Subang–Tukang Becak bernama Roni Gunawan, menjadi korban dalam kecelakaan maut Dum Truk Rem Blong. Roni yang sedang menunggu penumpang, tertabrak Dum Truk yang meluncur cepat dari arah Jalancagak.
Tak hanya Roni. Insiden mengenaskan itu, juga menyebabkan supir Truk, Amar, meninggal dunia dan 1 warga luka berat dan 5 warga luka ringan.
Selain itu, 6 kendaraan mengalami kerusakan dan 5 ruko serta 1 bengkel mobil mengalami rusak parah. Insiden kecelakaan maut tersebut terjadi pada Kamis(17/10/2024) sekitar pukul 07.40 WIB, di depan Kantor DPMTSP Subang, Jl. Ahmad Yani.
Kejadian ini menambah catatan buruk pengaturan Operasional Truk di Subang. Hanya bersilang 20 hari dan berjarak 70 meter dari lokasi kejadian serupa pada 28 September lalu.
Warga Subang geram dengan operasional Truk pengangkut material Galian C. Padahal, Subang telah memiliki Perbup No. 23 Tahun 2023. Dalam Pasal 4 Ayat (2), tertera batasan waktu operasional:
a. hari kerja senin sampai dengan hari jumat, mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 08.00 WIB; dan
b. hari Sabtu, hari Minggu, dan hari libur nasional, mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB.
Menurut Thomas Pamungkas, warga Jalancagak, minimnya tindakan tegas dari pemerintah maupun aparat kepolisian jadi penyebabnya. Juga perilaku ngeyel dari pengusaha dengan dalih Proyek Strategi Nasional (PSN) makin menambah runyam dan omong kosong.
“Karena ini bukan hanya musibah tapi ini kelalaian mekanik truk, kelalaian pengusaha dalam berbisnis hanya bergontok gontokan mencari keuntungan tidak memikirkan lalu lintas dan keselamatan masyarakat,” ungkap Thomas dengan nada kesal.
“Kelalaian satlantas tidak menindak tegas apabila ada konvoi, kelalaian dishub tidak cek muatan berlebih, kelalaian Pemerintah Subang dalam hal pemberian izin untuk tambang batu,” tambahnya.
Dirinya mendorong pemerintah tegas untuk menegakan Perbup tersebut. Ia menyayangkan Perbup sekadar yang jadi obat penenang warga.
“Jangan sampai perbup ini hanya menjadi obat penenang bagi masyarakat, tapi harus dilakukan. Tindak tegas para pebisnis yang punya armada, harusnya ini menjadi evaluasi Pemerintah Subang,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan Anja Hawari, mahasiswa di STAI Riyadhul Jannah, Jalancagak. Ia kesal dengan operasional truk saat jam berangkat kerja atau sekolah. Biasanya, dirinya hanya butuh 30 menit ke kampus dari rumahnya di Subang Kota. Namun, sekarang harus 1 jam.
Selain itu, rasa was-was takut kecelakaan dan jalanan berdebu, menjangkit hatinya kala berkendara. Terlebih saat mengetahui peristiwa kecelakaan ini, makin menambah rasa kesalnya.
“Rek sabaraha korban atuh efek pembangunan nasional teh? (Mau berapa korban lagi dampak pembangunan nasional ini?) Truk sakitu sering cilaka ge duh. Can beak alam, can ruksak jalan, can modar jelema. (Truk segitunya sering kecelakaan. Habis alam, rusak jalan, belum warga meninggal). Warga lokal nu jadi tumbal (Warga lokal yang jadi korban),” tulis Anja menggunakan bahasa Sunda dengan kesal.
Truk Jarang Uji KIR
Hal mengejutkan diungkapkan Kepala Dinas Perhubungan Subang, Asep Setia Permana. Dirinya menduga, truk yang terlibat dalam insiden tersebut tidak layak jalan.
“Ini diprediksi kemungkinan, dia (Truk) tidak diuji (KIR),” ucap Asep.
Hal ini berdasarkan catatannya berkaca pada peristiwa serupa yang pernah terjadi. Bahkan, Ia pernah menemukan Truk yang tidak pernah diuji KIR selama 4 tahun. Dirinya telah memerintahkan penguji KIR Dishub mengecek kendaraan tersebut.
“Kejadian yang sudah-sudah, kebanyakan mereka (truk) belum diuji. Bahkan ada yang sampai 4 tahun tidak uji (KIR),” ungkapnya. Terkait penegakan hukum, Asep menyebut hal tersebut ranahnya Kepolisian.
Sementara itu, Kasatlantas Polres Subang, AKP Sudirianto, mengaku pihaknya bersama Dishub Subang telah melakukan tindakan melarang operasional truk di jam-jam rawan kemacetan. Serta melakukan penyekatan konvoi truk.
Selain itu, dirinya telah berkomunikasi dengan sejumlah pihak, seperti Dishub, Kementerian PUPR, pengembang proyek, dan pemilik armada. Terlebih di bulan ini menggelar Operasi Zebra.
“Kami terus mengupayakan komunikasi dengan PUPR, pengembang fungsi jalan, dan pemilik kendaraan,” jelasnya.