SUKABUMI — Pemerintah daerah dan masyarakat disorot tajam oleh DPR dan aktivis atas kasus tragis balita perempuan bernama Raya (3–4 tahun), asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, yang meninggal dunia pada 22 Juli 2025 setelah tubuhnya penuh cacing. Pengabaian berlapis dari sanitasi hingga administrasi terlihat mencolok dalam tragedi yang semestinya bisa tercegah.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menuding pemerintah daerah dan lingkungan sekitar bersikap lalai dalam mencegah malapetaka ini.
“Kalau masyarakat sekitarnya sudah lalai, apalagi pemerintah daerah. Ini sangat menyedihkan, apalagi kasus mengancam nyawa anak-anak,” kritiknya.
Komisi VIII meminta agar pejabat dan masyarakat peka, serta bertindak cepat bila mendapati kondisi mencurigakan demi perlindungan anak.
Sementara itu, Dinkes Kabupaten Sukabumi menjelaskan bahwa Raya sebelumnya mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan obat cacing massal sebagaimana aturan, namun kondisi balita sangat memprihatinkan saat tertangani.
Menurut Agus, perwakilan Dinkes, PMT yang seharusnya cukup untuk 14 hari. Karena kekurangan gizi parah (BGM), ternyata habis dalam dua hari.
“Pola asuh menurun turut memperparah kondisi. Meskipun KMS awalnya normal, semakin ke sini, pengasuhan mulai terabaikan,” ungkapnya.
Syarat Dokumen jadi Penghalang
Selain itu, balita sempat tidak memiliki identitas resmi (KK/BPJS), sehingga akses layanan kesehatan terbatas. Relawan Rumah Teduh turun tangan, namun respons dari pemda lambat dan prosedural.
Di tingkat lokal, aktivis Irman Firmansyah menuduh negara absen dalam memberikan hak dasar kepada warga. Menurutnya, sejak lahir Raya “tidak pernah masuk sistem kesehatan” karena kurangnya dokumen dan perhatian pemerintah.
“Pemerintah hadir hanya saat pemakaman, padahal saat masih hidup justru masyarakat kecil yang aktif bergerak,” jelas Irman.
Irman menyerukan agar BLUD dan anggaran sosial tidak hanya menjadi alat administratif tetapi benar-benar menyentuh warga miskin tanpa diskriminasi.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, turut bereaksi keras. Ia menyatakan kekecewaan mendalam dan memberikan sanksi nyata: penundaan pencairan dana desa untuk Desa Cianaga.
“Perangkat birokrasi dari tingkat RT pun tidak menunjukkan empati. Saya tunda bantuan desa karena mereka gagal mengurus warganya,” tegas Dedi.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Faizal Akbar Awaludin, menekankan bahwa tragedi ini merupakan kegagalan kolektif, bukan hanya pemerintah.
“Ini salah kita semua, termasuk saya sebagai anggota DPRD. Perlu regulasi dan sinergi lintas lembaga agar tragedi demikian tidak terulang,” ujarnya. (clue)
Baca juga : https://cluetoday.com/pembangunan-ikn-berpotensi-mangkrak-investor-ragu-untuk-melanjutkan-proyek/