Kecelakaan maut yang menimpa rombongan bus SMK Lingga Kencana dan menewaskan 11 orang pada Sabtu (11/5/2024), menimbulkan pro kontra. Kegiatan Study Tour, dinilai masyarakat menjadi beban ganda para orang tua murid.
Menyikapi persoalan tersebut, Pj Gubernur Jawa Barat mengeluarkan surat edaran No. 64/PK.01/KESRA tentang Study Tour Pada Satuan Pendidikan. Kebijakan tersebut berisi tentang imbauan pelaksanaan study tour untuk dilakukan di dalam kota, memperhatikan asas kemanfaatan dan melakukan koordinasi serta pemberitahuan.
Pro – Kontra Study Tour
Terlepas dari permasalahan bus hingga ditetapkannya supir sebagai tersangka, beberapa pihak terus menerus melakukan penghakiman bahkan mengenyampingkan permasalahan utama.
Seolah diharuskan mencari pihak lain yang harus disalahkan, terjadi pro kontra mengenai study tour dimasyarakat.
Pihak sekolah yang menjadi pemilik program tersebut banyak tertuduh. Para guru juga merasa menjadi pihak yang dirugikan karena study tour dianggap sebagai “bisnis” berkedok pembelajaran.
Bahkan, Dedy Mulyadi secara tegas menyarankan untuk menghentikan kegiatan study tour.
Eks Bupati Purwakarta itu menyebutkan bahwa penyelenggaraan study tour perlu dikaji ulang, mengingat tidak ada jaminan keselamatan bagi siswa. Selain itu, PO bus yang digunakan haruslah sesuai dengan aturan.
“Kemudian bus yang digunakan selalu dipilih yang harga murah, kalau murah pasti kualitasnya ada yang di bawa standar,” ujar Dedi saat meninjau bangkai bus Putera Fajar di Terminal Subang.
Bukan hanya itu, pembatasan study tour juga menimbulkan dampak negatif terhadap pihak pariwisata dan pengusaha travel.
Salah satu perencanaan kegiatan luar kota di SMAN 1 Cisalak, dibatalkan oleh penyelenggara karena berbagai pertimbangan.
Menyikapi hal itu berdampak pada sektor pariwisata, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, unjuk bicara mengenai hal ini.
Alih – alih menghapus kegiatan study tour, Sandiaga Uno mengajak seluruh pihak untuk mengkaji aturan dan prosedur pembelajaran study tour dengan lebih mendalam. Kebijakan untuk melarang kegiatan tersebut dirasa akan menghapus experience learning para siswa.
“Saya tidak setuju dan saya memberikan pernyataan yang cukup keras bahwa study tour ini memberikan experience learning, bagian dari pada pola pendidikan yang tuntas dan juga pola pendidikan yang memberikan pengalaman yang akan meninggalkan kenangan bagi para pelajar,” kata Sandiaga.
Senada dengan pernyataan sikap Sandiaga, ketua komite SMAN 1 Cisalak, Subang, Iwan Masna, memaparkan bahwa acara study tour tidak dapat dianggap suatu kegiatan yang merugikan. Iwan menjelaskan bahwa pihak sekolah dengan bijak mengkaji perihal surat edaran yang membatasi kegiatan study tour keluar kota.
“Study tour yang selama ini dipahami adalah acara pelepasan siswa didik. Atau kegiatan yang dilaksanakan setelah peserta didik melakukan ujian. Study tour tidak serta merta jadi ajang rekreasi, tapi benar – benar melakukan study,” ungkap Iwan.
Study Tour Hanyalah Bisnis?
Program P5 yang melatarbelakangi adanya kegiatan luar sekolah tersebut merupakan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang menerapkan paradigma melalui pembelajaran berbasis projek. Program tersebut merupakan salah satu bagian dari kurikulum Merdeka yang membuat siswa ‘mengalami pengetahuan’ dengan cara belajar dari lingkungan, bukan hanya teori.
Narasi tersebut yang akhirnya digunakan pihak satuan Pendidikan untuk membawa siswa keluar dari ruang kelas.
Namun, sudah menjadi hal umum bahwa Pendidikan luar sekolah tersebut tetap menuntut biaya yang dibebankan pada peserta didik.
Salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa kegiatan tersebut acap kali menjadi beban ekonomi bagi orang tua murid yang sedang kesulitan ekonomi.
“Saya yakin pasti pernah merasakan pas gak punya uang, jual apa saja atau utang dimana saja buat study tour,” ungkap wali murid asal Patokbeusi Subang.
Bahkan, usai kecelakaan yang menimpa SMK Lingga Kencana, dua korban kecelakaan yaitu Dimas Aditya dan Mahesya Putra. Mahesa dan Dimas kabarnya bukan berasal dari keluarga berada, sehingga perlu mencari tambahan uang saku saat acara study tour ke Ciater.
Disebutkan bahwa Dimas dan Mahesa sempat menjadi kuli angkut pasir. Hal itu kabarnya diungkap oleh bibi Dimas, bernama Mariah disela-sela prosesi pemakaman mendiang.
Biaya yang diperlukan untuk melakukan pembelajaran luar sekolah tersebut adalah Rp800.000. Namun pihak sekolah juga tidak menyampaikan rincian biaya yang digunakan. Hal itu menuai atensi publik, masyarakat secara otomatis menjadi kalkulator untuk menghitung jumlah uang yang dikumpulkan 112 siswa yang mengikuti kegitan tersebut.
Seolah mewakili para guru dan pihak sekolah, Iwan membantah bahwa kegiatan study tour diwajibkan para siswa.
“Study tour itu sifatnya pilihan, suka rela, bukan merupakan program wajib, artinya kepada siswa yang memang berkenan dan mau untuk melaksankan study tour, sekolah dalam hal ini melalui komite, memfasilitasi untuk mengadakan study tour,” bantah Iwan.
Meskipun pihak sekolah menyebutkan bahwa kegiatan P5 atau Study Tour bersifat sukarela, namun para siswa terutama jenjang sekolah SMP tidak banyak menerima pemahaman yang cukup. Orang tua wali yang keberatan dengan biaya yang dibebankan mengaku sulit untuk memberikan kepada anaknya.
“Study tour di sekolah anak saya katanya wajib dan yang tidak ikut suka ditakut takutin gak naik kelas. Walaupun kita sudah dikasih pemahaman ke anak, anak tetap kekeuh, terpaksa meskipun harus merogoh kocek yang lumayan gede,” ungkapnya.
Meski begitu, Iwan secara tegas juga harus mewaspadai adanya oknum – oknum yang memanfaatkan hal itu untuk kepentingan pribadi.
“Hanya selama ini ada salah kaprah di beberapa sekolah Dimana sekolah mewajbkan siswa didik untuk mengikuti program study tour. Bahkan ada di beberapa sekolah tertentu yang manakala siswa tidak ikut, dia tetap dikenakan kewajiban bayar. Ini yang salah. Ini yang harus kita koreksi, ini yang harus diperbaiki, karena sejatinya study tour tujuannya baik, tapi kemudian dimanfaatkan oleh oknum – oknum tertentu untuk kepentingan yang sifatnya pragmatis,” lanjut Iwan.
Kecelakaan yang berujung pada polemik study tour haruslah ditanggapi dengan bijak. Penyebab kecelakaan yang menimpa SMK Lingga Kencana jelas dikarenakan kondisi bus yang kurang memadai. Artinya, pemerintah dan pihak berwenang mengkaji aturan penggunaan kendaraan yang akan digunakan.
Selain itu, Iwan juga menyebutkan bahwa Pendidikan luar sekolah tak harus dilakukan diluar kota. Justru, pihak sekolah dapat melakukan kegiatan luar sekolah tersebut dengan mendorong potensi daerah.
“Justru selama ini saya secara pribadi mencoba konsisten menyuarakan ingin mendorong adanya potensi local baik dari sumber dayanya maupun sumber alamnya. Dan ini juga ada bagian lain yang harus dikoreksi, kenapa sih study tour itu harus keluar kota? Ya disamping memakan biaya tinggi, juga tidak berdampak ekonomi lebih untuk subang atau jawa barat. Kalo jangkauannya lebih luas lagi,” papar Iwan.
Tidak dapat dikesampingkan, kegiatan study tour juga memiliki banyak manfaat, siswa tidak terpaku pada buku pelajaran dan juga internet. Bahkan para siswa memandang kegiatan tersebut sebagai suatu hal yang bermanfaat.
Selain mendapatkan dampak positif, siswa akan menambah pengalaman emotional yang lebih baik.
Terdapat bagian – bagian dimana siswa didik bisa melepaskan kepenatan bisa lebih mengekspresikan pertemanan dengan temannya yang lain, mempererat emosional satu siswa dengan siswa yang lain, siswa dengan guru, maupun sebaliknya.
Vitrah Annisa NurFadillah, Seorang siswa SMAN 1 Subang juga menyetujui kegiatan study tour dapat menambah Ilmu yang tidak bisa didapatkan di ruang kelas.
“Meski informasi bisa dapat di internet tetapi kan lebih afdol datang ketempatnya, itung-itung menambah pegalaman,” kata Vittrah
Siswa yang kerap disapa cencen tersebut juga membantah adanya “bisnis” dalam program tersebut, ia menyebutkan bahwa siswa ikut andil dalam mengurus kegiatan dan memastikan tidak ada praktek pungli.
“Soalnya sekolah cencen mah pure study tour yang mengurus siswa dan gak ada pungli dari sekolah sama sekali,” katanya.
Ia menyatakan, seharusnya pemerintah dan pihak terkait lebih memperketat keamanan dan standarisasi kendaraan untuk melakukan kegiatan tersebut.
“Lebih baik setiap mau study tour standarisasi untuk busnya lebih diketatin lagi teh baik perizinan standar bus maupun si sopir,” kata Cencen kepada Cluetoday.
Tanpa menghilangkan esensi dari study tour, pemerintah harus lebih bijak dalam menyikapi persoalan tanpa merugikan pihak lain.
Yang harus dibenahi dari kegiatan study tour adalah dengan tidak mewajibkan pihak siswa, pihak sekolah dilarang melakukan intimidasi ataupun paksaan.
Pihak sekolah juga harus memastikan keamanan bus yang digunakan. Travel harus memenuhi aturan yang diterapkan pihak berwenang dan menggunakan supir berpengalaman.(Clue)