CLUE LIPSUS
SUBANG – BPS merilis angka inflasi. Hasilnya mengejutkan, Kabupaten Subang tertinggi di Jabar. Angka inflasi menyentuh 4,90. Menariknya penyebab inflasi di Subang dipicu harga beras yang melambung. Padahal Subang merupakan lumbung padi terbesar ketiga di Jawa Barat.
Kali ini Subang menjadi salah satu dari tiga kabupaten baru yaitu Majalengka dan Kabupaten Bandung yang menjadi basis perhitungan inflasi di Jawa Barat. Ketiga kabupaten ini untuk pertama kalinya dapat mengukur sendiri tingkat inflasi di daerahnya.
Hasilnya, inflasi year on year (y-on-y) Kabupaten Subang adalah 4,90 yang membawa Subang menjadi kabupaten dengan nilai inflasi tertinggi se – Jawa Barat. Disusul oleh Kabupaten Bandung sebesar 4,11 persen dan Kabupaten Majalengka sebesar 2,81 persen.
Gejolak Pangan Jadi Penyebab
“Beras itu ada 1,3 juta ton di Subang, tapi ada dimana?”
Pengamat ekonomi sekaligus Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Subang, Dr. Gugyh Susandi menerangkan ada banyak faktor yang menjadi penyebab tingginya angka inflasi. Para akademisi dan tentunya pemerintah harus mulai menganalisa satu – persatu untuk menemukan akar permasalahan.
Dalam rilisnya, BPS menyebutkan tingginya angka inflasi dipengaruhi oleh kenaikan kelompok pengeluaran. Komoditas yang menjadi penyumbang tingginya angka inflasi adalah mahalnya harga beras.
Menariknya, Subang adalah lumbung padi terbesar ketiga se – Jawa Barat, namun masyarakat justru harus membelinya dengan harga yang cukup mahal. Warga Subang, Gantina (30) mengaku dirinya membeli beras hari ini Kamis (15/2/2024) di pasar tradisional dengan harga Rp15 ribu per liter. Belum lagi dirinya harus dihadapkan dengan kelangkaan beras.
“Tadi pagi beli beras Rp15 ribu per liter. Biasanya beli karungan di penggilingan dan sekarang kosong. Kalau beli karungan di pasar itu males suka banyak kutu dan berasnya jelek,” terangnya.
BPS merilis statement bahwa terdapat keterlambatan masa tanam padi di Kabupaten Subang. Hal itu dapat menjadi penyebab ketersediaan beras menjadi defisit. Namun, benarkah Subang defisit beras?
Gugyh Susandi mengungkap data berdasarkan neraca pangan strategis. Subang, masih memiliki cadangan pangan sebesar 1,3 Juta ton. Seharusnya, Subang masih memiliki ketersediaan beras yang cukup memadai.
“Beras itu ada 1,3 juta ton di Subang tapi ada dimana. Kan di bulog gak sebanyak itu. Di peraturan perundang – undangan kan dia bukan pemonopoli. Jadi banyak gudang – gudang di swasta juga, larinya kemana. Kalo larinya ke industri, yang di pasar sedikit, naik,” ungkapnya.
Faktor lain adalah supply (penawaran) dan demand (kebutuhan konsumen). Keakuratan dan ketepatan metodologi yang digunakan tetap menjadi point penting.
“Jika unsur demand lebih rendah dari supply, artinya aksi dari penjual yang mengambil untung,” katanya.
Gugyh telah mengonfirmasi kepada tim BPS, angka inflasi yang mencapai 4,9 tersebut di survei dari harga pasar mana.
“Apakah metodologi sempelnya sudah akurat atau tidak. Berbicara sikap ilmiah, di 3 kabupaten ini perlu didalami. Yang dikunjungi yang paling ramai fluktuatif atau tidak. Dari sisi keilmiahan, distribusi sempel tetap jadi point,” tuturnya.
Gugyh mengungkapkan bahwa pengukuran suatu data tetap harus dilihat dari metodologinya. Namun, angka tersebut tetap harus diterima Kabupaten Subang.
“Konteksnya penelitian ilmiah, bukan meragukan data BPS,” ujar Gugyh.
Secara teoritis, terdapat 3 pembentuk inflasi, yaitu core inflation (nilai tukar, kurs rupiah), administrative price (harga – harga yang ditetapkan pemerintah (bbm, listrik, gas) dan gejolak pangan (volatile food).
Penyebab inflasi Subang adalah gejolak pangan (volatile food). Namun, ada kemungkinan, dibelakang itu terdapat masalah administratif yaitu CHT atau pajak Cukai Hasil Tembakau dan PPn yang sudah jelas mengalami kenaikan.
Dampak Inflasi
Secara signifikan, dampak langsung belum dapat dilihat dan terdata lebih jelas. Namun, terjadinya inflasi akan banyak berdampak pada sektor – sektor lain. Selain itu, masyarakat akan merasa terbebani dengan harga yang terus meroket.
Gugyh menyebutkan, dampak inflasi akan berpengaruh tinggi terhadap ekonomi makro, psikologi pasar hingga menyebabkan panic buying. Bahkan, inflasi juga memberikan peluang terciptanya tindakan – tindakan yang tidak bertanggungjawab.
“Karena inflasi ini efeknya besar ke makro ekonomi lainnya, mempengaruhi psikologi pasar, bisa mengakibatkan panic buying, bisa juga tindakan – tindakan yang tidak etis yang lebih lanjut. Ada orang bisa menimbun nantinya,” ungkap Gugyh.
Namun, Dr. Gugyh Susandi mengaku sangat menunggu dan menyambut hasil perhitunhan inflasi ini, karena Subang pada akhirnya dapat mengukur inflasi sendiri tanpa mengacu pada daerah terdekat.
“Sebagai orang Subang ya, Kabupaten Subang masuk kedalam 10 Kota/Kabupaten yang menjadi basis inflasi di Jawa Barat itu saya sangat senang. Karena akhirnya subang menjadi kota yang dihitung inflasinya di Jawa Barat. Dari 27 kota kabupaten itu hanya 10 yang diukur inflasinya,” ungkapnya.
Upaya Pemerintah
“Pemkab menggelar OPM (operasi pasar murah) itu, tidak ada anggaran, baik dari APBD kabupaten, provinsi maupun dari pusat”
Secara teori, Gugyh mengungkapkan bahwa upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk mengendalikan inflasi adalah dengan menciptakan keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif.
Menilik lebih jauh upaya pemerintah, Cluetoday berbincang dengan Asda II Kabupaten Subang, Hidayat di ruang kerjanya.
Ia menyebutkan, pemerintah telah mengupayakan penanggulangan inflasi melalui upaya koordinatif dan kolaborasi pemerintah daerah.
“Melalui upaya koordinatif dan kolaborasi dari pemerintahan daerah, mengoptimalkan upaya-upaya dari mulai upaya di hulu yaitu komoditas yang bisa dijaga penyediaannya,” kata Hidayat.
Terkait komoditas pangan, Hidayat menyebutkan bahwa terdapat kebiasaan dari petani Subang yang menjual seluruh hasil panennya dan tidak menyediakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Jadi pada saat panen. dijual semuanya, kemudian setelah itu dia beli beras,” tutur Hidayat.
Dalam hal ini, yang dilakukan pemerintah adalah terus mengedukasi masyarakat, khususnya petani.
“Mengedukasi masyarakat karena sentra produksi beras, tapi (harga) beras masih tinggi,” Lanjutnya.
Terkait peran Bulog, Hidayat menyebutkan bahwa pemerintah dapat melakukan intervensi dan juga melakukan operasi pasar.
“Kemudian intervensi pemerintah juga tentu melakukan upaya seperti koordinasi dengan pihak bulog. Bagaimana stok beras. Atau kalau juga upaya dilakukan selain operasi pasar,” lanjut Hidayat.
Sementara itu, operasi pasar telah dilakukan. Hingga 5 Februari lalu, dari target 30 kecamatan, pemerintah hanya mampu menggelar pasar murah di 6 kecamatan saja. Dikutip dari Tiradar.com, Kabag Perekonomian Kabupaten Subang Nurudin mengungkapkan, bahwa kegiatan pasar murah tersebut digelar tanpa anggaran.
“Pemkab menggelar OPM itu, tidak ada anggaran, baik dari APBD kabupaten, provinsi maupun dari pusat,” ucap Nurudin.
Mengendalikan inflasi di Kabupaten Subang merupakan salah satu tugas utama dari Pj Bupati Dr. Imran. Tingginya angka inflasi y-on-y pada Januari 2024 ini seolah menjadi “Ujian” bagi Pj Bupati untuk menuntaskan misinya dalam memimpin Subang.
Diungkap Asda II, Pj Bupati telah berkoordinasi dengan seluruh jajaran pemerintah terkait inflasi.
“Pak Pj Bupati mengharapkan seluruh komponen terutama jajaran pemerintah harus betul-betul dengan langkah-langkah yang tepat, cepat, terkoordinasi, bersama-sama mengatasi daripada inflasi ini,”ungkap Hidayat kepada Cluetoday.
Hidayat mengatakan, Pj Bupati telah melakukan himbauan terkait inflasi tersebut hingga ke tingkat desa.
“Beliau juga menghimbau gemar menanam dengan pemanfaatan lahan pekarangan, sebagaimana suratnya sudah disampaikan melalui para camat dan dilanjutkan kepada para kepala desa untuk gerakan menanam, begitu,” Lanjutnya.
Peran partisipatif
Tingginya inflasi tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah saja, permasalahan yang bergitu kompleks ini diperlukan beberapa peran penting lainnya yaitu para pedagang dan masyarakat itu sendiri.
Dalam hal ini, akademisi sekaligus Tim Pengendalian Inflasi Daerah, Dr. Gugyh Susandi mengatakan perlu upaya parisipatif bersama. Menurutnya, pedagang yang menjadi salah satu pelaku ekonomi sangat berperan penting dalam mengendalikan laju inflasi
“Untuk para pedagang, ada pendekatan moral. Harus wajar dalam mengambil profit jangan sampai mengambil margin yang terlalu tinggi. Tidak aksi jangka pendek yang mengakibatkan efeknya besar,” kata Gugyh Susandi di kantornya.
Dalam mengendalikan harga beras, pemerintah dapat melakukan himbauan atau moral suasion kepada pedagang – pedagang ecer beras yang dilapangan.
“Tolong jangan aji mumpung. Karena efeknya inflasi dapat merubah psikologis pasar dan perekonomian nanti memicu kenaikan di produk – produk lain. Karena psikologisnya sudah naik, padahal bukan daya beli yang naik,” lanjut Gugyh.
Inflasi sering dimanfaatkan pihak – pihak yang tidak bertangjawab untuk melakukan tindakan – tindakan tidak bijak demi kepentingan pribadi. Dengan segala kekhawatiran tersebut, tentunya moral suasion perlu dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi.
“Yang tidak punya uang panik, yang punya uang bisa bermain dari situasi itu,” ujar Gugyh menutup keterangannya. (lipsus/clue)