Setiap 1 Mei selalu diperingati sebagai hari buruh, aksi-aksi yang menyuarakan perbaikan nasib buruh, disuarakan dimana-mana, termasuk di Subang.
Yang mereka suarakan tak jauh dari kesejahteraan yang diukur dengan upah, dan hak-hak yang mestinya mereka terima.
Jika mendengar kata buruh, mungkin kita terbayang para pekerja kasar yang biasanya bekerja di pabrik-pabrik. Atau kita terbayang pada pekerja bangunan, atau pekerja kasar lainnya.
Lalu bagaimana dengan pekerja pertanian? apakah mereka juga termasuk dalam bingkai buruh yang dimaksud?Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia menempati posisi ke 2 setelah industri pengolahan.
Namun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rata-rata upah nominal buruh tani di Jawa Barat berkisar pada angka Rp59.226 (lima puluh sembilan ribu dua ratus dua puluh enam rupiah) per hari pada desember 2022.
Dalam realisasinya, upah buruh tani di Kabupaten Subang berkisar di angka Rp50 ribu per hari, dengan jam kerja 6 jam. Dimulai dari pukul 06.00- 12.00 WIB.
Adapun pekerjaan yang mereka lakukan ialah, mengelola sawah, membersihkan rumput, menanam padi serta memanen.
Pekerjaan yang tak hanya menguras tenaga dan waktu, namun juga cukup membahayakan, bergelut dengan senjata tajam seperti arit, cangkul, dan alat lainnya.
Layanan Jamkesmas adalah akses yang bisa mereka manfaatkan, ketika mereka mengalami kecelakaan dalam pekerjaan ataupun sakit.
“Karna ibu punya Jamkesmas, kalo sakit atau kecelakaan paling pake Jamkesmas aja,” kata Idun, salah satu buruh tani di Cikawali.
Buruh tani, cukup banyak menghadapi persoalan, pemasalahan ekonomi menjadi salah satu diantaranya. Upah sebesar Rp50 ribu perhari mesti dipaksakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
“Upah perhari biasanya habis untuk sehari juga, ya dicukup-cukupin aja soalnya mau gimana lagi toh cuma buruh,” tukasnya.
Adakah yang menyuarakan kepentingan buruh tani? Kemana suara itu, suara yang nyaring dan keras, yang memihak buruh tani?