Berdamai Dengan Gempa, Indonesia Perlu Belajar Dari Jepang

Jepang dan Indonesia merupakan dua negara yang berada di wilayah Ring of fire. Dikutip dari National Geograpic, Ring Of Fire disebut juga sebagai sabuk sirkum pacific. Hal tersebut yang mendasari Kedua negara ini menjadi rentan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami.

Perayaan tahun baru 2024, kedua negara tersebut sama-sama dilanda gempa bumi. Indonesia dilanda gempa berkekuatan 4,8 Magnitudo di wilayah Sumedang, Jawa Barat. Gempa Sumedang menyebabkan 238 unit bangunan rusak dan 108 pasien harus dievakuasi dan dirawat.

Sedangkan Jepang diguncang dengan kekuatan 7,6 Magnitudo di Wilayah pesisir Jepang bagian barat dengan potensi Tsunami 5 meter. Korban tewas sebanyak 62 orang dan 300 orang lebih luka – luka.

Melalui dua kejadian tersebut, terdapat perbedaan signifikan mengenai penanganan gempa. Jepang seolah telah berdamai dengan gempa dengan memiliki catatan gempa selama lebih dari seribu tahun.

Sebanyak 9.661 gempa bumi dengan kekuatan diatas 4 magnitudo terjadi sejak 10 tahun terakhir. Sehingga rata – rata terjadi 966 gempa selama setahun atau 80 gempa per bulan. Melalui data tersebut, Jepang mengalami gempa setiap 9 jam.

Namun, aktivitas gempa yang massif tidak membuat jepang porak poranda begitu saja. Negara yang memiliki 10% gunung aktif tersebut memiliki system mitigasi bencana yang terstruktur dan aturan bangunan tahan gempa yang menjadi standar bangunan.

Pemerintah Jepang juga menerapkan pendidikan mengenai penanganan gempa sejak dini. Anak-anak sekolah di Jepang juga sudah siap menghadapai situasi gempa bumi. Misalnya, mereka akan menggunakan helm pelindung yang telah disediakan oleh sekolah dan berkumpul di titik evakuasi.

Tak hanya dilengkapi ilmu mitigasi bencana, Badan Meteorologi Jepang atau JMA juga memiliki layanan peringatan dini tsunami yang lebih lengkap. Setidaknya terdapat sekitar 200 seismograf, 600 alat meter instensitas seismic, 3.600 alat meter intensitas seismik yang dikelola Pemerintah Jepang bersama Institut Riset Nasional Jepang NIED.

Melalui gempa yang terjadi pada perayaan tahun baru, mayoritas kerusakan terjadi pada infrastruktur jalan. Sementara, bangunan dan rumah – rumah masih kokoh dan tak mengalami kerusakan yang signifikan. System bangunan tahan gempa yang diterapkan terbukti dapat meminimalisir kerusakan dan menjamin keamanan. Berikut system bangunan tahan gempa yang diterapkan di Jepang.

Rumah dan Bangunan Tahan Gempa

Salah satu fitur utama bangunan Jepang adalah penggunaan bantalan isolasi seismik. Bantalan ini memungkinkan bangunan bergerak secara horizontal saat terjadi gempa, sehingga mengurangi tekanan pada struktur dan meminimalkan kerusakan. Selain itu, banyak bangunan di Jepang memiliki kerangka beton bertulang, yang memberikan stabilitas tambahan dan perlindungan terhadap keruntuhan.

Standar bangunan tahan gempa di Jepang adalah sebagai berikut:

  • Taishin. Merupakan persyaratan minimum untuk bangunan tahan gempa di Jepang, dan mengharuskan balok, pilar, dan dinding memiliki ketebalan minimum untuk menahan guncangan.
  • Seishin, bangunan tahan gempa tingkat berikutnya di Jepang. Seishin direkomendasikan untuk bangunan bertingkat tinggi. Ia menggunakan peredam yang menyerap banyak energi gempa. Seishin menerapkan system lapisan peta karet tebal yang ditempatkan pada tanah bawah pondasi, sehingga meredam getaran.
  • Menshin, adalah bentuk bangunan tahan gempa tercanggih di Jepang dan merupakan system bangunan termahal. Struktur bangunan diisolasi dari permukaan tanah oleh lapisan timah, baja, dan karet yang bergerak secara independen dengan tanah di bawahnya. Bangunan tersebut hanya bergerak sangat sedikit, bahkan saat gempa paling parah sekalipun.

Sistem Peringatan Gempa di Ponsel dan siaran televisi

Di Negeri Sakura, 10 menit sebelum gempa terdapat peringatan yang telah masuk ke handphone setiap Masyarakat. Bunyi peringatan tersebut mirip seperti alarm biasanya. Hal itu dimaksudkan agar Masyarakat lebih waspada.

