JAYAPURA – Perayaan Hari Noken ke-12 akhirnya terlaksana dengan sukses. Berbagai jenis noken dipamerkan dalam acara yang diselenggarakan di Hutan Kotanopi CPA Hirosi, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Rabu (4/12/2024) yang lalu.
Tema yang diangkat pada Hari Noken ke-12 kali ini adalah “Masyarakat Noken Papua Kembali ke Kearifan Lokal”.
Perayaan yang dilaksanakan pada 4 Desember ini juga mencerminkan upaya pemajuan kebudayaan yang didasari oleh prinsip toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipasi, manfaat, keinginan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesetaraan, dan gotong-royong.
“Dalam pemajuan kebudayaan, noken bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, menyuburkan keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan citra bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, melestarikan warisan budaya bangsa, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia, sehingga kebudayaan menjadi haluan pembangunan nasional,” kata Titus Pekei selaku Penggagas Noken Papua di UNESCO.
Noken, tas tradisional khas Papua, memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari membawa barang hingga menjadi simbol status sosial.
Tas ini dibuat dengan tangan terampil perempuan Papua, menggunakan bahan alami yang berasal dari hutan hujan tropis, serta mengandung nilai-nilai sosial budaya yang telah diwariskan turun-temurun sejak awal penciptaannya hingga sekarang.
“Pengakuan Noken sebagai warisan budaya takbenda UNESCO pada 4 Desember 2012 merupakan momentum bersejarah bagi Papua di mata dunia. Noken menyimpan kekayaan budaya yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Perjalanan pelestarian Noken tidak lepas dari tantangan ambisi sepihak, kebijakan negara apatis yang tidak menghargai hak kepemilikan warisan budaya kearifan lokal di Tanah Papua,” tutur Titus.
Namun, yang menyedihkan adalah keadaan mama-mama Papua yang menjadi pengrajin noken, yang masih harus merajut dan menjual noken di pasar dalam kondisi yang memprihatinkan. Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, tampaknya tidak peduli, bahkan terkesan buta, bisu, dan apatis dalam menghargai noken sebagai warisan budaya dunia beserta para pengrajinnya.
“Perhatian pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait dalam upaya memberdayakan dan melindungi pengrajin noken sangat minim. Upaya melestarikan pohon yang menjadi bahan baku pembuatan noken nihil. Kementerian terkait malah sibuk membangun proyek pangan raksasa atas nama kesejahteraan. Fakta ini sangat miris dihadapi masyarakat tanah Papua,” ujar Titus.
Dalam perayaan Hari Noken ke-12, Titus Pekei, yang merupakan Penggagas Noken Papua di UNESCO, menyampaikan tiga seruan, yaitu:
Peningkatan perhatian dari pemerintah negara anggota UNESCO terhadap pelestarian noken sebagai warisan budaya takbenda UNESCO, mencakup pemberdayaan perajin mama sebagai pewaris budaya, penyediaan akses pasar, serta pelestarian lingkungan hutan tropis sebagai sumber bahan baku pohon noken, tanpa merusaknya.
Penguatan pendidikan dan sosialisasi mengenai nilai-nilai budaya serta kearifan lokal Papua di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat melalui pengembangan kebudayaan Papua.
Penggunaan noken dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud penghargaan dan pelestarian warisan budaya, disertai dengan pengembangan pembangunan museum, galeri, dan pasar yang menjangkau dari daerah terpencil hingga kota-kota di Tanah Papua.
“Mari kita jadikan momentum Hari Noken ke-12 ini sebagai langkah awal untuk kembali ke kearifan lokal,melestarikan warisan budaya nenek moyang, dan membangun masa depan Papua yang berkelanjutan. PAKAI NOKEN KEARIFAN LOKAL, SELAMATKAN TROPIS HUTAN & MAMA BUMI TANAH PAPUA. BIDA!,” pekiknya.(clue)