PATI — Rencana aksi demo Pati jilid 2 yang digadang-gadang akan lebih besar dibanding jilid pertama ternyata berakhir antiklimaks. Jalanan Pati yang semula diprediksi akan dipenuhi ribuan massa pada Rabu (20/8/2025) justru lengang. Massa aksi tak kunjung datang, sementara aparat kepolisian yang sudah bersiaga penuh malah menghadapi suasana sepi.
Kapolres Pati, AKBP Agung Setiyono, menegaskan bahwa jumlah massa yang hadir tidak lebih dari 70 orang. Jumlah itu jauh di bawah klaim panitia aksi yang menargetkan 10 ribu peserta.
“Kami sudah menyiapkan 600 personel gabungan dari Polri, TNI, dan Satpol PP. Namun di lapangan ternyata massa yang hadir sangat sedikit, tidak sampai seratus orang. Tidak ada penyampaian aspirasi berarti, hanya orasi singkat lalu bubar,” kata Agung saat konferensi pers di Mapolres Pati.
Data resmi kepolisian menunjukkan, 12 truk dan 7 minibus yang akan mengangkut massa dari wilayah kecamatan tak pernah bergerak ke Pati kota. Beberapa titik kumpul seperti Juwana dan Tayu dilaporkan sepi.
Kapolres Pati AKBP Agung mengaku pihaknya sudah memetakan nama-nama provokator yang terlibat pada demo jilid pertama.
“Beberapa koordinator sudah kami panggil untuk dimintai keterangan. Jadi wajar bila kali ini mereka lebih berhati-hati dan tidak berani bergerak besar-besaran,” ujar Agung.

Publik Mulai Jenuh
Di sisi lain, warga Pati mulai menunjukkan kejenuhan terhadap aksi jalanan. Banyak yang menilai isu yang di angkat terlalu repetitif dan tak memberi solusi nyata.
“Demo pertama katanya membela rakyat kecil, tapi setelah itu senyap. Tidak ada hasil. Ya wajar kalau sekarang masyarakat malas ikut,” kata Wahyuni (36), pedagang kaki lima di sekitar Alun-Alun Pati.
Data jajak pendapat cepat yang di lakukan Lembaga Kajian Sosial dan Politik Muria (LKS-PM) terhadap 400 responden di Pati menunjukkan, 68% warga menilai aksi jilid 2 tidak relevan lagi dengan kebutuhan masyarakat, dan 22% percaya aksi hanya di tunggangi kepentingan politik.
Analisis Pengamat: Gerakan Kehilangan Legitimasi
Pengamat politik Universitas Muria Kudus, Dr. Suwondo, menyebut gagalnya demo jilid 2 menjadi bukti rapuhnya organisasi penggerak.
“Gerakan jalanan butuh kepercayaan publik. Kalau masyarakat menilai aksi hanya alat tawar-menawar politik, maka legitimasi akan hilang. Itulah yang kita lihat hari ini di Pati,” katanya.
Menurut Suwondo, kegagalan ini bukan sekadar soal teknis, melainkan menandai “kematian politik” sebuah gerakan.
“Kalau mesin logistik macet, koordinator pecah, dan narasi isu basi, maka publik akan meninggalkan. Ini pelajaran keras,” ujarnya.
Kini muncul pertanyaan besar: apakah kegagalan ini menjadi akhir dari rangkaian aksi, atau sekadar jeda sebelum muncul gelombang baru dengan wajah berbeda? (clue)
Baca juga : Dinilai Terlalu Dekat dengan Penguasa, BEM UGM dan UNDIP Mundur dari BEM SI