SUBANG – Suara kritis mahasiswa menggema di Kabupaten Subang saat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Subang menggelar dialog publik yang menyoroti nasib sektor pertanian di tengah laju industrialisasi.
Bertempat di Skywalk Museum Subang pada Senin (29/09/25), forum ini menjadi panggung untuk mempertanyakan kembali arah pembangunan daerah yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi nasional.
Mengusung tema “Reforma Agraria dan Ketahanan Pangan: Marhaenisme di Bumi Subang”, GMNI secara tegas meminta kejelasan dan komitmen pemerintah daerah untuk melindungi sektor agraris.
“Kami ingin tahu sejauh mana komitmen pemerintah daerah menjaga ketahanan pangan dengan masuknya industrialisasi di Kabupaten Subang,” tegas Ketua GMNI Subang, Muhammad Riefky Alfathan, di hadapan puluhan mahasiswa, aktivis, dan perwakilan pemerintah.
Isu alih fungsi lahan pertanian menjadi sorotan utama. Riefky menekankan bahwa diskusi ini merupakan panggilan mendesak bagi pemerintah untuk segera mengesahkan regulasi vital, seperti Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Perda Agraria, Perda Sawah Abadi, dan Perda Pertanian.
“Payung hukum ini sangat mendesak untuk melindungi petani dan lahan kita,” kata Riefky.
“Mengapa pembangunan di tanah agraris Subang tidak berakar pada sektor pertanian itu sendiri?,” tanya dia.
Dialog tersebut juga mengupas berbagai tantangan klasik yang terus menggerogoti kesejahteraan petani. Keluhan mengenai harga gabah yang anjlok saat panen raya, distribusi pupuk bersubsidi yang sering kali tidak tepat sasaran, serta tekanan dari beras impor menjadi bagian dari pembahasan.
“Kita tidak cukup hanya bicara ketahanan pangan. Kita harus bergerak menuju kedaulatan pangan, di mana petani memiliki kekuatan untuk menentukan nasibnya sendiri, bebas dari jerat tengkulak dan kebijakan impor yang merugikan,” ujarnya.
Pemerintah Klaim Stok Pangan Cukup
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Kepala Bidang Distribusi dan Cadangan Pangan dari Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Subang, Agus Gunawan, menyatakan bahwa stok pangan seperti gabah padi di wilayahnya saat ini masih dalam kondisi aman.
“Kebutuhan untuk 2025 masih ada surplus 167 ribuan ton,” kata Agus, di acara yang sama.
Meskipun mengakui adanya dampak dari alih fungsi lahan, yang berdampak menurunnya jumlah hasil panen, ia memastikan ketersediaan pangan hingga akhir tahun masih terkendali.
“Pasti ada dampak alih fungsi lahan untuk ketahanan pangan. Terjadi penurunan, tapi stok aman. Insyaallah aman,” pungkasnya.