Pemerintah Jepang mengajak beberapa perusahaan telekomunikasi di Jepang untuk membuat sistem peringatan dini yang bisa cepat diakses oleh masyarakat. NTT Docomo dan Badan Meteorologi Jepang berhasil membuat sebuah program yang bernama Early Warning Area Mail.

Sistem peringatan itu tidak hanya berupa pesan yang masuk ke dalam ponsel, lebih dari itu system akan disinkronisasi dengan televisi, telepon kabel, dan radio. Area Mail atau disebut juga Emergency Rapid Mail akan mengirimkan informasi yang diolah oleh Badan Meteorologi Jepang.

Sistem ini mengeluarkan suara otomatis “Jinshin desu! Jihshin desu!” yang berarti ada gempa bumi.

Badan Meteorologi Jepang memasang lebih dari 200 stasiun perkiraan seismik di seluruh negeri. Dalam skala yang lebih besar, Kementrian Pencegahan Bencana menyiapkan 800 stasiun untuk pembuatan sistem peringatan. Semua data tersebut akan di evaluasi sebagai prediksi waktu terjadinya gempa bumi dan mengupayakan masyarakat untuk selalu waspada dam siap menghadapi gempa.

Kereta Anti Gempa

Kereta cepat anti gempa di Jepang telahs mulai beropera sejak 1 Juli 2020 dan melayani jalur Tokaido Shinkansen. Jalur itu menghubungkan Stasiun Tokyo dan Stasiun Shin-Osaka di Osaka, Jepang.

Kereta cepat terbaru ini memecahkan rekor di Jepang karena bisa berjalan lebih cepat dan lebih lancar saat gempa bumi. Kereta tersebut diberi nama N700S, S adalah singkatan dari Supreme. Kereta tersebut biasa disebut dengan sebutan Shinkansen Tokaido.

Kereta cepat ini memiliki sistem kendali dan rem otomatis yang ditingkatkan yang memungkinkannya berhenti lebih cepat jika terjadi keadaan darurat.

Shinkansen Tokaido mampu melesat hingga 360 kilometer per jam, rekor tersebut diraih sejak uji coba pada 2019. Kereta tersebut menjadi salah satu yang tercepat di dunia.

Pendidikan dan Pelatihan Proses Evakuasi

Di Jepang, pendidikan bencana dilakukan di tempat penitipan anak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, serta di perguruan tinggi

Jepang juga menyediakan banyak fasilitas pembelajaran pengalaman pencegahan bencana di mana anak anak dapat belajar tentang bencana dan juga mengalami simulasi bencana. Fasilitas pembelajaran di dukung oleh lembaga terkait dalam menanggani bencana alam.

Setiap sekolah dilengkapi mengunakan Email Massal untuk memberitahukan pada tim patroli dan wali murid. Sehingga guru dapat mengarahkan siswa ke lokasi yang aman pulang dengan selamat.

Selain itu guru – guru selalu mengungkapkan kalimat pada setiap anak saat pencegahan bencana “jangan medorong, jangan lari, jangan bicara, dan jangan mundur”. Selain itu, intruksi “jangan mendekat” diterapkan agar siswa mengerti harus menjauhi daerah yang berbahaya.

Ransel Survival kit

Ransel Survival kit merupakan sebuah tas berisikan beberapa barang yang berfungsi untuk membantu masyarakat bertahan hidup saat terjadi bencana.

Pemerintah Jepang mewajibkan kepada setiap orang untuk mengecek survival kit secara berkala.

Survival kit berisikan senter, selimut, masker, tali, radio, obat – obatan dan sejumlah bahan makanan yang cukup untuk 3-7 hari.

Apa Yang Dapat Dipelajari Dari Jepang

Ketahanan infrastruktur jepang telah terbukti menjadi yang terdepan dan menjadi acuan berbagai negara. Terdapat banyak hal yang bisa Indonesia pelajari melalui sistem penanganan gempa bumi di Jepang.

Hal utama yang perlu dibenahi dari Indonesia adalah regulasi. Jepang memiliki regulasi yang kuat terkait perundangan – undangan standar minimum bangunan. Dengan penerapan standar bangunan tahan gempa, Masyarakat akan lebih aman.

Arsitek dan para designer bangunan selalu melakukan inovasi yang selaras dengan program infrastruktur pemerintah. Para designer terus berinovasi mengembangkan berbagai jenis bangunan tahan gempa.

Masyarakat Jepang telah menyadari pentingnya investasi. Bangunan tahan gempa mengharuskan Masyarakat mengeluarkan 20% biaya lebih mahal dari bangunan biasa. Namun, hal tersebut tidak menghambat penerapan system. Masyarakat Jepang justru menghemat keuangan untuk investasi jangka panjang. (clue)

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *