Kelebihan yang Dilupakan (6)

Mayoritas warga Subang bekerja di sektor informarmal. Artinya, mata pencahariannya mayoritas seperti petani, pekebun, nelayan, sopir, tukang bangunan, dan pekerjaan lainnya yang tidak mendapat gaji bulanan tetap. Banyak yang tida tercover BPJS Ketenagakerjaan dan tidak punya uang pensiun.

Di sisi lain menunjukan besarnya potensi Subang di sektor pertanian dan perikanan. Data tahun 2024 menunjukan, Subang masih penghasil padi terbesar ketiga di Jabar setelah Indramayu dan Karawang. Demikian juga hasil tangkapan ikan, tertinggi ketiga setelah Indramayu dan Cirebon.

Berasarkan data tahun 2023, luas lahan sawah di Subang mencapai 64 ribu hektare. Pemda Subang berupaya menambah luasan sawah menjadi 72 ribu hektare. Sedangkan sebelumnya seluas 84 ribu hektare. Menyusut karena tergerus berbagai proyek strategis nasional dan industri yang terus tumbuh.

Munjukan bahwa potensi pertanian Subang termasuk unggulan di Jawa Barat. Hal ini harus menjadi aspek perhatian pemerintah. Kita cenderung lebih mengenal beras pandan wangi asal Cianjur. Beras yang beraroma seperti daun pandan yang mulai dibudidayakan sejak tahun 1970-an, lalu dipopulerkan di restoran Jakarta. Padahal Subang punya produk beras ketan yang unggul dibanding daerah lain. Dari segi harga pun lebih mahal dibanding beras biasa.

Jika terus dipopulerkan, Subang bisa menjadi sentra beras ketan dengan nama yang melekat dengan Subang. Seperti kita mengenal tahu Sumedang yang populer ke mana-mana. Sate maranggi Purwakarta, tape majalengka, mangga gedung gincu Indramayu, talas Bogor dan lain-lain.

Untuk mendorong produktivitas padi Subang, pemerintah bisa bekerjasama dengan berbagai lembaga riset dan kementerian. Subang punya balai veteriner untuk pengembangan bibit, balai benih padi, balai benih ikan, dan dilintasi saluran tarum timur yang mengalir sepanjang tahun. Pemerintah harus memastikan tidak ada lahan sawah yang tidak teraliri, diberikan bibit unggul dan ketersediaan pupuk.

Dulu zaman Order Baru kita mengenal sistem pengaturan pola tanam. Di daerah tertentu, dalam satu tahun tidak tiga kali tanam padi, dua kali padi dan satu kali berkebun seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang atau lainnya. Sehingga kesuburan tanah bisa terjaga. Tapi kemudian porduktivitas padi dan unsur hara tanah berkurang setelah penggunaan pupuk kimia besar-besaran pada tahun 1980-an. Melalui program Revolusi Hijau Panca Usaha Tani.

Melalui program itu, Indonesia akhirnya berhasil swasembada beras dan ekspor beras besar-besaran ke berbagai negara di dunia. Saat ini, tengah digalakan kembali pupuk organik, tapi perilaku petani sudah berubah. Selain itu, ketersediaan pupuk organik tidak semassif pupuk kimia.

Yang menjadi persoalan di pertanian, harga jual gabah saat panen raya selalu rendah. Kepemilikan luasan lahan sawah atau pertanian setiap individu juga kecil. Tentu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di saat bersamaan harga sembako terus naik, biaya pendidikan dan kesehatan juga tinggi. Akhirnya keluarga petani memilih menjual sawahnya untuk biaya pendidikan. Anaknya pun tidak mau lagi jadi petani, melihat orang tuanya susah.

Berdasarkan data BPS, saat ini 71 persen petani di Indonesia di atas 45 tahun. Hanya 29 persen sisanya berusia di bawah 45 tahun. Berdasarkan survei Jakpat (sebuah aplikasi khusus survei), hanya 6 dari 100 generasi Z yang tertarik menjadi petani. Alasannya karena tidak ada pengembangan karir (36,3%), resiko kerja tinggi (33,3%), pendapatan yang rendah (20%), tidak dihargai (14,8%), dan tidak menjanjikan (12,6%).

Menyadari potensi pertanian Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil pernah menggelorakan kembali program gerakan petani milenial sejak tahun 2021. Pemprov Jabar menugaskan BUMD PT Agro Jabar sebagai off taker hasil pangan petani milenial. Ribuan anak muda rentang usia 21-39 tahun mendaftar. Tapi hasilnya sekarang bagaimana? Tenggelam seiring bergantinya kepemimpinan di Jawa Barat.

Sebenarnya, para petani hanya ingin harga jual pangan stabil, irigasi mengalir, pupuk murah, jalan usaha tani juga baik. Selebihnya ingin agar sembako stabil, biaya kesehatan dan pendidikan untuk anak-anaknya juga terjangkau.

Minimal hal dasar itu yang harus diupayakan. Selanjutnya bisa meningkat pada pengembangan varietas unggulan dan teknologi pertanian. Selain itu, petugas penyuluh pertanian harus benar-benar di dayagunakan. Riset perguruan tinggi harus membumi dan diaplikasikan. Jangan hanya di menara gading kampus yang megah dan jadi lembaran kertas riset saja.

Apa yang akan diupayakan Pemerintah Subang melihat potensi besar sektor pertanian dan perikanan? Masi ada waktu dan peluang besar untuk melirik potensi ini untuk terus dikembangkan.

Kesimpulan

Setiap kita akan punya kesimpulan yang berbeda. Tapi tentunya, setiap hal akan saling berkaitan. Upaya memperkuat kemandirian fiskal daerah berarti harus berupaya meningkatkan perekonomian dan daya saing sumber daya manusia. Pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan sebaiknya berdasarkan data dan kajian serta memperhatikan nilai-nilai budaya Subang.

Dalam lingkaran kausalitas persoalan di Subang, sebaiknya berfikir mendalam untuk melihat garis saling keterkaitan yang harus ditemukan. Memahami secara komprehensif dan sudut pandang helicopter-view. Ketika satu titik masalah diselesaikan, diharapkan akan berdampak positif mendorong persoalan lainnya. Distribusi tugas dan memetakan SDM yang tepat untuk mengeksekusi kebijakan juga menjadi hal yang penting. itulah tugas utama pemimpin, mampu melihat arah yang tidak dilihat orang lain. Meyakinkan untuk berlayar menuju kesejahteraan yang diinginkan bersama.(*)

Ditulis oleh: Lukman Nurhakim, Direktur Utama Perumda Tirta Rangga Subang.

Artikel ini penutup dari 6 seri artikel #UrunGagasan #BagianDariSolusi. 

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *