JAKARTA – Pemerintah resmi menyalurkan dana negara sebesar Rp200 triliun ke enam bank nasional, terdiri dari empat bank anggota Himbara dan dua bank syariah, mulai Jumat (12/9/2025).
Dana tersebut diambil dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sekitar Rp440 triliun yang sebelumnya mengendap di Bank Indonesia (BI).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan langkah ini bertujuan memperkuat likuiditas perbankan dan mendorong percepatan kredit.
“Kami ingin dana ini tidak hanya diam di BI. Harus bergerak, masuk ke sektor produktif, agar ekonomi rakyat ikut terdorong,” ujar Purbaya dalam konferensi pers di Jakarta.
Adapun enam bank penerima dana Rp200 triliun tersebut adalah, Bank Mandiri, BRI (Bank Rakyat Indonesia), BNI (Bank Negara Indonesia), BTN (Bank Tabungan Negara), Bank Syariah Indonesia (BSI), dan Bank Syariah Nasional (BSN).
Pemerintah memberikan batasan tegas bahwa dana tersebut tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) ataupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), melainkan harus disalurkan melalui kredit kepada sektor riil.
Pemerintah berharap langkah ini akan mendongkrak pertumbuhan kredit perbankan yang pada semester I/2025 tumbuh moderat sekitar 7,3 persen year-on-year (yoy). Dengan tambahan likuiditas, Kementerian Keuangan menargetkan pertumbuhan kredit bisa mencapai 10–12 persen hingga akhir tahun.
“Kalau kredit tumbuh, konsumsi rumah tangga naik, investasi bergerak, dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional akan lebih terjaga,” kata Purbaya.
Meski optimistis, sejumlah ekonom menilai penempatan dana jumbo ini tetap memiliki risiko.
Pendapat Ekonom
Sementara itu, Direktur CORE Indonesia, Mohammad Faisal, mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada penempatan dana, tetapi juga memperhatikan kualitas penyaluran kredit.
“Kalau kredit disalurkan tanpa perhitungan, bisa muncul risiko kredit macet. Jadi balancing antara dorongan pertumbuhan dan mitigasi risiko sangat penting,” katanya.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan regulator akan mengawasi ketat penggunaan dana tersebut.
“OJK memastikan bank-bank penerima tidak menyalahgunakan dana untuk tujuan non-produktif. Fokusnya harus ke pembiayaan yang berdampak langsung ke masyarakat,” tegas Mahendra.
Kebijakan ini di harapkan menjadi stimulus tambahan bagi perekonomian, namun efektivitasnya masih menunggu realisasi di lapangan. Jika berhasil, penyaluran Rp200 triliun ini bisa menjadi momentum penggerak ekonomi rakyat. Namun jika tidak optimal, dana negara berpotensi tidak memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penyaluran Rp200 triliun ke enam bank Himbara dan syariah hari ini membawa harapan besar bagi perekonomian nasional. Pemerintah yakin kredit akan tumbuh pesat, sementara pengamat menilai efektivitasnya sangat bergantung pada tata kelola dan pengawasan.
Dengan demikian, langkah ini menjadi ujian penting bagi sinergi pemerintah, perbankan, dan regulator dalam menjaga stabilitas serta menggerakkan ekonomi rakyat. (clue)