Anak dan Ayah Jadi Tersangka, Kerugian Negara dari Skandal Pertamina Tembus Rp 285 Triliun

JAKARTA – Pada Juni 2025, Kejaksaan Agung menyita sejumlah barang bukti saat menggeledah kediaman pengusaha minyak M. Riza Chalid, yang diduga terlibat dalam perkara korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) di PT Pertamina pada periode 2018 hingga 2023. Barang bukti yang diamankan antara lain uang tunai senilai Rp 883 juta dan 1.500 dolar AS. Selain Riza Chalid, anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza, juga telah ditetapkan sebagai tersangka bersama sejumlah pihak lain dari unsur Pertamina maupun swasta. Tim penyidik turut menemukan sejumlah dokumen dan mata uang asing saat melakukan penggeledahan di lokasi lain yang milik para tersangka.

Selanjutnya, pelanggaran dalam perkara ini mencakup impor minyak melalui perantara, pemberian subsidi dan kompensasi yang tidak tepat, serta dugaan pencampuran BBM. Modus pencampuran ini dilakukan dengan membeli BBM berkualitas rendah, seperti RON 88, namun dibayar seharga RON 92, kemudian dicampur agar menyerupai standar yang ditetapkan. Potensi kerugian negara dari praktik ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun, dan nilainya kemungkinan masih akan bertambah seiring dengan pendalaman penyidikan oleh Kejaksaan Agung.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menyatakan keprihatinannya dan mendorong penguatan sistem pengawasan di tubuh Pertamina, baik oleh Kementerian BUMN maupun jajaran komisaris. Ia menekankan pentingnya menjaga agar subsidi tepat sasaran dan distribusi BBM tidak disalahgunakan. Meski sejumlah pejabat telah ditangkap, Eddy tetap optimistis bahwa pendistribusian BBM secara nasional akan tetap berjalan lancar berkat sistem operasional Pertamina yang telah terstandarisasi.

Upaya Kejagung Menyelesaikan Kasus

Pada Kamis (10/7/2025), Kejaksaan Agung resmi menetapkan 9 tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina selama periode 2018–2023, termasuk M. Riza Chalid yang sebelumnya dikenal dalam skandal “Papa Minta Saham”. Para tersangka berasal dari kalangan pejabat Pertamina serta pihak swasta, termasuk anak Riza, Muhammad Kerry Andrianto Riza. Mereka diduga terlibat dalam berbagai penyimpangan yang menyebabkan kerugian bagi negara dan perekonomian nasional. Dari 9 tersangka baru tersebut, 8 langsung ditahan, sementara Riza Chalid diduga berada di luar negeri dan sedang dicari lewat kerja sama internasional.

Selanjutnya, penyimpangan yang terjadi meliputi pengadaan serta kegiatan ekspor-impor minyak mentah dan BBM, manipulasi dalam kontrak penyewaan kapal, serta penyewaan terminal BBM yang melibatkan PT Orbit Terminal Merak (OTM). Salah satu penyimpangan signifikan adalah penghapusan klausul kepemilikan aset dalam kontrak sewa tangki antara PT OTM dan PT Pertamina Patra Niaga, yang berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp 2,9 triliun. Selain itu, para tersangka juga diduga menjual solar non subsidi di bawah harga dasar dan melakukan kompensasi Pertalite secara ilegal. Namun demikian, penyidik menegaskan bahwa temuan tersebut baru merupakan sebagian kecil dari keseluruhan kasus yang masih terus diselidiki.

Sementara itu, total kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus ini diperkirakan mencapai Rp 285 triliun, yang meliputi kerugian finansial maupun dampak negatif terhadap perekonomian nasional. Sampai saat ini, Kejaksaan telah memeriksa 273 saksi serta 16 ahli. Dengan bertambahnya sembilan tersangka baru, jumlah total tersangka kini menjadi 18 orang, termasuk pejabat tinggi di Pertamina dan pemilik perusahaan mitra. Kesembilan tersangka pada tahap pertama tersebut dikabarkan sudah siap menjalani proses persidangan karena berkas perkara mereka telah lengkap dan diserahkan kepada jaksa penuntut umum.

Aasan Kejagung belum menjatuhkan peradilan secara “in absentia” kepada M Riza Chalid

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan sembilan tersangka baru dalam perkara korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina selama periode 2018-2023, sehingga total tersangka saat ini mencapai 18 orang. Di antara para tersangka terdapat tokoh-tokoh penting dari lingkungan Pertamina maupun pihak swasta, termasuk M Riza Chalid beserta putranya, Muhammad Kerry Andrianto Riza. Para tersangka tersebut diduga bekerja sama melakukan berbagai penyimpangan dalam pengadaan, ekspor-impor minyak, penyewaan kapal dan terminal BBM, serta manipulasi kontrak, dengan potensi kerugian negara hingga Rp 285 triliun.

Selanjutnya, para tersangka melakukan korupsi dengan cara memanipulasi proses pengadaan minyak, memberikan perlakuan khusus dalam tender, serta mengatur agar proyek-proyek dimenangkan oleh perusahaan tertentu yang memiliki hubungan dengan mereka. Selain itu, beberapa pejabat di Pertamina dan pihak swasta juga menaikkan harga sewa kapal secara tidak wajar dan mengekspor minyak mentah negara ke luar negeri meskipun kebutuhan dalam negeri belum terpenuhi. Salah satu tindakan mencolok adalah penyewaan Terminal BBM Merak selama 10 tahun, yang dilakukan walaupun belum diperlukan, serta penghilangan skema kepemilikan aset Pertamina dalam kontrak tersebut.

Serta, M Riza Chalid, yang merupakan salah satu tersangka utama, diketahui sedang tidak berada di Indonesia dan telah tiga kali mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung. Saat ini, penyidik tengah menjalin kerja sama dengan perwakilan kejaksaan di luar negeri, khususnya di Singapura, untuk melacak keberadaannya. Abdul Fickar Hadjar sebagai Pakar hukum pidana mengkritik lambatnya tindakan Kejagung dalam mencegah pelarian Riza dan mendesak agar proses hukum terhadapnya dijalankan secara in absentia. Ia juga menegaskan pentingnya koordinasi antara Kejagung dengan KBRI serta Presiden Prabowo, yang sebelumnya berkomitmen untuk mengejar para koruptor hingga ke Antartika.

Kejagung Belum Mengeluarkan Status Buron Terhadap Riza Chalid

Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mempertimbangkan untuk menetapkan M Riza Chalid sebagai buron (DPO) jika yang bersangkutan kembali mangkir dari panggilan pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018–2023. Selain itu, Riza Chalid sudah tiga kali absen tanpa alasan yang jelas saat dipanggil sebagai saksi, sehingga namanya kini masuk dalam daftar pencegahan ke luar negeri. Sementara itu, Direktur Penyidikan Kejagung menyampaikan bahwa Riza Chalid kemungkinan besar sudah meninggalkan Indonesia dan sedang dalam pencarian melalui kerja sama dengan atase kejaksaan di luar negeri, terutama di Singapura.

Kemudian, Riza Chalid juga tercatat sebagai pemilik manfaat PT Orbit Terminal Merak dan telah ditetapkan sebagai salah satu dari 18 tersangka dalam kasus ini, termasuk anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza. Mereka diduga terlibat dalam konspirasi berbagai penyimpangan tata kelola, mulai dari pengadaan hingga penyewaan fasilitas minyak, termasuk manipulasi kontrak sewa Terminal BBM Merak bersama sejumlah pejabat Pertamina. Kerugian negara akibat seluruh rangkaian korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 285 triliun, dengan nilai kerugian khusus dari kontrak bersama PT OTM sekitar Rp 2,9 triliun.

Lalu, Abdul Fickar Hadjar, seorang ahli hukum pidana, menilai bahwa Kejagung sebaiknya lebih cepat mengambil langkah mencegah Riza Chalid keluar negeri sejak awal dan apabila diperlukan, segera menuntutnya secara in absentia. Ia juga menegaskan pentingnya kolaborasi dengan KBRI serta negara-negara lain dalam upaya menangkap Riza Chalid, bahkan mengutip komitmen Presiden Prabowo yang bertekad mengejar koruptor hingga ke Antartika sebagai motivasi bagi Kejagung untuk segera menyelesaikan kasus ini.(clue)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *