Oleh : Sinta Agustiana
Pemilu 2024 yang berlangsung pada Rabu (14/2/2024) baru saja dilaksanakan. Alih-alih memanfaatkan teknologi untuk mempermudah kinerja KPPS, aplikasi SiRekap milik KPU malah bikin anggota KPPS repot.
Pada pemilu kali ini, masyarakat harus memilih 5 wakil rakyat sekaligus. Artinya, ada 5 surat suara yang dibuka satu persatu. Para pemilih akan membuka lipatan surat suara, mencoblos kemudian dilipat kembali. Setelah itu, masing-masing surat suara akan dimasukan kedalam kotak suara sesuai dengan kategori.
Dibalik itu, ada petugas KPPS yang mempersiapkan hal tersebut dari awal hingga akhir. Petugas KPPS yang sempat viral dengan konten “abdi negara” waktu lalu, harus bekerja maksimal setelah pukul 13.00 WIB.
Proses penghitungan dimulai dengan membuka kotak suara dan dilihat satu persatu suara yang telah dihimpun. Jumlah suara ditulis pada form C. Form C inilah yang menjadi berkas terpenting.
Terdapat 5 berkas form C yang terdiri Dari Presiden Dan wakil presiden, DPR RI, DPRD PROVINSI, DPD RI dan DPRD kab/kota. Pemerintah mengupayakan agar hasil yang diterima lebih mudah disalurkan dan hasil lebih cepat diproses. Untuk itu, pihak pemerintah menggunakan aplikasi siRekap.
Aplikasi tersebut diharapkan membantu proses perolehan hasil lebih cepat. Petugas siRekap yang telah difasilitasi paket data tersebut harus mengunggah form C sesuai fitur Sirekap yang telah disesuaikan.
Proses siRekap
Proses mengunggah data pada aplikasi tersebut diawali dengan memotret lembar daftar Hadir pemilih. Dilanjutkan mendaftarkan panwas dan para saksi, Setelah itu, proses upload form C dilakukan.
Proses form C diawali dengan memotret lembar per lembar. Setelah tersimpan di aplikasi, sistem akan membaca data. Jumlah pemilih dan jumlah suara yang didapat.
Namun meskipun form C dilengkapi dengan nilai angka, tulisan kapital dan verifikasi pembulatan dibawah angka layaknya kertas ujian nasional, sistem masih selalu keliru membaca data.
Bahkan, nilai yang berisi 0 pun dapat dibaca ratusan. Bukan keakuratan yang didapat, sistem tersebut justru rawan kekeliruan.
Petugas siRekap yang telah menulis hasil secara manual pada kertas form C, harus mengunggah foto dengan sistem aplikasi yang “lemot”. Setelah berhasil terunggah dengan sabar, ia harus memastikan bahwa sistem membaca tulisannya dengan tepat. Proses tersebut dilakukan angka perangka dari sekian banyak angka.
Petugas siRekap yang kurang jeli dan tidak memperhatikan hasil yang diunggahnya akan mengunggah data mentah – mentah dengan mengunci data dan membuat berkas pdf untuk selanjutnya dikirimkan kepada PPS.
Apakah petugas siRekap bisa disalahkan dalam sistem tersebut?
Dalam pemilu Kali ini, petugas KPPS Dan PPS bertugas lebih dari 24 jam. Hal yang paling menghambat adalah mengolah hasil perhitungan. Proses perhitungan kelima kotak suara rata – rata selesai pukul 22.00 malam.
Petugas siRekap yang sudah berusaha mengunggah hasil dari pukul 13.00 WIB sejak ditutupnya waktu pencoblosan, tidak dapat mengakses aplikasi hingga tulisan ini diturunkan.
Sirekap Masih kalah oleh aplikasi scanner
Mulai dari diitutupnya penghitungan hingga dini hari adalah waktu yang dihabiskan sia – sia untuk mengunggah data yang sama sekali tidak berhasil.
Hingga keesokan harinya, petugas PPS akhirnya mengintruksikan untuk mengunggah hasil c dengan potret manual dan melakukan pemberkasan pdf dengan menggunakan aplikasi scanner biasa.
Malangnya, hasil yang terpotret di aplikasi siRekap tidak dapat disimpan dalam galeri. Karena aplikasi tersebut bertujuan untuk tidak menyimpan data offline.
Alhasil, TPS yang belum sempat memotret hasil c dalam bentuk foto biasa harus kembali membongkar kotak suara yang beberapa bahkan telah disegel dan dikembalikan ke PPS. Sistem yang diharapkan mempermudah proses dan mengurangi celah kecurangan justru membuat banyak sekali celah untuk dapat memanipulasi hasil pemilu. (clue)