Oleh Sinta Agustiana

Francѐ, Millitary, Josѐphinѐ ~

Merupakan tiga kata yang terucap ketika sang kaisar Prancis, Napoleon Bonaparte menemui ajalnya dipengasingan St. Helena. Tiga kata tersebut seolah merangkum rangkaian kehidupan Napoleon yang problematik. Seorang kaisar yang tak pernah kalah dalam berperang membawa prancis menuju masa kejayaan. Namun, Prancis yang begitu ia cintai sekalipun mengkhianati Napoleon dengan mengirimnya ke pengasingan. Sebuah pulau kecil di Samudra Atlantik, tanpa penghormatan dan cinta Josephine. Tak ada judul film yang dapat mewakilli perjalanan sang kaisar, selain namanya sendiri, Napoleon.

Napoleon adalah sosok yang ambisius, cerdas dan ahli dalam membuat strategi perang. Dibintangi oleh aktor Joaquin Phoenix sebagai Napoleon Bonaparte dan Vanessa Kirby sebagai Josephine de Beauharnais, mereka menampilkan pertunjukan yang cukup memukau dan membawa penonton pada suasana revolusi Prancis.

Tahta kaisar yang ia dapatkan dari kudeta tak berdarah pada masa revolusi Prancis tersebut membuat Napoleon menorehkan berbagai perspektif dimasyarakat. Berbagai sebutan berbeda dan bahkan saling bertolak belakang tersebut menjadi ketertarikan tersendiri. Benarkah Napoleon adalah pahlawan Prancis? Atau hanya seorang tiran yang bengis dan serakah atas ambisinya untuk memiliki Eropa melalui jalan perang.

Disutradarai oleh Ridley Scott

Film Napoleon yang tayang di bioskop tanah air sejak 29 November lalu telah banyak dinantikan oleh para penggemar film di seluruh dunia. Pasalnya, trailer film tersebut sudah dirilis beberapa bulan lalu tepatnya di bulan Juli. Selain itu, Napoleon digarap oleh sutradara kawakan yang usianya kini sudah 86 tahun, Ridley Scott. Napoleon yang merupakan naskah Garapan David Scarva tersebut merupakan film ke – 28 yang disutradarai oleh Scott. Sejak berkiprah di dunia film dari 1965, Scott telah mengantongi segudang penghargaan seperti Academy Award, Golden Globe Award, Ammy Award dan BAFTA. Tak heran bila film ini dinanti – nanti terutama oleh penggemar film Sejarah dan peperangan.

Film Garapan sutradara Black Hawk Down tersebut berhasil menguasai box office Prancis pada pekan pertama penayangan. Sebanyak 764 ribu tiket hangus terjual dalam waktu sepekan. Capaian  tersebut melebihi prekuel film The Hunger Games dipekan pertama penayangannya yang hanya 370 ribu tiket saja. Meskipun digarap di Inggris, Napoleon banyak mengkampanyekan Prancis yang merupakan negara asal sang kaisar. Tayang dengan dua pilihan bahasa yaitu Inggris dan Prancis, membuat masyarakat Prancis memiliki pilihan untuk menikmati film dengan bahasanya.

Visualisasi Perang yang Epic

Berlatar abad ke – 18, Scott memulai filmnya dengan adegan ratu Prancis yang dieksekusi menggunakan Guillotine. Hal inilah yang membuat film tersebut diberi batas umur 17+ . Tragedi tersebut menunjukan akhir dari kekuasaan monarki dan merupakan awal dari lahirnya Revolusi Prancis. Perlu diketahui, kekuasaan monarki merupakan sistem kerajaan tunggal yang dipimpin oleh seorang raja. Kepemimpinan raja Prancis pada masa itu memberikan ketidakpuasan rakyat.

Kabar tersebut membuat negara – negara Eropa dengan sistem monarki merasa terancam akan pemberontakan yang menginspirasi rakyatnya. Mereka membentuk koalisi untuk memperhatikan pergerakan Prancis. Inggris dan Spanyol bersekutu untuk memblokade Pelabuhan Toulan di Prancis.

Ditengah kisruhnya kekosongan eksekutif Prancis, prajurit Napoleon mengambil keuntungan. Dalam film tersebut, awal karir Napoleon diperlihatkan saat memberikan kemenangan atas perebutan pelabuhan Toulan dari Inggris. Ketekunannya dalam menganalisa medan dan memanfaatkan kekurangan terlihat saat Napoleon melakukan observasi dan mengubah besi – besi tua tak terpakai menjadi persenjataan yang membawa kemenangan. Sehingga Prancis mendapatkan kembali pelabuhan tersebut. Scott menampilkan bagaimana seorang Napoleon menggunakan strategi perang layaknya singa mengintai rusa yang tertidur dimalam hari.

Meskipun Scott sangat ingin menampilkan sisi Josephine, ia tak dapat menghindari perang. Scott terpaksa membawa filmnya dengan visualisasi perang yang epic. Seolah terbujuk oleh Napoleon, Scott memberikan ruang peperangan kepada Napoleon saat melawan koalisi Austria dan Rusia. Kemenangan Napoleon tak bisa dihindari, ia memenangkan perang dengan strategi menjebak musuh diatas danau es dan berhasil menenggelamkan lawan tanpa perlawanan berarti. Perang tersebut dikenal sejarah dengan perang austrelis.

Bukan Genre Biopik

Nuansa historical yang begitu kuat pada sorotan utama film ini, membuat Scott dan Phoenix berfokus pada kisah cinta sang permaisuri Josephin de Beauharnais. Dalam wawancara bersama Empire Magazine (29/7) Phoenix mengungkapkan bahwa dirinya menghindari keterlibatan dengan genre biopik. Permyataan tersebut selaras dengan Scott yang selalu mengendalikan diri agar tidak terbawa peperangan Napoleon dan kembali kepada Josephine. Terlepas dari perjalanan kebangkitan dan kejatuhan kaisar Napoleon, film ini juga mengisahkan prisma hubungan yang aditif dan tidak menentu bersama Josephine.

Scott selalu menyisipkan pembacaan surat cinta Napoleon kepada Josephine untuk menampilkan keromantisan kaisar kepada permaisurinya. Namun, kedudukannya sebagai seorang kaisar mengharuskan Napoleon memiliki pewaris tahta. Malangnya, Josephine yang selama 10 tahun mendapinginya tidak kunjung memberikan keturunan. Josephine digugat cerai atas kepentingan politik.

Penonton seolah ditarik oleh Josephine untuk menemaninya dalam kesedihan. Memang, kehidupan tak pernah ada yang tahu. Masa – masa kejayaannya sebagai permaisuri harus dijatuhkan dengan fakta yang tak dapat ia usahakan. Dinikahi oleh cinta dan diceraikan oleh politik. Josephine, tak bisa memberontak.

Napoleon menikah kembali dan memiliki seorang putra. Sayangnya ia tak dapat menikmati kebahagiaan dan kembali memimpin peperangan yang membawanya dalam kehancuran. Jebakan Rusia dalam taktik melawan Napoleon tampaknya berhasil membuat sang dewa perang tersebut pulang dengan tangan kosong. Dari 600.000 pasukan, Napoleon hanya membawa pulang 40.000 pasukan karena cuaca dingin yang ekstrem dan jebakan Rusia yang membakar negaranya sendiri. Napoleon turun tahta dan diasingkan di Elba.

Selama pengasingan, tahtanya diambil Raja Louise secara de Facto. Selama 300 hari, Napoleon mengirim surat kepada Josephine, namun ia tak pernah mendapat balasan. Ketika kembali ke Prancis, Napoleon mendapati Josephine telah tiada. Kekasihnya direnggut difteri tanpa kompromi.

Dengan kesedihan yang bertubi – tubi, Napoleon tidak serta merta menarik diri. Scott menampilkan sosok Napoleon yang terus berusaha bangkit untuk merebut apa yang seharusnya jadi miliknya. Namun, penonton akan setuju dengan mendiang Josephine yang selalu menyebutkan bahwa Napoleon bukanlah apa – apa tanpa dirinya. Seolah mantra yang menjadi kutukan, Napoleon kalah dalam perlawanan perang di Waterloo. Inilah akhir dari kisahnya. Kekalahannya membawa ia kembali ke pengasingan yang lebih jauh dari Prancis. . St. Helena.  Ia menghabiskan seluruh sisa hidupnya dengan menulis dan berada jauh dari Prancis sampai akhir hayatnya.

“Saya berharap abu saya disemayamkan di tepi Sungai Seine, ditengah – tengah rakyat Prancis, yang sangat saya cintai”

Sejarah menyebutkan bahwa Napoleon meninggalkan surat wasiat sejumlah lima halaman besar. Namun wasiatnya tidak pernah dilaksanakan. Raja Prancis tak pernah mengindahkan Napoleon yang bahkan sudah menjadi abu. Begitu kuatnya pengaruh Napoleon sampai abu jenazahnya masih dapat menjadi kekhawatiran sang raja akan revolusi Prancis yang begitu kuat dengan sosok Napoleon.

Secara keseluruhan, film berdurasi selama dua jam setengah itu, membuat penonton berdebar sekaligus terpukau dengan latar abad 18 dan peperangan epic. Taburan keromantisan dengan sang permaisuri juga mewarnai film yang kuat dengan nuansa politik tersebut. Penonton selalu menunggu bagaimana Napoleon berkirim surat disela – sela peperangannya. Emosi dan perasaan penonton dipermainkan dan mengalir mengikuti cinta kaisar kepada Josephine. Scott berhasil membuat film romantis ditengah – tengah kisruh politik dan sadisnya peperangan.

Panen Ulasan Julid di Prancis

Meskipun sang sutradara berhasil membawa emosi penonton melalui berbagai peristiwa sejarah, ekspektasi penonton pada film tersebut sangat beragam. Penonton menginginkan sudut pandang yang sesuai dengan imajinasinya. Ahli sejarah tentunya mengharapkan alur film yang sesuai dengan sejarah yang ia ketahui. Belum lagi persepsi subjektif terhadap kaisar yang mungkin dianggap pahlawan sekaligus dewa perang berdarah. Kerja sama Scott dan Phoenix pada film romance historical ini hanya membuat Rottentomatoes memberikan rating sebesar 59%. Padahal, pada film Gladiator sebelumnya, rating yang diberikan mencapai 80%. Tampaknya, sudut romance yang ingin diangkat dalam film tersebut masih kalah telak dengan kuatnya nuansa historical yang tidak diutamakan Scott.  

Meskipun penonton antusias dengan film tersebut, Napoleon mendapat banyak komentar negatif. Komentator film media Le Figaro, mengkritik bahwa film terbaru Scott membuat Napoleon menjadi suram dan mediomaker, ia menyebutkan hal tersebut menjadi sabotase yang membawa logika merendahkan dan menjelekkan. Komentar negatif lainnya datang dari Media Liberation yang menyebutkan bahwa film yang dibintangi Phoenix tersebut kikuk dan tidak layak untuk subjek yang dibuat dengan buruk, menurutnya Phoenix tidak menawarkan sudut pandang baik tentang Napoleon maupun tentang mitosnya. Film tersebut juga dinilai tidak memiliki cita rasa dan sibuk dengan potret kompleks hubungannya dengan Josephine. Kendati demikian, dalam wawancara dengan Empire, Phoenix telah menyampaikan bahwa film tersebut bukan biografi sejarah, melainkan menggambarkan sesuatu yang lebih rumit. Phoenix juga menyampaikan sebelum menonton Napoleon, penonton disarankan untuk melakukan riset terlebih dahulu mengenai sang Kaisar Napoleon.

Sejarah mencatat, jenazah Napoleon dikebumikan di empat peti mati. Jenazahnya baru tiba di Paris setelah 19 tahun kematiannya. Wasiatnya tak pernah diwujudkan, dan kini salinan surat wasiatnya terjual 357.000 euro atau sekitar 5,2 Miliar. Jika Napoleon dapat menghadiri lelang tersebut, bisa jadi leher penjual warisan tak akan tertolong. Poor of Napoleon.

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *