Subang–Kepolisian Resor Subang menangkap 129 orang yang disinyalir akan melakukan tindakan vandalistis saat aksi demo di kantor DPRD Subang, pada Senin (01/09/25).
Dari 129 orang ini, 94 merupakan pelajar SMA/SMK dan 2 pelajar SMP, yang usianya rata-rata masih berstatus anak. Lainnya 1 orang mahasiswa dan 32 tidak sekolah.
Kepolisian melakukan pencegahan dengan menangkap anak-anak ini sebelum sampai di titik aksi demonstrasi. Aparat menemukan bukti percakapan provokatif di grup Whatsapp yang diyakini membahayakan keamanan.
“Dari hasil pemeriksaan, para terduga mengaku mengetahui informasi aksi melalui media sosial dan grup WhatsApp. Kami juga menemukan narasi provokatif yang mengarah pada ajakan anarkis,” kata Kapolres Subang, Ajun Komisaris Besar Dony Eko Wicaksono, saat konferensi pers, Senin (01/09/25) malam di Polres Subang.
Pelibatan anak dalam aksi demonstrasi rawan menjadi korban kekerasan. Rawan dieksploitasi kepentingan politik orang dewasa.
Kendati demikian, anak memiliki Hak Bersuara yang dijamin dalam Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak nomor 35 Tahun 2014. Mereka harus dilibatkan dalam pengambilan kebijakan melalui Forum Anak atau organisasi sekolah.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia Nomor 18 tahun 2019, mengatur Penyelenggaraan Forum Anak. Pembentukannya mulai dari tingkat pusat hingga desa.
“Anak-anak berhak bersuara, tetapi aspirasi itu harus diarahkan melalui jalur yang tepat, aman, dan ramah anak. Peran orangtua dan guru sangat penting untuk memberikan edukasi dan pendampingan,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi, dikutip Kompas.id.
Di Subang sendiri, sudah ada forum anak. Namanya Forum Anak Gotongroyong (Fagor). Mereka bernaung di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana, Perlindungan Perempuan dan Anak (DP2KBP3A).
Forum Anak ini harus diperkuat. Promosikan forum ini. Libatkan mereka dalam setiap jengkal ruang pengambilan kebijakan.
Setiap tahun mereka menyusun Suara Anak Daerah (SAD) yang disampaikan pada Hari Anak Nasional ataupun dalam musrenbang.
Namun, belum ada laporan resmi perihal capaian realisasi SAD. Padahal, hal tersebut jadi indikator penting dalam penilaian Kabupaten Layak Anak (KLA). Tahun ini, Subang masih bertahan di level “Pratama”.
Persoalan klasik keterbatasan anggaran seringkali jadi alasan. Namun, hal ini tergantung “political will” pemangku kebijakan daerah.
Sehingga, saat Forum Anak semakin diperkuat dengan memberikan ruang partisipasi sebesar-besarnya. Eksploitasi anak oleh orang dewasa tidak terjadi.
Jangan tunggu anak-anak mencari panggung di jalanan hanya karena panggung resmi untuk mereka sunyi.