JAKARTA – Program wajib militer dinilai memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia, meskipun pelaksanaannya memerlukan dukungan anggaran yang besar.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dalam jawabannya terhadap pertanyaan peserta pada sebuah webinar yang membahas keterlibatan warga negara dalam situasi perang.
“Kalau nanti kita sudah memiliki anggaran yang jauh lebih besar, bukan tidak mungkin kita bisa menerapkan kebijakan yang lebih maju, seperti wajib militer. Tapi tentu saja, itu membutuhkan biaya yang sangat besar,” ungkap Frega Ferdinand pada Jumat (18/4/2025), mengutip dari voi.id.
Dalam webinar itu, ia juga menekankan bahwa penerapan wajib militer (Wamil) tidak dapat diartikan sebagai upaya militerisasi. Melainkan sebagai bentuk tanggung jawab yang sesuai dengan amanat konstitusi.
Ia menambahkan bahwa partisipasi dalam bela negara bersifat sukarela dan difasilitasi melalui program Komponen Cadangan (Komcad) serta kegiatan bela negara lainnya.
“Ini adalah bentuk tanggung jawab. Kan amanah konstitusi, pertahanan adalah hak dan kewajiban setiap warga negara,” katanya mengacu kepada Undang-undang dasar negara republik Indonesia 1945.
“Saat ini dengan keterbatasan anggaran yang kami punya, kami baru mencetak beberapa ribu, dan tentunya melalui seleksi. Mereka pun juga sewaktu-waktu ada kondisi darurat siap untuk dimobilisasi,” lanjutnya.
TNI Adalah Garda Terdepan di Situasi Darurat
Selain itu, ia juga menerangkan bahwa dalam situasi darurat, unsur utama yang pertama kali digerakkan dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) adalah TNI. Yang berperan sebagai kekuatan inti militer nasional.(clue)