PK Mahkamah Agung Jadi Kunci Bebasnya Setya Novanto dari Lapas Sukamiskin

BANDUNG – Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, akhirnya resmi bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Bandung, sejak Sabtu (16/8/2025). Namun, kebebasan itu bukan datang begitu saja, melainkan buah dari putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang memangkas masa pidananya dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan.

PK Mahkamah Agung Pangkas Hukuman Setnov

Mahkamah Agung (MA) pada 4 Juni 2025 mengabulkan permohonan PK yang diajukan Setnov. Vonisnya di potong dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan, sehingga secara hukum ia di anggap sudah menjalani lebih dari dua pertiga masa pidana.

Kepala Kanwil Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, menyatakan putusan PK itu menjadi dasar utama pembebasan bersyarat.

“Dasarnya jelas dari putusan PK Mahkamah Agung. Dengan pengurangan hukuman, beliau memenuhi syarat substantif dan administratif untuk bebas bersyarat,” ujar Kusnali, Minggu (17/8/2025).

Usulan PB Disetujui TPP

Setelah putusan PK keluar, Ditjen Pemasyarakatan melalui Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) melakukan asesmen dan menyetujui pengajuan pembebasan bersyarat Setnov pada 10 Agustus 2025.

Juru bicara Ditjen PAS, Rika Aprianti, menegaskan bahwa pembebasan itu sesuai mekanisme hukum.

“Semua proses sudah sesuai prosedur. TPP menilai syarat administratif dan substantif terpenuhi setelah adanya putusan PK,” katanya.

Pembayaran Denda dan Uang Pengganti

Dalam amar putusannya, Setnov juga wajib membayar denda dan uang pengganti. Data resmi menunjukkan:

• Denda Rp500 juta telah terbayar lunas.
• Uang pengganti Rp43,74 miliar sebagian besar sudah lunas.

Masih tersisa sekitar Rp5,3 miliar yang di ganti dengan pidana subsider.

Dengan kewajiban finansial yang di anggap selesai, syarat administratif pembebasan bersyarat pun lengkap.

Pro dan Kontra di Balik PK

Meski PK menjadi dasar hukum yang sah, keputusan ini menuai kritik. Aktivis antikorupsi menilai PK sering menjadi “jalan pintas” bagi terpidana korupsi untuk mendapat keringanan hukuman.

Tibiko Zabar, mantan peneliti ICW, menegaskan bahwa PK dalam kasus korupsi seharusnya di tangani lebih ketat.

“Kalau setiap koruptor bisa berharap PK untuk potongan hukuman, publik akan melihat vonis korupsi tidak lagi menimbulkan efek jera,” ujarnya.

Setelah bebas bersyarat, Bapas Bandung menyatakan Setnov wajib lapor hingga April 2029. Namun, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, justru menyebut ia tidak perlu lagi wajib lapor karena semua kewajiban finansial sudah lunas.

Perbedaan pernyataan ini membuat publik mempertanyakan konsistensi pengawasan terhadap narapidana korupsi.

Kasus e-KTP yang Tak Terlupakan

Setya Novanto mendapat vonis 15 tahun pada 2018 karena terbukti menerima aliran dana dalam kasus korupsi e-KTP. Proyek senilai Rp5,9 triliun itu merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
Kini, dengan “diskon” hukuman melalui PK MA, Setnov hanya menjalani sekitar tujuh tahun lebih sebelum akhirnya bisa menghirup udara bebas.

PK Mahkamah Agung menjadi kunci utama bebasnya Setya Novanto dari Lapas Sukamiskin. Meski sah secara hukum, keputusan ini menimbulkan pro-kontra: di satu sisi di anggap bagian dari prosedur hukum. Di sisi lain memunculkan kritik karena berpotensi melemahkan efek jera terhadap pelaku korupsi kelas kakap. (clue)

baca juga : 20 Prajurit TNI Jadi Tersangka Kasus Kematian Prada Lucky, Pangdam: Semua Ditahan

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *