Kisruh Pengelolaan Parkir RSUD: Temuan BPK Hingga Bantahan Evi Silviadi

SUBANG – Langkah RSUD Subang memutus pengelolaan parkir oleh PT. Brata Kerta Raharja sejak 30 Juni 2023 memantik reaksi. Sejumlah kritik keras dilayangkan Evi Silviadi kepada pihak RSUD.

Evi Silviadi yang dikenal Raja LAK Galuh Pakuan ternyata perwakilan PT. Brata Kerta Raharja yang mengelola parkir RSUD sejak 2006.

Bukan tanpa alasan, pemutusan kerjasama pengelolaan parkir ternyata memendam banyak masalah. Tidak sebentar, sudah terjadi sejak tahun 2011 lalu. Temuan BPK mengungkap, terdapat kekurangan setor kas daerah sejumlah Rp 200 juta.

Jika tidak diambil langkah tersebut, RSUD berpotensi menyalahi aturan. Kejaksaan Negeri Subang melalui Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) diminta mendampingi untuk mengurai masalah tersebut.

Kasi Datun Kejari Subang, Tubagus Gilang Hidayatullah mengatakan, pihaknya atas surat kuasa khusus (SKK) dari RSUD, memberikan bantuan hukum non-litigasi. Sejak tahun 2023,  Kasi Datun mengerahkan Jaksa Pengacara Negara (JPN) memberikan teguran kepada perwakilan PT. BKR hingga mediasi.

“JPN mendampingi RSUD menagih piutang ke PT. BKR. JPN juga melakukan pemberian teguran hingga somasi kepada Evi Silviadi perwakilan PT. BKR,” tutur Gilang kepada Cluetoday, Jum’at (31/05/24).

Direktur RSUD Subang, Ahmad Nasuhi menyebut, sejak tahun 2011, RSUD Subang bekerjasama dengan PT. Brata Kerta Raharja (BKR) dalam mengelola parkir. PT. BKR merupakan perusahaan asal Jakarta yang bergerak dalam usaha Penyediaan Jasa Tenaga Pengamanan, Pengadaan Barang, dan Konsultan Sumber Daya Manusia.

Evi melalui surat pengangkatan bernomor 145/BKR-DIR/SK/IV/2006, diangkat menjadi kepala perwakilan PT. BKR di Subang. Surat tersebut ditandatangani direktur PT. BKR saat itu, CH. Wibisono Reskadarto.

Masih menurut keterangan RSUD, kerjasama Evi dengan RSUD dimulai sejak 25 Juli 2011 sampai 25 Juli 2016. Saat itu, Direktur RSUD Subang adalah dr. Nunung Syuhaeri. Perjanjian tersebut tertuang dalam Perjanjian Kerjasama nomor 073/KEP.53.A.RSUD/VII/2011 dan 03/BKR-Jbr/KK/VII/2011.

Namun, menurut RSUD Subang, dari tahun 2016 sampai 2018, kerjasama dengan Raja LAK Galuh Pakuan tersebut selaku perwakilan PT. BKR, tanpa surat perjanjian kerjasama. Saat itu, RSUD Subang sudah berganti direktur.

Tahun 2018, RSUD Subang, melalui direktur utama, dr. Eka Mulyana, melakukan kerjasama dengan PT. BKR yang tertuang dalam perjanjian kerjasama nomor 017/7-018/BKR dan nomor 073/128801/RSUD. Masa perjanjian tersebut dimulai 29 Juni 2018 sampai 30 Juni 2023.

Temuan BPK RI

Laporan pemeriksaan keuangan BPK RI nomor 29B/LHP/XVIII.BDG/05/2023 tanggal 15 Mei 2023, menemukan bahwa pengelolaan pendapatan RSUD Subang belum sesuai ketentuan. Selain itu, terdapat sisa tunggakan sewa lahan parkir sebesar Rp 200 juta yang belum dibayarkan PT. BKR.

BPK RI merekomendasikan Bupati saat itu, Ruhimat, untuk menindaklanjuti kerjasama dan menagih piutang tersebut. Menurut Ahmad Nasuhi, dirinya ditugaskan Bupati untuk membereskan masalah parkir. Sehingga, pihaknya melakukan penelaahan dokumen kerjasama dengan PT. BKR serta menagih piutang ke Kantor Pusat PT. BKR di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Nasuhi menyebut, alasan pihaknya menagih langsung ke kantor pusat, karena Evi selaku perwakilan BKR tak menanggapi.  

“Karena saudara Evi Silviadi selaku Kepala Perwakilan PT. BKR yang berkedudukan di Subang tidak memberikan tanggapan atas Pemberitahuan Tunggakan Sewa Lahan Parkir di atas,” ujar Nasuhi dalam keterangannya.

PT. BKR merespon RSUD Subang. Dalam klarifikasi tertulis yang diterima pihak RSUD, Direktur Utama PT. BKR, S.A. Supardi, menyebut Evi sudah tidak menjadi bagian PT. BKR sejak 2006. Menurut keterangan S.A. Supardi, surat kerjasama dan penunjukan Evi sebagai perwakilan PT. BKR tidak sah dan batal demi hukum.  Kala itu, surat tersebut ditandatangani direktur Wibisono Reskadarto.

“Surat Perjanjian Kerjasama antara PT. BKR dan Sdr. Evi Silviadi Nomor: 150.095/BKR-Sbg/IV/2006 tanggal 1 April 2006 dan Surat Penunjukan Nomor : 159/BKR/DIR/SK/IX/2006 tanggal 15 September 2006 dibuat tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dan dengan materi yang tidak wajar, oleh karena itu kami nyatakan tidak sah dan batal demi hukum,” tulis S.A. Supardi yang diterima RSUD Subang.

Menurut Ahmad Nasuhi, pihaknya memiliki piutang hingga berakhirnya kerjasama dengan Evi sebesar 224 juta rupiah. Evi sudah mencicil sebesar Rp 12 juta. Kini, sisa Rp 212 juta.

Bantahan Evi Silviadi

Sementara itu, kepada Cluetoday (30/05/2024), Evi membantah surat klarifikasi yang dikeluarkan Dirut PT. BKR S.A. Supardi. Ia menerangkan, surat penunjukan dan pengangkatan dirinya sebagai kepala perwakilan PT. BKR di Subang tidak bertentangan dengan prosedur. Selain itu, dalam surat tersebut, menurut Evi, tidak ada batasan waktu dan jenis bisnis. Evi menyebut, kerjasamanya dengan RSUD Subang sejak 2006 hingga 2023. Bukan dari 2011, sebagaimana menurut RSUD.

“Surat pengangkatan ini tidak untuk kerjasama dengan RSUD. Banyak jenis bisnisnya. Ketika saya ini dianggap cacat hukum, bukan bagian BKR, kenapa uang diterima. Kemanain uang saya?” tutur Evi.

Evi menuturkan, riak-riak persoalan parkir RSUD Subang mulai terjadi saat pandemi Covid-19. Ia menyebut, di masa force majure itu, dirinya menyerahkan pengelolaan parkir ke organ pembinaan olahraga (Muaythai, Jujitsu, arung jeram) dan koperasi Jatman. Di masa pandemi, menurut Evi, rumah sakit menjadi area terbatas. Sehingga tidak ada pengunjung sedangkan area parkir adalah area strategis. Sehingga dirinya menyerahkan kepada karyawannya.

“Kala itu, ada keputusan. Dimana rumah sakit per 6 bulan sekali membayar member card Rp 100 ribu, dikali seribu sekian karyawan. Dihitung-hitung, RS harus bayar ke saya Rp 783 juta. Saya harus membayar ke rumah sakit Rp 224 juta,” ujar Evi.

Pada Rabu (15/05/2024), Evi Silviadi menyerahkan pengelolaan parkir RSUD Subang ke pada manajemen rumah sakit. Namun, sampai saat ini, dirinya tidak menerima berita acara penyerahan pengelolaan parkir dari pihak RSUD Subang. Evi menyebut, aset miliknya belum diserahterimakan.

“Ada Barier Gate, Pos, kurang lebih Rp 500 juta. Serah terima tuh harus melalui berita acara. Dari mereka belum ada. Menyerahkan-menyerahkan aja,” ujarnya.

Selain itu, Evi membantah keterangan RSUD, yang menyebut dirinya tidak menanggapi surat tagihan RSUD Subang. Surat tanggapan dari pihaknya selain dikirim ke RSUD Subang dikirim pula ke Bupati.

“Gak benar. Saya banyak ngirim surat. Bahkan ke Bupati,” ucap Evi Silviadi.

Potensi kerugian dalam seleksi penyewa baru parkir RSUD

Kini, RSUD Subang sudah mengumumkan perusahaan calon penyewa lahan parkir RSUD Subang. Dalam surat nomor 000.1/835-01/Sekre, diumumkan PT. Darbeni Bangun Karya (DBK) yang dipimpin Edi Siswanto sebagai calon penyewa parkir.

Perusahaan asal Jakarta Timur, menyisihkan dua perusahaan lain yang dilakukan visitasi lapangan di November 2023. Hal ini terlihat dalam lampiran surat perintah nomor PB.01/3000/Dinkes-RSUD. Selain PT DBK, terdapat PT Green Parking Service asal Bekasi, dan PT SBN Sarana Investasi Subang asal Subang.

“Kami memilih satu calon penyewa pengelola. Tapi kami masih bilang calon, karena nanti pastinya setelah tanda tangan MoU bisa kami pastikan,” jelas Ahmad Nasuhi, dalam konferensi pers (29/05).

Sementara itu, menurut Evi Silviadi, proses PT DBK dipilih sebagai calon penyewa parkir RSUD, berpotensi merugikan pendapatan asli daerah. Informasi yang didapatkan Evi, nilai sewa yang diajukan PT DBK lebih kecil dibandingkan PT SBN. Selain itu, Evi menduga, ada kongkalikong dalam proses tersebut.

“Ini awas sewa menyewa loh. Padahal ada yang sanggup lebih besar. SBN sanggup Rp 63 juta per bulan. Bedanya dengan Darbeni sekitar Rp 25 juta . Darbeni disinyalir ada orang dalam. Ada potensi kerugian Rp 300 juta per tahun,” jelasnya. (clue)

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *