Jakarta — Sektor ekonomi digital Indonesia menunjukkan kontribusi luar biasa terhadap penerimaan negara. Hingga September 2025, pajak sektor ini tembus Rp42,53 triliun.
Selanjutnya, angka ini meningkat signifikan dengan perbandingan periode yang sama tahun lalu, menegaskan transformasi digital mendorong ekonomi nasional.
Selain itu, penerimaan pajak digital berasal dari empat komponen utama: PPN PMSE Rp32,94 triliun, pajak kripto Rp1,71 triliun, pajak fintech Rp4,10 triliun, dan pajak SIPP Rp3,78 triliun.
PPN PMSE tetap menjadi kontributor terbesar, dengan 207 dari 246 perusahaan aktif memungut dan menyetor pajak.
Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, menyebut realisasi Rp42,53 triliun membuktikan ekonomi digital menjadi penggerak baru penerimaan pajak Indonesia.
“Kami akan pastikan seluruh potensi PMSE, fintech, hingga kripto terserap sistem perpajakan secara adil dan efisien,” katanya.
Selanjutnya, ekonomi digital kini menyumbang 10,3% dari total PDB nasional. Selain itu, transaksi digital termasuk e-commerce, fintech, dan aset kripto terus berkembang.
Pertumbuhan ini sejalan dengan penetrasi internet, penggunaan smartphone, dan platform pembayaran digital yang meningkat pesat.
Pemerintah terus mengoptimalkan sistem pajak digital melalui integrasi teknologi, edukasi wajib pajak, dan pengawasan transaksi digital.
DJP menargetkan seluruh perusahaan digital memiliki kepatuhan pajak lebih tinggi pada 2026. Langkah ini menciptakan sistem pajak adil, transparan, dan berkelanjutan sekaligus mendorong inovasi ekonomi digital.
Kontribusi pajak digital memberi ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Rosmauli menekankan.
“Pendapatan dari ekonomi digital memungkinkan pemerintah mendanai proyek prioritas nasional sekaligus memperkuat ekonomi rakyat.” ujarnya.
Dengan kontribusi yang terus meningkat, sektor digital diharapkan menjadi pilar utama pembangunan ekonomi Indonesia di era globalisasi. (clue)