JAKARTA — Indonesia bersiap menorehkan sejarah baru dalam pengelolaan energi terbarukan. Melalui proyek ambisius Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan Refuse-Derived Fuel (RDF), pemerintah menargetkan pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi terbesar di dunia.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional menuju Indonesia bebas sampah sekaligus memperkuat bauran energi hijau hingga 30 persen pada tahun 2030.
“Proyek ini bukan sekadar pengelolaan limbah, tetapi revolusi energi masa depan. Indonesia akan menjadi pelopor pengubah sampah menjadi sumber daya,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dalam konferensi pers di Jakarta, Pada Jumat 17 Oktober 2025.
Indonesia tercatat menghasilkan lebih dari 68 juta ton sampah per tahun, dengan 40 persen di antaranya berasal dari kawasan perkotaan.
Kondisi ini bertambah dengan menipisnya kapasitas tempat pembuangan akhir seperti Bantargebang yang kini menerima sekitar 7.500 ton sampah per hari.
Di sisi lain, kebutuhan listrik nasional terus meningkat. Untuk itulah, konsep waste-to-energy hadir sebagai solusi ganda: mengurangi timbunan sampah sekaligus menghasilkan energi alternatif.
Pemerintah juga menyiapkan program nasional pembangunan PLTSa dan RDF di 33 provinsi dengan target rampung akhir 2027. Teknologi yang memakai sistem incinerator modern berstandar emisi Eropa, sehingga proses pembakaran sampah tidak menimbulkan polusi berlebih.
Investasi Rp125 Triliun Proyek Waste-to-Energy Melalui Patriot Bond

CEO Danantara Group, Dimas Anindya Putra, yang menjadi mitra strategis pemerintah dalam pendanaan proyek waste-to-energy, menyebut nilai investasi proyek ini mencapai Rp125 triliun melalui skema Patriot Bond.
“Kami ingin memastikan pendanaan berkelanjutan agar proyek ini tak berhenti di tahap konstruksi. Dampaknya akan luar biasa bagi lingkungan dan ekonomi lokal,” ujar Dimas melalui sambungan telepon, pada Jumat 17 Oktober 2025.
Dengan kapasitas pengolahan yang masif dan dukungan teknologi ramah lingkungan, Indonesia berpotensi menjadi negara pertama. Indonesia akan mengintegrasikan sistem waste-to-energy secara nasional.
Bila semua target tercapai, Indonesia bebas dari krisis sampah.
Negara ini juga sejajar dengan negara maju dalam pengelolaan energi berkelanjutan.
“Kita tidak lagi bicara mimpi hijau. Ini adalah kenyataan baru: sampah jadi energi, limbah jadi harapan,” tutup Agung Budi Waskito. (clue)

