Bau anyir ikan dan air laut seketika menyerbak. Menyambut setiap orang yang datang ke Mayangan. Desa pesisir paling utara di Kecamatan Legonkulon, Subang. Desa ini banyak memiliki potensi. Perikanan, pariwisata pantai Pondok Bali, hingga budaya pesisir.

Namun, Desa ini terancam lenyap. Penurunan tinggi tanah dan banjir rob yang hampir setiap bulan terjadi. Diperparah minimnya pohon mangrove sebagai pencegah abrasi. Jika tak ada upaya serius, desa ini bisa lenyap perlahan, “silent killer”. Menyisakan sisa puing bangunan, seperti nampak di beberapa titik di desa itu.

“Ini rob hampir setiap bulan ada. Cuma ini yang paling parah. Surutnya lama,” ucap Kadrim, warga Mayangan, Senin (16/12/24).

Kadrim tinggal sendiri di rumahnya. Nenek itu, sembari makan siang ala kadarnya, ia menatap rumahnya yang tergenang banjir. Sudah 4 hari ia berteman akrab dengan banjir rob. Banjir Rob di Desember 2024 ini, paling parah, menurutnya.

Warga lainnya, Suminta, menuturkan, beberapa rumah ditinggal warga begitu saja karena tenggelam. Jika dia orang mampu, biasanya pondasi rumah ditinggikan. Jika tak ada biaya, hanya dipasang sebilah kayu di depan pintu. Fungsinya, jika terjadi rob, kayu itu menahan air masuk ke dalam rumah.

“Saya udah 4 hari tinggal di perahu. Rumah kebanjiran, kasur basah,” cerita Suminta, sembari duduk meratapi rumahnya yang langsung membelakangi laut.

Kini, banjir memang mulai surut. Namun, warga menghadapi krisis baru, krisis air bersih. Sudah empat hari air bersih warga tak mengalir. Dampak banjir rob. Warga sementara harus membeli air galon. Jika terus-terusan bergantung ke air galon, boros.

Seperti yang diungkapkan Suminta, warga Legonwetan, seberang dari Desa Mayangan. Ia sedang menanti bantuan air yang dijanjikan pemerintah setempat. “Ini udah gak ada air. Buat mandi, masak, minum. Kalo pakai air laut, keset,” keluh Suminta, sembari menjaga jejeran ember menunggu bantuan air.

Menurut Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Subang, luas terdampak banjir rob di Mayangan mencapai 385 hektar, Legonwetan 700 hektar, Tegalurung 400 hektar, dan Pangarengan 400 hektar. Total luas terdampak 1985 hektar. Merendam rumah milik 1.792 kepala keluarga.

Laporan penelitian Tegar Ramadhan, Baskoro Rochaddi, Hariadi, dalam penelitian berjudul Studi Batimetri dan Berkurangnya Daratan di Wilayah Perairan Desa Mayangan Kabupaten Subang, mengungkapkan terjadi kemunduran garis pantai. Data yang merekam perubahan garis pantai sejak Pada citra landsat tahun 2005 – 2010, terjadi kemunduran garis pantai sepanjang 620 meter dan terdekat sepanjang 20 meter. Total daratan yang berkurang seluas 70.55 hektar.

Daratan yang hilang makin bertambah pada periode tahun 2010 – 2016. Terjadi kemunduran garis pantai terjauh sepanjang 650 meter dan yang terdekat sepanjang 75 meter dari garis pantai dengan total daratan yang berkurang seluas 146.24 hektar.

“Berkurangnya daratan ini dapat diakibatkan oleh banyaknya hutan mangrove yang dikonversi menjadi area tambak sehingga tidak ada pelindung pantai alami didaerah tersebut. Selain itu, pada daerah yang berkurangnya daratan membentuk cekungan ke dalam daratan diduga diakibatkan oleh adanya penurunan muka tanah yang ditunjukkan dengan adanya bangunan pantai yang sudah tenggelam dan daerah tepi pantai banyaknya jalan yang lebih tinggi daripada rumah warga,” bunyi penyebab dalam penelitian tersebut.

Wacana “Giant Sea Wall” Pantura Subang

Wacana pembangunan tembok raksasa (giant sea wall) Pantura Jawa sudah mencuat sejak Pilpres 2024 lalu. Prabowo Subianto mengulirkan wacana tersebut. Butuh Rp 700 triliun untuk pembangunan tembok raksasa tersebut.

“Estimasi biaya mungkin bisa Rp600 sampai Rp700 tergantung berapa besar karena itu studinya kita sedang siapkan. Kita bicara triliun,” kata Airlangga di Bandung, awal tahun lalu.

Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, yang mengunjungi warga terdampak banjir rob di Mayangan, menyebut akan membangun tembok rasa tersebut. Tanggul itu menjadi solusi jangka panjang mencegah abrasi, rob, hingga intrusi air laut.

“Tapi secara jangka panjang, kami akan berkoordinasi dengan Kementerian PU untuk membuat penahan ombak yang mungkin lebih permanen dan lebih tinggi dan itu harus cepat (dibangun),” katanya.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *