JAKARTA – Harga minyak global dilaporkan turun hampir 5% pada Selasa (24/6/2025). Penurunan ini terjadi setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Iran dan Israel. Yang mengakhiri hampir dua pekan ketegangan militer di kawasan Timur Tengah.
Penurunan tajam ini dianggap pasar sebagai indikasi meredanya potensi gangguan terhadap pasokan energi dunia. Di sisi lain, harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan internasional ikut merosot ke angka USD 68 per barel. Lebih rendah dibandingkan saat Israel mulai menyerang fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni 2025.
Selama berlangsungnya konflik, harga minyak sempat melambung hingga mencapai USD 81 per barel. Menimbulkan kekhawatiran akan lonjakan biaya hidup akibat meningkatnya harga BBM dan kebutuhan energi lainnya di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Kenaikan harga tersebut sebelumnya juga dipicu oleh kekhawatiran bahwa Iran akan menutup Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang mengangkut sekitar 20 persen pasokan minyak mentah global. Situasi geopolitik yang memanas ini sempat mengguncang pasar internasional, membuat para investor bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.
Namun, suasana pasar mulai mereda setelah Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa gencatan senjata telah diberlakukan. Hal itu kemudian juga dikonfirmasi oleh pihak Israel.
Bursa Sahat Ikut Terguncang
Menanggapi berita tersebut, bursa saham global pun mengalami perubahan. Indeks FTSE 100 di London naik sebesar 0,4% di awal perdagangan, CAC-40 Prancis meningkat 1,4%, dan DAX Jerman melesat 2%. Di sisi lain, di Asia, indeks Nikkei Jepang naik 1,1% sementara Hang Seng Hong Kong melonjak 2,1%.
“THE CEASEFIRE IS NOW IN EFFECT. PLEASE DO NOT VIOLATE IT!” cuit Donald Trump di platform Truth Social.
Sementara itu, pasar energi global masih diliputi oleh ketidakpastian. Hal ini terjadi karena penurunan harga minyak sempat terhenti setelah Israel menuduh Iran melanggar kesepakatan dengan meluncurkan rudal tambahan, sebagaimana laporan BBC.
Situasi tersebut memicu kekhawatiran bahwa konflik dapat kembali meningkat kapan saja. Selain itu, Priyanka Sachdeva, seorang analis pasar senior di Philip Nova, menyatakan bahwa penurunan harga ini bisa terus berlanjut apabila gencatan senjata benar-benar dijalankan.
“Namun sejauh mana kedua pihak mematuhi kesepakatan akan sangat menentukan arah harga minyak ke depan,” ungkap Priyanka Sachdeva.
Selain itu, gejolak harga energi tidak hanya terjadi pada minyak saja. Harga gas grosir di Inggris juga turun sebesar 12,5% pada hari yang sama, setelah sebelumnya mengalami lonjakan akibat ketegangan.
Selain itu, Qatar sebagai pemasok utama gas alam cair, ikut terdampak konflik setelah Iran menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di negara tersebut sebagai balasan atas serangan terhadap fasilitas nuklirnya.
Selanjutnya, lonjakan harga energi yang sebelumnya terjadi telah menimbulkan kekhawatiran global terkait kemungkinan munculnya inflasi baru. Selain itu, banyak pihak juga memperingatkan potensi dampaknya terhadap harga bahan pangan, biaya transportasi, hingga harga paket liburan, serupa dengan kondisi setelah invasi Rusia ke Ukraina tiga tahun lalu.
Namun, dengan adanya jeda dalam konflik ini, pasar berharap stabilitas di sektor energi dapat segera kembali. Meski demikian, masih terlalu dini untuk memastikan apakah jeda tersebut akan bertahan lama atau hanya merupakan jeda sementara dalam rangkaian ketegangan berkepanjangan di Timur Tengah.(clue)