Sosial media menjadi ribut saat tagline #KaburAjaDulu menggema di berbagai platform. Pasalnya, hal itu menguat saat masyarakat juga turun ke jalan menyuarakan #IndonesiaGelap karena berbagai kebijakan yang dianggap menyulitkan. Seruan untuk kabur ke luar negeri banyak di review dan dibumbui dengan iming – iming gaji besar dan fasilitas terjamin.
Para Influencer menyuarakan segala keindahan luar negeri baik di Eropa, Asia ataupun Timur Tengah. Yang penting bukan di Indonesia.
Menariknya, para pejabat yang seharusnya menanggapi keributan degan bijak malah menjawab dengan santai, “Mau kabur, kabur sajalah. Kalau perlu jangan balik lagi, hi-hi-hi,” ucap Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Imannuel Ebenezer yang akrab disebut Noel.
Rasanya, hal itu tidak pantas dibicarakan seorang pejabat negara yang sejatinya, gajinya dibayar oleh rakyat. Entah pemerintah yang arogan atau masyarakat yang tak sabar.
Bandingkan Indonesia Saat Ini dengan Masa Orde Baru
Namun, seruan kabur aja dulu seolah menjadi ekspresi saat rakyat merasa tertekan dengan banyaknya kebijakan yang menyulitkan. Tak hanya itu masyarakat seolah enggan untuk bersuara apabila pemerintah terus menerus anti kritik. Sehingga, seruan kabur ke luar negeri bisa di sebut sebagai perlawanan paling efektif.
Beberapa orang bahkan berterima kasih secara ironi kepada rakyat dan mahasiswa yang masih bersedia turun ke jalan saat demo Indonesia Gelap bergema di ibukota.
Masih dari pejabat yang sama, Noel menyebut bahwa pemerintahan sekarang lebih baik daripada masa Orde Baru. Ia membandingkan situasinya dengan menyebut “Rezim Soeharto, rezim Orde Baru lebih ganas di banding rezim yang lain. Ini ada keterbukaan, tidak ada kerusuhan, tidak ada di bom – bomin wilayahnya,” kata Noel.
Namun, beberapa karya seni yang di nilai kontroversial justru terus menerus di bungkam. Jika di katakan Indonesia hari ini bebas berekspresi, hal itu mungkin di ragukan oleh para seniman korban pembungkaman. Lukisan Raja Jawa Yos Sudarso, pertunjukan teater “Wawancara dengan Mulyono” dan terakhir lagu “bayar bayar bayar” milik Sukatani. Menjadi saksi bagaimana sebuah karya di anggap melawan penguasa.
Duta Besar Jepang Sambut Baik Tenaga Kerja Indonesia
Tapi ini bukan soal pembungkaman. Ini soal gerahnya rakyat Indonesia dan memilih kabur. Bahkan, sebelum seruan #KaburAjaDulu menguat, menurut survey jobstreet by SEEK tahun 2024 lalu, 67 persen warga Indonesia memiliki keinginan untuk kerja di luar negeri. Dengan Negara Jepang sebagai negara tujuan terfavorit.
Menariknya, Jepang juga merespon positif seruan tersebut. Melalui duta besar Jepang, Masaki Yasushi, Jepang siap menampung tenaga kerja dari Indonesia. Ia mengatakan bahwa WNI merupakan pekerja keras.
“Kita punya tradisi persahabatan yang panjang dan banyak pekerja Indonesia merupakan pekerja keras di Jepang,” kata Masaki dalam acara Peringatan Ulang Tahun Kaisar Jepang.
Apa Kata WNI di Jepang Soal #KaburAjaDulu?

Dari seruan tersebut, tak sedikit juga menyuarakan bahwa kerja di luar negeri juga punya minusnya. Menurut Faruk Dimas. A, WNI asal Subang yang sudah lebih dari 5 tahun bekerja di Jepang, kerja di Negeri Sakura juga punya plus minusnya. Kabar baiknya, ia mendapat perusahaan yang nyaman sehingga ia tak ingin kembali ke tanah air.
Faruk menyebut, banyak juga perusahaan yang tidak ramah imigran dari segi Bahasa, budaya dan agama.
“Minesnya kebanyakan dari perantau jauh dari yang di sayang orang tua. Trus namanya di negara yang mayoritas tidak punya agama jadi susah untuk jalanin ibadah,” katanya.
Meski begitu, salah satu alasan ia tak ingin pulang ke tanah air, perusahaan tempatnya bekerja termasuk perusahaan yang baik dan ramah bagi perantau.
“Kerja di tempatku enak, orang Jepangnya banyak yang baik. Pihak perusahaannya baik,” sambungnya.
Bahkan, Faruk menyebut bahwa ia lebih nyaman di Jepang dan pulang ke Indonesia hanya untuk berlibur.
“Kebanyakan kalo perusahaannya enak, rata-rata pada gak pingin pulang. Kaya saya gamau pulang selain untuk liburan aja ke indonya,” katanya.
Lulusan salah satu kampus di Kabupaten Subang tersebut mengaku bahwa ia bukan kabur dari Indonesia. Karena ia lebih dulu terbang ke Jepang jauh sebelum hashtag #KaburAjaDulu itu viral. Ia memang secara mengalir memiliki kesempatan dan mengambil peluang hingga akhirnya merasa betah di negeri orang.
Pertimbangan Merantau ke Jepang

Banyak yang menjadi kelebihan negara Jepang. Di samping merupakan negara yang membuatnya aman, Jepang juga memiliki fasilitas transportasi yang sangat baik. Dimas yang tinggal di salah satu perkotaan Jepang mengaku menikmati fasilitas transportasi yang lengkap.
Kondisi transportasi yang baik bukan hanya di kota – kota besar. Di pedesaan di Jepang pun memiliki faslitas yang memadai dan jauh dari istilah tertinggal.
Hal itu terungkap oleh mahasiswa asal Subang, Denawati Junia, yang juga berkuliah Jepang tepatnya di kota Nomi, Prefektur Ishikawa.
“Kelebihan yang aku rasakan, walaupun sebetulnya ditempatku ini bisa di bilang pedesaan tapi tidak ada kesan seperti ‘desa tertinggal’ sama sekali.. Enak buat slow living,” kata Dena kepada Cluetoday.
Masyarakat Jepang, menurut Dena, terbilang tertib di fasilitas publik sehingga menciptakan lingkungan yang nyaman.
“Tapi tetap orang2 disini bekerja profesional, hospitality nya bagus, pelayanannya berkualitas. Semuanya serba bersih, rapih, tertata, teratur, on time. Hampir ga pernah lihat ada sampah di jalan. Orang2 menyebrang di zebra cross. Pengendara tertib berhenti di belakang zebra cross dan sangat menghormati pejalan kaki. Udara bersih, air keran bisa di minum, bahan makanan berkualitas. Dan masih banyak lagi,” ucapnya.
Tak hanya kenyamanan, Dena juga menjabarkan tantangan hidup di Jepang. Ia menyebut, Bahasa, budaya dan makanan halal juga perlu pertimbangan.
“Namun di samping itu, tetap ada kekurangannya, misal harus bisa bahasa jepang kalau mau hidup nyaman, karena orang di Jepang masih sedikit yg paham bahasa Inggris, Biaya hidup yg lumayan tinggi (misal harga kamar/apartemen) apalagi kalau di kota, tantangan perbedaan budaya (contoh: di Jepang lebih menghargai privasi dan kebanyakan pendiam/pemalu),” lanjutnya.
“Sulit menemukan makanan halal,” lanjutnya.
Homesick Bagi Para Perantau
Soal kabur aja dulu, Dena menyebut bahwa tinggal di manapun memiliki kelebihan dan kekurangan. Selama tinggal di negeri orang, ia juga beberapa kali mengalami homesick.
”Sejujurnya, pengen sih bisa nyaman tinggal di Indonesia, karena Indonesia tuh surganya makanan halal, orang-orang di sekitar yang ramah dan tulus, bisa dekat dengan orang yang kita sayang,” pungkasnya.
Penting bagi masyarakat Indonesia untuk kembali mempertimbangkan soal #KaburAjaDulu yang juga tak seindah review para influencer di media social.
Lebih dari itu, rasa kekeluargaan dan kebersamaan masyarakat Indonesia dengan keluarga terbilang cukup tinggi. Baik Dimas maupun Dena, keduanya sesekali akan merasakan homesick dan rindu untuk berkumpul dengan kerabat di tanah air.(clue)
Baca juga : https://cluetoday.com/fenomena-brain-drain-mengancam-kesuksesan-indonesia-emas-2045/
Follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==