Kemenag Jabar dan KPK Gandeng Tokoh Agama Perangi Korupsi

Subang – Upaya memberantas korupsi tak hanya dilakukan lewat jalur hukum, tetapi juga melalui pendekatan moral dan spiritual.

Hal inilah yang melatarbelakangi kegiatan Safari Keagamaan Anti Korupsi yang digelar di Aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Subang, Kamis (22/5/2025).

Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat. 

Mengangkat tema “Peran serta Tokoh Agama, Pemuka Agama, Penyuluh Agama, Pendidik Keagamaan, dan Penghulu dalam mewujudkan Kabupaten Subang Bebas dari Korupsi”, kegiatan ini menekankan pentingnya peran agama dalam mencegah korupsi.

Dalam sambutannya, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Barat, Ajam Mustajam, menyambut baik inisiatif KPK. Menurutnya, pendekatan keagamaan sangat strategis dalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi.

“Karena kita ini kementerian agama, maka yang kita undang adalah para Tokoh Agama, Kepala KUA, Penghulu, Penyuluh lintas agama, serta kepala madrasah negeri dan swasta. Keterlibatan Kemenag sangat penting untuk menjangkau lebih luas masyarakat lintas agama,” ujar Ajam.

Lebih dari itu, ia menyebut bahwa perjuangan melawan korupsi adalah bentuk jihad modern.

“Ini bukan soal hukum semata, ini soal moral. Masyarakat harus memuliakan kejujuran dan mencela kebohongan. Jadikan jujur sebagai identitas sosial,” tuturnya.

Ia menekankan tiga peran utama ASN dalam melawan korupsi: menumbuhkan budaya malu untuk korupsi, menjadi mata dan telinga bagi keadilan, serta mendidik generasi sejak dini.

“Korupsi bukan sekadar soal suap, gratifikasi, atau penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah,” tambah Ajam.

“Hari ini saya mengajak kita semua, mari kita bangkit sebagai umat yang berani berkata tidak pada korupsi. Jangan lagi ada anggapan bahwa korupsi adalah urusan elit, urusan pejabat atau lembaga penegak hukum semata.”

KPK Tekankan Pendekatan Trisula dan Keteladanan

Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, turut hadir dan memberikan pemaparan mengenai strategi antikorupsi. Menurutnya, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang memerlukan pendekatan luar biasa pula.

“Korupsi bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga persoalan moral dan spiritual. Oleh karena itu, gereja, masjid, pura, vihara, dan semua tempat ibadah adalah ruang-ruang penting untuk membangun kesadaran kolektif bahwa korupsi adalah musuh bersama,” ujarnya.

Ibnu juga menegaskan pendekatan Trisula KPK: pendidikan antikorupsi, perbaikan sistem, dan penegakan hukum. Namun ia menambahkan bahwa elemen terpenting tetaplah peran serta masyarakat.

“Yang menentukan adalah satu hal—niat. Dan niat itu ada di dalam diri masing-masing.”

Ibnu mengajak tokoh agama menjadi mitra KPK dalam pengawasan.

“Berani menegur, berani melapor, dan yang paling penting: berani memberi teladan. Karena keteladanan adalah vaksin paling mujarab melawan korupsi,” tegasnya.

Menanamkan Nilai Antikorupsi dari PAUD hingga Menjelang Maut

Senada, Dion Hardika Sumarto selaku Pelaksana Harian Direktur Direktorat Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat KPK, menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi tak bisa hanya mengandalkan penindakan. Nilai-nilai integritas harus ditanamkan sejak dini.

“Nilai-nilai ini harus ditanamkan sejak usia dini hingga akhir hayat. Kami menyebutnya pendidikan antikorupsi dari PAUD sampai menjelang maut,” kata Dion.

Kesembilan nilai antikorupsi yang dimaksud adalah: jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras.

Tokoh agama, lanjutnya, memiliki peran strategis untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut.

“Tokoh agama punya pengaruh besar, apalagi di pesantren dan lingkungan keagamaan. Mereka adalah suara yang didengar,” ungkap Dion.

Dion juga menyampaikan fakta lapangan bahwa tiga sumber utama tindak pidana korupsi adalah suap, gratifikasi, dan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Celah gratifikasi, menurutnya, bahkan sering terjadi tanpa disadari.

“Dilihat dari data, tiga sumber terbesar korupsi itu suap, gratifikasi, dan PBJ. Gratifikasi itu kadang tidak disadari, makanya penting disosialisasikan mana yang boleh dan tidak boleh,” ucap Dion.

Safari Keagamaan ini, tambah Dion, menjadi salah satu strategi penting dalam pencegahan berbasis edukatif dan nilai-nilai keagamaan.

“Jika para pemimpin dan tokoh agama menunjukkan sikap antikorupsi, masyarakat akan meniru. Harapannya, korupsi bisa ditekan, dan uang negara kembali dinikmati oleh rakyat,” tandasnya.

Gerakan Kolektif Masyarakat Melawan Korupsi

Acara ini turut dihadiri oleh jajaran pejabat struktural Kemenag, Pemda, dan tokoh masyarakat. KPK berharap Safari Keagamaan semacam ini bisa digelar di berbagai daerah sebagai bagian dari gerakan kolektif antikorupsi.

“Kami percaya, gerakan antikorupsi tidak bisa berjalan sendiri dan harus menjadi gerakan kolektif, dari dan untuk masyarakat,” tutup Ibnu.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *