BANDUNG – Pada tanggal 18 Mei 2023, diadakan acara Artist Talk di Aula Sekolah Tinggi Desain Indonesia bersama para perupa dari Pameran Rasa, Asa, dan Bahasa. Acara ini bertujuan untuk menciptakan ruang dialog antara perupa, kurator, dan masyarakat umum dalam menyikapi karya-karya yang dipamerkan. Dialog terbuka ini memberikan manfaat yang banyak, termasuk mengurangi jarak antara karya seni, seniman, dan masyarakat.
Menurut, Ferri Agustian Sukarno, semua karya yang dipajang dalam pameran memiliki tematik, bahasa rupa, dan menggunakan media yang beragam. Ini merupakan suatu kondisi yang pernah dibayangkan oleh Fajar Sidik pada tahun 1992, di mana suatu saat nanti seniman akan berkolaborasi dengan filsuf, pemikir budaya, dan ilmuwan lainnya untuk mencari keindahan, kebenaran, dan mengungkap misteri kehidupan.
Adanya persilangan budaya dapat terlihat jelas, seperti dalam karya Dinda Anindita yang mengangkat tentang Lembuswana, hewan mitologi dari Rakyat Kutai. Dalam karyanya, Dinda menggunakan ilustrasi digital dengan gaya pop art dan menggabungkannya dengan ilusi optik secara cerdas. Ini merupakan perpaduan menarik antara Kearifan Timur dan Rasionalitas Barat. Sedangkan Fairus Shinta menyampaikan ketidaknyamanan melalui karya instalasi. Hal ini menunjukkan kecenderungan karya yang berlawanan dengan Seni Rupa Modern yang bersifat pasti dan mutlak.
Melalui acara ini, Ferri berharap pengunjung dapat menyadari bahwa bidang seni rupa telah mengalami perubahan. Perubahan tersebut tidak hanya dalam hal teknik dan media, tetapi juga dalam gagasan. Paradigma Modern Barat yang monoton dan homogen telah mencapai titik buntu. Kini, paradigma Global/Kontemporer yang plural dan heterogen telah menggantikannya.
Di akhir Artist Talk yang dipadati oleh pengunjung, diadakan sesi tanya jawab yang berlangsung dengan penuh semangat dan keceriaan.(FA/CLUE)