JAKARTA – Demo mahasiswa 25 Agustus menjadi sorotan publik. Di depan Gedung DPR RI, Senayan, ratusan mahasiswa dan elemen masyarakat berkumpul, membawa spanduk dan poster dengan tuntutan yang keras: bubarkan DPR, usut tuntas kasus korupsi, dan buka transparansi gaji anggota dewan. Seruan ini tak hanya menggema di jalanan, tapi juga membanjiri media sosial sejak beberapa hari sebelumnya.
Aksi ini muncul dari sejumlah kanal, termasuk akun Instagram @gejayanmemanggil dan kelompok yang menyebut diri “Revolusi Rakyat Indonesia.” Meski begitu, banyak pihak menyoroti belum jelasnya struktur penggerak aksi ini. KSPSI melalui ketuanya, Muhammad Jumhur Hidayat, menegaskan anggotanya tidak ikut turun karena belum ada penanggung jawab resmi. KSPI dan Partai Buruh pun memilih fokus pada aksi mereka sendiri yang dijadwalkan 28 Agustus 2025.
Di sisi lain, tuntutan yang dilayangkan jelas menggambarkan kegelisahan publik. Mereka menyoroti kenaikan tunjangan DPR yang dinilai tidak masuk akal di tengah beban ekonomi rakyat. Isu lain yang mengemuka termasuk desakan agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset untuk memperkuat pemberantasan korupsi.
Pantauan di lapangan menunjukkan aparat keamanan telah bersiaga sejak pagi. Pagar beton dan personel Brimob mengawal area sekitar Senayan. Meski seruan demo viral, massa yang hadir tercatat sekitar 1.000 orang. Di antara mereka, ada Asy’ari (27), mahasiswa asal Sukabumi yang berjalan kaki ke Jakarta untuk menyuarakan keresahan pribadinya.
Pengamat politik dari PSID Jakarta, Nazar El Mahfudzi, menilai aksi ini cerminan krisis legitimasi DPR. “Rakyat lelah melihat kebijakan yang tidak berpihak. Reformasi struktural harus menjadi jawaban, bukan sekadar janji,” ujarnya.
Dengan isu yang sensitif dan tuntutan yang berani, demo 25 Agustus 2025 menjadi pengingat bahwa suara publik tak bisa diabaikan. Meski belum terkoordinasi rapi, gema ketidakpuasan ini bisa menjadi awal bagi perubahan yang lebih besar. (clue)