Mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 127 tahun 2024 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah (KFD), Provinsi Jabar masuk kategori KFD sedang. Masih di bawah Sumut, DKI Jakarta, Kalsel, Banten dan Kalimantan Utara.

Sedangkan di Jawa Barat yang masuk kategori KFD tinggi yaitu Kabupaten Cianjur dan Kota Bogor. Cukup menggembirakan, 8 daerah masuk KFD sangat tinggi yaitu Kota Bandung, Kab Bandung, Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Depok, Kab. Karawang, Kab. Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Sementara Kabupaten Subang, Purwakarta dan Sumedang masuk kategori KFD sedang.

Peta KFD ini yang menjadi dasar pemerintah daerah untuk memberikan bantuan keuangan ke daerah, bantuan hibah,  dana pendamping maupun pinjaman daerah.

Belajar Inovasi dari Banyuwangi

Apakah kita pernah mendengar kampanye kepala daerah memaparkan program untuk meningkatkan PAD? Rasanya tidak. Yang kita dengar adalah janji bangun ini dan itu. Bangun jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah dan lain-lain. Memang tidak salah, karena masyarakat hanya ingin melihat aksi nyata.

Tapi semua program perlu biaya. Selama ini daerah tenang-tenang saja, menunggu guyuran dana TKD masuk APBD. Situasi ini benar-benar menantang kreativitas daerah. Perlu kemampuan yang cermat mengalokasikan anggaran agar tepat sasaran. Sekaligus perlu inovasi daerah untuk peningkatan PAD.

Daerah memiliki empat sumber yang bisa dioptimalkan agar PAD naik, yaitu pajak daerah, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (BUMD), dan sumber lain-lain yang sah.

Sejauh ini, pajak daerah terutama PBB dan BPHTB selalu menjadi penopang utama PAD. Kewenangan naik dan turunnya tarif PBB tergantung kepala daerah. Ini yang sempat Bupati Kabupaten Pati hampir dilengserkan gara-gara kenaikan tarif PBB.

Menurut berbagai sumber, tarif PBB di Pati tidak naik selama 14 tahun. Lalu Bupati Pati menaikannya sebesar 250 persen. Tapi warga bereaksi keras hingga demo berjilid-jilid. Puncaknya DPRD menggelar paripurna pemakazulan. Beruntung, bupati gagal dimakzulkan. DPRD masih memberi kesempatan Bupati Sadewo memimpin Pati.

Digitalisasi untuk Mencegah Fraud

Selain kenaikan tarif, daerah bisa memaksimalkan pendapataan wajib pajak PBB. Mungkin masih banyak tanah dan bangunan yang belum terdata. Perlu dilakukan sensus atau pendataan reklasifikasi (reklas) yang menyeluruh.

Selain data partisipasi, melalui sensus juga bisa mengetahui kondisi bangunan. Tarif PBB bangunan satu lantai berbeda dengan bangunan dua lantai. Sebab kita tahu, pengawasan terhadap izin Pendirian Bangunan Gedung (PBG) masih lemah. Banyak bangunan gedung tidak terdata maksimal.

Daerah pun bisa memberikan insentif khusus untuk wajib pajak. Selama ini insentif banyak diberikan ke pemerintah desa sebagai pemungut pajak. Tapi kadang karena termotivasi ingin dapat hadiah, pembayaran PBB sering ‘ditalangin’ oleh kepala desa. Tentu hal ini tidak diharapkan, karena tidak mendorong kesadaran wajib pajak.

Padahal insentif ke warga bisa diberikan berupa beasiswa pendidikan, insentif pembangunan bagi kampung tanpa tunggakan pajak, penghargaan wajib pajak terpatuh, atau apresiasi dalam bentuk lain. Misal, insentif apa yang diberikan pemerintah ke petani dan pedagang? Sebab masyarakat Subang masih didominasi oleh petani. Iriagasinya sudah baik? Pupuk murah dan gampang didapat?

Upaya lain juga bisa dilakukan menggunakan teknologi digital. Permudah layanan pembayaran PBB melalui bank, dompet digital dan fasilitas digital lainnya yang saat ini sudah banyak tersedia. Jalin kerjasama dengan semua merchant pembayaran digital.

Saat ini, upaya tersebut sudah banyak dilakukan dan perlu terus-menerus dikampanyekan. Memang tidak semua masyarakat memiliki akses internet. Tapi upaya ini untuk mencegah kebocoran setoran PBB, pemotongan ilegal dan tindakan fraud lainnya.

Di sektor retribusi pasar dan parkir, penggunaan teknologi digital lebih mudah dilakukan. Setiap pedang bayar retribusi bisa menggunakan QRIS atau pembayaran digital lainnya. Demikian juga, di area parkir pasar dan restoran.

Upaya lainnya yang memerlukan kreativitas yaitu mendorong penerimaan pajak dari hotel, pariwisata dan restoran. Hal ini erat kaitannya dengan pergerakan dan aktivitas manusia. Untuk menghadirkan orang datang diperlukan magnet.

Artikel ini bagian 2 dari 6 seri artikel yang tayang setiap hari. #UrunGagasan #BagianDariSolusi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *