Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali dibuka pada Selasa, 8 April 2025, setelah libur panjang Lebaran yang berlangsung sejak 28 Maret. Namun, pasar modal Indonesia berhadapan dengan tantangan besar. Terutama dari faktor eksternal. Yaitu kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Mengutip dari CNBC Indonesia, menjelang libur Lebaran, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan tren positif dengan kenaikan 0,59 persen ke level 6.510,62. Kinerja ini merupakan anomali dari tren historis yang biasanya cenderung stagnan atau bahkan melemah menjelang Hari Raya.
Penguatan tersebut terpicu oleh momentum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) beberapa bank besar. Seperti Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI yang membagikan dividen jumbo dan mengumumkan aksi buyback.
“Kami mencermati bahwa tahun ini, sebelum lebaran, IHSG mengalami anomali karena bertepatan dengan momentum RUPS dari sejumlah emiten big bank yang sangat dinanti-nantikan oleh investor,” tulis CNBC Indonesia (7/4/2025).
Namun, kondisi berbalik usai libur. Tekanan global akibat kebijakan proteksionisme Presiden AS Donald Trump menjadi penyebab utama.
Perang Tarif Dagang AS dan China
Trump memberlakukan tarif agresif terhadap sekitar 160 negara mitra dagang, termasuk Indonesia, yang memicu reaksi keras dari China. Sebagai balasan, China menetapkan tarif sebesar 34 persen terhadap seluruh produk asal Amerika Serikat.
Mengutip dari Pikiran Rakyat, “Selama periode 27 Maret hingga 4 April 2025, ketika bursa Indonesia libur, pasar saham global mengalami gejolak.” Indeks Nasdaq tercatat merosot 11,44 persen, S&P 500 turun 10,53 persen, dan Dow Jones terkoreksi 9,26 persen. Sementara di Asia, Hang Seng turun 9,74 persen dan Nikkei melemah 6,48 persen.
Efeknya terhadap IHSG tidak bisa terhindarkan. Simulasi data perdagangan pada Senin (7/4/2025) menunjukkan IHSG berada di level 5.991,62, turun sekitar 7,43 persen daripada sebelum libur. Walau belum mencerminkan data resmi, simulasi ini menjadi indikasi bahwa pelaku pasar bersikap hati-hati.
Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI, menanggapi kondisi ini dengan menyerukan agar investor tidak panik.
“Kalau kita lihat data, bursa negara-negara Asia yang dikenakan tarif tinggi tidak mengalami dampak negatif yang signifikan. Justru bursa negara Eropa dan Amerika yang berdampak signifikan,” ujarnya, mengutip dari Sindonews (6/4/2025).
Kondisi domestik pun turut menambah tekanan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mendekati Rp 17.000 di sejumlah bank, memicu kekhawatiran terhadap perusahaan-perusahaan dengan eksposur utang valas.
Bank Indonesia pun mengambil langkah sigap dengan strategi triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, skema Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN).
“BI terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik pasca pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025,” ujar Ramdan Denny Prakoso, Kepala Departemen Komunikasi BI.
Secara historis, pasca-Lebaran biasanya menjadi momen positif bagi pasar saham karena efek belanja masyarakat dan investasi dari sisa Tunjangan Hari Raya (THR). Namun, tahun ini tren tersebut tampaknya akan terhambat oleh dinamika global yang penuh ketidakpastian.(clue)
Baca juga : https://cluetoday.com/imbas-tarif-trump-rupiah-sentuh-level-terendah-rp17-000-us-di-pasar-ndf/
Follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==