SUBANG- Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STIE Suraatmadja (STIESA) Subang menggelar bedah buku Dilema Bansos karya Yanu Endar Prasetyo, PhD di Kampus STIESA pada Jum’at (9/2/2024).
Kegiatan dibuka oleh Ketua STIE Sutaatmadja Daeng M. Nazier, MA, Ph.d. Ia berharap melalui bedah buku ini, masyarakat bisa tercerahkan mengenai seluk-beluk bansos.
“Bansos jangan dijadikan alat. Jangan sampai kebijakan pemerintah memanfaatkan bansos sebagai alat politik,” tegasnya.
Selanjutnya, Yanu Endar Prasetyo PhD memaparkan proses penulisan buku Dilema Bansos. Dengan tajuk Bansos di tangan sinterklas, menurutnya krisis kemiskinan merupakan kegagalan dari program bansos itu sendiri yang tak mampu menstimulasi ekonomi kerakyatan.
Ia menuturkan, buku ini ditulis dari proses riset dan checking data berulang serta FGD dengan berbagai pihak terkait. Dalam paparannya, anggaran belanja bansos tercatat lebih tinggi di tahun politik atau pemilu mulai dari 2009, 2014, 2019,2024.
“Politisasi bansos sangat terasa setiap pemilu. Di 2024 saja tercatat banyak sekali judul bansos baru, baik yang sudah berjalan maupun yang menjadi program para Capres,” ungkap Yanu.
Yanu menjelaskan, selama ini penyalahgunaan program bansos untuk kepentingan politik tertentu. Bahaya politisi bansos diantaranya; efektivitas bansos menurun, menguntungkan salah satu kandidat pemilu, menimbulkan kecemburuan sosial, celah korupsi sistemik berjenjang, dan menggeser status bansos dari hak rakyat menjadi pemberian politisi.
“Sasarannya juga seringkali salah dan tersegmentasi sesuai kepentingan politik. Seolah pemerintah lupa banyak sekali lapisan masyarakat yang perlu dijaga stabilitas ekonominya, termasuk masyarakat kelas menengah,” jelas Yanu.
Terakhir Yani mengajak peserta bedah buku untuk turut serta mengawasi bansos di awasibansos.co.id.Selanjutnya sebagai pembahas buku, Ketua LPPM STIESA, Dr. Gugyh Susandi mengatakan bansos (bantuan sosial) selalu berhadapan dengan konsep jamsos (jaminan sosial).
Hal ini yang menentukan “mazhab” mana yang digunakan untuk menentukan kelompok penerima. Dalam buku tersebut, Gugyh mengupas ada beberapa masalah bansos yang terungkap dari 23 jenis bansos di masa Covid. Diantaranya adalah masalah data, politisasi, korupsi, dan ragam program, bentuk bantuan, dan birokrasi delivery.
“Maka ketika konseptual masih bermasalah, maka masalah-masalah bansos ini seperti misal temuan BPK dan lainnya. Belum lagi sumbernya masih sebagian besar dari pendapatan pajak sebesar 5,3% dari APBN. Ini bisa menunjukkan apakah ini atribut atau aksesoris utama?” paparnya.
“Jika kita ingin bansos tanpa masalah ya harus duitnya banyak dulu. Mau gak kita membagi kekayaan kita menjadi tiga. Milik individu, masyarakat, dan negara,” tandasnya.
Sementara itu, pembedah kedua drh. Ferdi Faturohman selaku dosen Politeknik Subang, mengatakan buku ini merupakan karya ilmiah yang dikemas dalam bahasa populer agar mudah dimengerti.
“Melalui buku ini kita diperlihatkan berbagai sisi soal bansos mulai dari sisi terang hingga sisi gelapnya,” tandasnya. (clue)