Mencari Titik Temu Pembangunan Pesona Subang Mall

SUBANG – Rencana pembangunan Pesona Subang Mall di area Pujasera dan bekas gedung Bioskop Chandra, belum mencapai kesepahaman antara BUMD PT. Subang Sejahtera (SS) dengan para pedagang existing Pujasera. Area seluas 2,1 hektar tersebut, merupakan aset Pemda Subang. Kini, pengelolaannya diserahkan kepada PT. SS.

Pembangunan Mall tersebut akan dilakukan melalui PT. Pesona Subang Sejahtera (PSS). Sebuah perusahaan patungan antara investor dengan PT SS, dimana PT. SS memegang 15 persen saham di dalamnya.

Direktur Utama PT. SS, Aziz Muslih menerangkan, kerjasama pihaknya dengan PSS menggunakan skema bangun guna serah (BGS). Dalam kerjasama tersebut, PSS akan mengelola aset tersebut selama 30 tahun. Setelahnya, diserahkan kepada BUMD.

“Kewajiban kami (PT SS) adalah mencari partner yang ideal dengan perhitungan-perhitungan (potensi) kontribusi yang maksimal. Sewanya lokasi itu 70 miliyar dalam 30 tahun. Selama 30 tahun dikelola mereka, setelahnya diserahkan kepada Pemerintah melalui BUMD,” tutur Aziz Muslih.

Hal itu disampaikan Aziz Muslih dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi II DPRD Subang, yang dihadiri Sekda Subang, Asep Nuroni, BUMD PT SS, DKUPP, sejumlah OPD teknis, dan beberapa organisasi pedagang Pujasera. Dipimpin Ketua Komisi II, Novaza, RDP digelar di Ruang Sidang Paripurna DPRD Subang, pada Senin (27/05).

Dalam prosesnya, lanjut Aziz, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan. Seperti Sosialisasi hingga pihaknya mengajukan relokasi pedagang sebelum dimulainya pembangunan. Terkait kejadian alat berat jenis Exchavator yang sebelumnya berada di depan Gedung Bioskop Chandra, membuat pedagang meradang. Menurut Aziz, hal itu dilakukan untuk melakukan uji sondir.

“Membangun Mall dan Hotel 7 lantai itu memerlukan uji sondir, uji lab, uji tekanan. Sehingga tanahnya perlu dikeruk untuk dicek. Bukan (alat berat) digunakan untuk merobohkan bangunan,” ujar Aziz. Sehingga, pihaknya memutuskan tidak melakukan uji sondir sebelum area tersebut kosong dari bangunan.

Revitalisasi Pasar Pujasera atau bangun Mall?

Perwakilan Koperasi Pedagang Pujasera, Didi, mengatakan, Ia tidak menolak pembangunan Mall. Namun, dirinya menyarankan, pembangunan mall tidak dibangun di lokasi Pujasera. Dirinya khawatir, ketika dibangun Mall di lokasi tersebut, para pedagang tidak bisa berdagang karena harga sewa area Mall-nya mahal.

“Kami bukan anti Mall. Kami pengen Subang maju seperti yang lain. Tapi bukan di tempat yang kami tempati. Kalau untuk ningkatin PAD, kenapa gak diperbaiki, diperbagus seperti jaman dulu?,” ujarnya.

Den Ahmad, pedagang pertokoan Pujasera, mengungkapkan, perlu adanya titik temu yang saling menguntungkan antara pemerintah, BUMD, dan Pedagang. Den Ahmad yang sudah berjualan sejak 1994 ini, tidak ingin kebijakan yang diputuskan nanti, malah merugikan para pedagang Pujasera.

“Ini perlu adanya win-win solution (solusi saling menguntungkan). Ka pemerintah ngeunah (enak), ka pedagang ngeunah (enak). Ulah ngeunah sabeulah (Jangan enak sebelah),” ujarnya.

Den Ahmad menyebut, para pedagang menginginkan pembangunan pasar moderen. Namun, jika ada gagasan dari pemerintah maupun BUMD, pihaknya terbuka untuk berdiskusi.

“Nanti kita bawa ke APPSI Pusat. Aspirasi para pedagang sudah didengar, kita cari titik temunya. Gak mungkin kita juga membiarkan (keadaan) Pujasera terus seperti itu,” ucapnya.

Sementara itu, ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) Jawa Barat, Nandang Sudrajat, hadir dalam RDP di DPRD Subang. Menurutnya, pasar tradisional atau pasar rakyat kini menghadapi “sakaratul maut”. Baginya, pasar rakyat tidak sebatas jual beli, namun menjadi tempat interaksi sosial. Hal ini akan hilang jika dibangun Mall.

“Pasca Covid, persentasi penjualan di Pasar Tradisional tinggal 20-50 persen. Kondisinya (Pasar Tradisional) sudah mau mati,” ujarnya.

Ia mendorong untuk melakukan revitalisasi pasar. Salah satunya Pujasera Subang. Pemberdayaan pedagang menjadi penting dilakukan.

“Pedagang ini harus diberdayakan. Kami tidak bersuudzon, kalo ada sosialisasi yang benar,” tuturnya.

Tak Ambil Retribusi Pasar Lagi

Sejak 9 Mei 2024, DKUPP Subang sudah tidak melakukan pemungutan retribusi dari pedagang. Menurut Kepala DKUPP, Yayat Sudrajat, hal itu dilakukan agar tidak melanggar hukum.

“Kami sudah tidak menarik retribusi pasar. Baik ruko, toko, ataupun kios. Kalo ditarik nanti jadi persoalan hukum,” tutur Hidayat.

Yayat menyampaikan, ada 231 pedagang di Pujasera. Sebagai dinas yang mengurusi pasar, dirinya mendorong untuk mencari jalan terbaik yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

“Kita menginginkan simbiosis mutualisme. Sehingga bisa terjadi jalan keluar kita semua. Secara teknis, DKUPP akan tunduk dan taat pada aturan,” jelas Yayat.

Ketua Komisi II DPRD Subang, Novaza, pasca RDP tersebut, akan ada pembahasan untuk menindaklanjuti masukan para pedagang.

“Kita sudah mendengar , tidak akan berhenti disini. Tidak akan sampai disini. Masukan ini sangat penting,” ujar Novaza. (clue)

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *