Hari Anak Nasional, KOPRI Subang Minta Pemerintah Serius Lindungi Anak

Subang – Di tengah peningkatan angka kekerasan seksual dan perkawinan anak di Kabupaten Subang, Bidang Eksternal KOPRI PMII Subang menginisiasi seminar bertajuk “Anak Merdeka dari Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak” sebagai bentuk tanggung jawab moral dan dorongan kesadaran kolektif.

Seminar ini digelar di Auditorium Museum Subang, Selasa (22/07/25) siang. KOPRI menyebut, fokus utama mereka adalah membangun kesadaran publik terhadap fakta bahwa anak-anak dan perempuan masih menjadi kelompok paling rentan terhadap kekerasan seksual dan praktik perkawinan usia dini.

“Ini bukan sekadar diskusi, tapi bentuk keberanian kami untuk menyuarakan apa yang selama ini dianggap tabu di masyarakat,” ujar Melasanti, Wakil Ketua II Bidang Eksternal KOPRI PC PMII Subang.

Data dari Unit PPA Polres Subang menyebutkan, pada tahun 2024 tercatat 85 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Sementara hingga Juli 2025 saja, angka tersebut sudah mencapai 56 kasus.

Ini menandakan bahwa dalam setengah tahun, jumlahnya hampir menyamai tahun sebelumnya. Di sisi lain, angka perkawinan anak pun belum menunjukkan tren penurunan.

“Kasus-kasus ini seharusnya jadi alarm bersama, bukan dilupakan atau dinormalisasi. Ini pilu yang nyata di tengah masyarakat kita,” ungkap Melasanti.

Dalam diskusi seminar, KOPRI PMII Subang juga menyoroti pentingnya implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai regulasi yang memberikan perlindungan hukum bagi anak dan perempuan.

UU TPKS mengatur sembilan jenis kekerasan seksual, termasuk pelecehan fisik, pemaksaan kontrasepsi, hingga kekerasan berbasis elektronik. Namun, menurut KOPRI, pengawalan terhadap implementasi UU ini masih sangat lemah.

“Keberanian adalah langkah awal. Berani melapor, berani menjaga diri, dan berani bersuara untuk memutus stigma dan rantai kekerasan,” tegas mereka.

KOPRI juga mengkritik euforia pemerintah Kabupaten Subang yang merayakan predikat “Madya Kota Layak Anak”. Mereka menyebut label itu tidak mencerminkan realitas di akar rumput.

Masih banyak korban yang tidak mendapatkan perlindungan, bahkan dipaksa menikah dengan pelaku karena ketiadaan pilihan ekonomi dan sosial.

“Jangan rayakan status layak anak hanya dengan seremoni. Kita harus memastikan bahwa korban benar-benar mendapat tempat yang aman dan berdaya untuk memilih masa depannya,” pungkasnya.

Kanit PPA Polres Subang, Aiptu Nenden Nurfatimah, CEO Cluetoday Tiara Maulinda, dan Pegiat Pemerhati Anak Hangga Dwi Lesmana menjadi pembicaranya di seminar tersebut.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *