Polemik Susu di Makan Bergizi Gratis, Perlukah Jadi Menu Wajib?

Keberadaan menu susu pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) sempat ramai dibicarakan. Beberapa wacana tentang penggantian susu sapi UHT dengan daun kelor atau susu ikan juga sempat mencuat ke permukaan.

Hal itu terjadi karena produksi susu di Indonesia belum mencukupi kebutuhan. Menukil dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi susu di Indonesia pada 2023 masih di angka 837.223 ton. Sedangkan, kebutuhan akan susu di tahun 2024 saja sudah mencapai 4,7 juta ton. Dari total kebutuhan tersebut, produksi susu lokal hanya mampu memenuhi 18 persen saja. Sisanya, sebanyak 82 persen harus impor dari luar negeri.

Belum lagi, berjalannya program MBG di tahun 2025 akan menambah kebutuhan susu. Menurut Pusat Analisis Badan Keparlemanan Badan Keahlian Setjen DPR RI, kebutuhan akan susu mencapai 756,46 juta liter. Kebutuhan tersebut akan terus bertambah hingga 2029 yang diproyeksikan akan mencapai 3,78 miliar liter per tahun. Pemerintah Indonesia perlu memutar otak untuk memenuhi kebutuhan akan susu di program MBG.

Melihat persoalan tersebut, masyarakat seolah tertelan paradigma bahwa “Bergizi” harus dengan susu. Pemerintah juga memperkuat paradigma tersebut dengan berbagai skema pergantian gizi susu.

Benarkan susu harus ada dalam porsi makan yang bergizi?

Sasaran program MBG adalah anak – anak masa pertumbuhan atau peserta didik, balita, ibu hamil dan ibu menyusui. Sehingga mayoritas kelompok kebutuhan gizi yang dibutuhkan adalah untuk anak dengan usia lebih dari 2 tahun.

Menurut dosen Jurusan Agroindustri di Politeknik Negeri Subang, Irna Dwi Destiana, kebutuhan gizi untuk anak lebih dari dua tahun tak harus dengan susu.

“Sebenarnya ada update terkait pemberian susu tambahan (sapi) bagi anak di atas 2 tahun, jadi selama ini kan kita merasa bahwa susu menjadi penyempurna untuk gizi, tetapi sebenarnya anak di atas 2 tahun itu kebutuhan gizinya sudah bisa dipenuhi dengan makanan gizi seimbang,” katanya kepada Cluetoday.

Konsumsi Susu Justru Dibatasi

Justru, pemberian susu untuk anak diatas 2 seharusnya tak lebih dari 700 ml per hari. Artinya, konsumsi susu tidak boleh lebih dari 3 kotak susu UHT ukuran sedang. Pemberian susu sapi untuk anak – anak hanya diprioritaskan untuk anak yang kebutuhan gizinya sangat kurang.

“Nah, susu sangat dibutuhkan untuk anak – anak dengan kebutuhan gizi yang sangat kurang,” katanya.

Irna juga menjelaskan bahwa kebutuhan susu untuk anak yang gizinya sangat kurang dapat menyesuaikan dengan berat badan anak.

Lebih rinci, Irna memaparkan gizi yang terkandung dalam susu adalah protein, lemak, karbohidrat jenis laktosa dan kalsium.

“Selama bahan makanan kita mengandung nutrisi itu maka seharusnya bisa saja tergantikan. Malah rekomendasi dokter anak, baiknya anak diberi makanan dan sumber nutrisi yang beragam tidak hanya dari 1 sumber saja,” tutur Irna.

Benar kata pemerintah, bahwa kandungan tersebut dapat tergantikan oleh jenis pangan lain, meski tidak harus susu ikan yang produksinya bahkan belum banyak.

Mengganti susu sapi dengan susu ikan boleh jadi malah akan menambah masalah baru. Indonesia belum mampu menyediakan produksi enzin protease untuk mengubah protein ikan menjadi hidrolisat agar menjadi susu. Dalam hal ini, BRIN perlu bekerja lebih keras.

Susu memang dapat menjadi sumber gizi yang baik, namun dengan keterbatasan jumlah produksi, hanya daerah penghasil susu yang memungkinkan memiliki menu susu.

4 Sehat 5 Sempurna vs Isi Piringku

Keberadaan susu pada menu bergizi sangat erat kaitannya dengan slogan 4 sehat 5 sempurna yang menempatkan susu sebagai penyempurna menu bergizi. Slogan tersebut bahkan sudah tidak setara dengan perkembangan gizi dewasa ini. Menu 4 sehat 5 sempurna atau 4S5S pertama kali muncul dari gagasan Poerwo Soedarmo yang memiliki julukan Bapak Gizi Indonesia pada tahun 1950.

Meskipun sudah 75 tahun, slogan tersebut masih melekat di masyarakat daripada panduan Isi Piringku yang merupakan panduan terbaru dari Kementrian Kesehatan.

Perbedaannya, pada 1950 susu merupakan gizi pelengkap dan menyempurnakan makan bergizi. Namun, melihat panduan Isi Piringku, kedudukan susu ada pada kelompok lauk pauk yang dapat tergantikan dengan menu lainnya. Susu bersanding dengan menu protein hewani lainnya seperti daging ikan, atau olahan protein lainnya seperti keju.

Stigma 4S5S yang terlalu kuat atau promosi Isi Piringku yang lemah, masyarakat perlu lebih banyak mendapat edukasi. Sehingga, tuntutan akan kehadiran susu dan polemic ekspor impor susu tidak terlalu membebani ditengah anggaran program MBG yang hanya Rp 10 Ribu.(Sin/Clue)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *