JAKARTA – Pemerintah baru saja menerapkan kebijakan baru tentang Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang mengharuskan karyawan memotong 3 persen gajinya setiap bulan untuk pendanaan tersebut.
Hal itu menuai banyak kritik yang dinilai akan memberatkan para karyawan. Tak hanya itu, Komisi V DPR, Lasarus juga menyebutkan bahwa peraturan yang tertuang dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 belum mendengarkan masukan dari berbagai pihak.
“Harusnya PP ini kemarin sebelum diterbitkan harus mendengarkan masukan dulu, semua orang didengarkan. Kalo tidak, berarti PP ini dikeluarkan tanpa mendengarkan masukan dari semua pihak,” kata Lasarus.
Lasarus sepakat bahwa peraturan tersebut bertujuan untuk membantu masyarakat yang ingin memiliki rumah. Namun, menurutnya, peraturan turunan dari PP dapat memberatkan berbagai pihak.
“Ya tujuan dari Tapera itu kan untuk kebaikan, dalam artian bagaimana supaya ad acara untuk orang desa tuh punya rumah. Tapi kalau aturannya itu justru memberatkan, bukan jalan keluar Namanya. Harusnya kan PP itu mengakomodir kepentingan semua pihak. Jadi tidak ada yang diberatkan, saya rasa harus ada jalan Tengah,” pungkasnya.
Kritik mengenai kebijakan Tapera muncul dari para pengusaha yang menilai PP tersebut akan memberatkan pihaknya.
Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), melalui ketuanya Sunarno, menyebut PP tersebut bersifat otoriter.
Sunarno mengatakan bahwa serikat buruh tidak pernah diajak berdialog mengenai PP tersebut.
“Sangat jelas pemerintah memutuskan aturan tersebut secara sepihak. Prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah justru tidak dilakukan,” kata Sunarno dikutip dari CNN.
Sunarno menyebut pemerintah tidak memperhatikan kesulitan yang dialami para buruh sehingga penerapan PP tersebut dinilai gegabah.
Ia juga mengkritik bahwa Tapera hanya membebani buruh mengingat manfaat yang akan didapat tidak langsung dirasakan. Sehingga, KASBI menyerukan agar PP tersebut segera dicabut.(clue)