DPR Dorong Pembentukan Badan Reformasi Agraria, Pansus Konflik Lahan Siap Disahkan

JAKARTA — DPR RI resmi mendorong pembentukan Badan Pelaksana Reformasi Agraria guna mempercepat penyelesaian konflik lahan yang selama ini terjadi di berbagai daerah.

Langkah ini sekaligus menegaskan komitmen parlemen untuk menghadirkan keadilan bagi petani, nelayan, dan masyarakat adat yang kerap terlibat sengketa agraria.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan hal tersebut usai menerima audiensi dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama perwakilan petani dan nelayan di Gedung DPR, Jakarta.

“Kami melihat perlunya ada lembaga khusus yang fokus menjalankan reforma agraria. Karena selama ini masalah lahan terlalu banyak tersebar di berbagai kementerian, sehingga perlu ada satu badan pelaksana yang kuat,” ujar Dasco, Kamis (25/9/2025).

Dorongan pembentukan badan ini tidak lepas dari desakan organisasi masyarakat sipil, salah satunya KPA, yang menilai negara butuh lembaga permanen dengan kewenangan penuh.

Menurut KPA, lemahnya koordinasi antar kementerian—seperti ATR/BPN, Kehutanan, dan Pertanian—membuat program reforma agraria berjalan lambat.

Pansus Disahkan Oktober 2026

Ketua Umum DPN Tani Merdeka Indonesia, Don Muzakir, juga menyambut baik langkah DPR tersebut.

“Badan reforma agraria adalah kunci untuk menyelesaikan konflik lahan. Selama ini persoalan lahan tidak pernah tuntas karena tidak ada lembaga tunggal yang mengurusi. Jika ini terbentuk, maka redistribusi aset dan legalisasi tanah bisa lebih cepat,” kata Don dalam keterangan tertulis, Jumat (26/9/2025).

Selain mendorong pembentukan badan baru, DPR juga menyatakan sepakat membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria. Pansus ini direncanakan akan disahkan pada Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang DPR RI, 2 Oktober 2025 mendatang.

Dasco menambahkan, Pansus nantinya akan bekerja lintas komisi untuk mengawal kebijakan reforma agraria, sekaligus mendorong percepatan implementasi kebijakan satu peta (one map policy).

“Kita ingin tidak ada lagi tumpang tindih lahan. Satu peta harus segera diberlakukan supaya jelas mana lahan pertanian, kehutanan, dan investasi,” tegasnya.

Meski menuai dukungan, pembentukan Badan Pelaksana Reformasi Agraria diperkirakan menghadapi sejumlah tantangan. Pengamat menilai, hambatan terbesar adalah koordinasi lintas lembaga, kepastian hukum kepemilikan lahan, serta potensi tarik-menarik kepentingan dengan sektor investasi besar. (clue)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *