasi tahunan pertama sejak Maret 2000. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2025 mengalami penurunan sebesar 0,48% secara bulanan (month-to-month) dan 0,09% secara tahunan (year-on-year).

Deflasi ini menjadi sorotan karena terjadi di bulan sebelum Ramadan, saat konsumsi masyarakat biasanya meningkat.

Penyebab Deflasi: Diskon Tarif Listrik dan Normalisasi Harga Pangan

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan, penyebab deflasi Februari adalah kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50%. Berlaku pada Januari–Februari 2025.

Mengutip dari CNBC Indonesia, deflasi juga mendapat pengaruh dari penurunan harga sejumlah komoditas. Seperti daging ayam ras, cabai merah, tomat, dan telur ayam ras.

“Komoditas utama penyebab deflasi Februari adalah diskon tarif listrik, daging ayam ras, cabai merah, tomat, dan telur ayam ras,” kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).

Bank Central Asia (BCA) dalam laporannya yang berjudul CPI Inflation: Storing up Potential Energy juga menyebutkan bahwa diskon listrik memainkan peran utama dalam deflasi ini.

Menurut BCA, tanpa diskon listrik, inflasi Februari seharusnya mencapai sekitar 2,07% secara tahunan. BCA juga menjelaskan bahwa pelanggan listrik prabayar dapat menyimpan listrik yang selama periode diskon hingga batas bulanan tertentu. Sehingga dampak diskon ini masih terasa di Februari dan Maret 2025.

Deflasi: Indikasi Melemahnya Daya Beli atau Efek Kebijakan?

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, menyoroti bahwa deflasi ini berpotensi mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat.

“Artinya, setelah 25 tahun, Indonesia kembali mengalami deflasi tahunan. Lembaga eksekutif perlu mendalami situasi ini dan mewaspadainya,” ujar Anis, dikutip dari PKS.id.

Ia menambahkan bahwa daya beli masyarakat masih melemah, yang terlihat dari jumlah kelas menengah yang menurun. Data BPS menunjukkan bahwa pada 2024, jumlah kelas menengah di Indonesia tinggal 47,85 juta orang (17,13%). Turun dari 57,33 juta orang (21,45%) pada 2019.

Namun, Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy, berpendapat bahwa deflasi kali ini tidak serta-merta menunjukkan pelemahan daya beli masyarakat.

“Daya beli masih terjaga karena inflasi inti tetap positif, menunjukkan adanya permintaan terhadap barang dan jasa,” ujarnya.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa indikator lain, seperti tingkat pemutusan hubungan kerja (PHK). Dan data penjualan ritel, perlu diperhatikan lebih lanjut.

Ilustrasi oleh disway

Dampak dan Prospek Ekonomi Ke Depan

Mengutip dari J%NEWSROOM, peneliti Next Policy, Shofie Azzahrah, menilai bahwa tren deflasi ini telah terjadi sejak 2024. Ketika Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut dari Mei hingga September.

“Jika deflasi ini terus berlanjut meskipun kebijakan diskon tarif listrik bersifat sementara, hal itu bisa menjadi indikasi bahwa daya beli masyarakat memang tertekan,” kata Shofie.

Di sisi lain, Economic Adviser Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menekankan bahwa kelanjutan tekanan deflasi bergantung pada durasi dan skala intervensi pemerintah dalam harga yang diatur, serta potensi pemulihan permintaan konsumen.

“Bagi pasar keuangan, deflasi yang tak terduga dapat memicu spekulasi terkait arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI),” ujarnya.

BCA memproyeksikan bahwa inflasi akan kembali meningkat pada Maret dan April 2025 seiring dengan berakhirnya diskon listrik serta meningkatnya konsumsi selama Ramadan dan Idulfitri.

Namun, prospek inflasi setelah periode tersebut masih tidak pasti, mengingat potensi kenaikan harga pangan dapat tertahan oleh kebijakan pemerintah dalam mengelola pasar pangan.

Dengan situasi ini, pemerintah diharapkan terus memantau perkembangan ekonomi agar dapat mengantisipasi dampak lebih lanjut dari tren deflasi, terutama menjelang Ramadan, saat konsumsi masyarakat seharusnya meningkat.(clue)

baca juga : https://cluetoday.com/pakar-kebijakan-publik-pemangkasan-anggaran-tak-akan-efektif-jika-kabinet-terlalu-gemuk/

follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *