Kaus Merah, Program Jimat yang Tuai Kontroversi

Bupati Subang

ADA yang menarik dari pidato Bupati Subang, H. Ruhimat atau yang akrab disapa Jimat pada 31 Januari 2023 lalu. Lagi-lagi soal warna merah. Pidatonya tersebut berhasil menarik perhatian publik.

Dimulai ketika Jimat menyebut sekitar 9 poin inti dari Rakorda itu, tepat poin ke-7, menjadi bagian menarik perhatian. Dia menyebut program KAUS MERAH, yakni gerakan Kotak Amal Untuk Stunting Menuju Generasi Sehat.

“Saya minta teman-teman Babinsa dan Binmaspol dukung terus para kades untuk kegiatan ini. Saya akan siapkan bagi desa yang mampu menjalankan 9 program ini akan mendapatkan apresiasi. Penilaian akan dilakukan 6 bulan ke depan mulai dari hari ini,” kata Ruhimat di hadapan 959 tamu undangan termasuk para Kades dan Bhabinkamtibmas, serta Babinsa.

Pekan lalu Pemerintah Daerah Kabupaten Subang menggelar Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Forum Pimpinan Daerah (Forkopimda) di GOR Gotong Royong.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Rakornas Forkopimda pada 17 Januari 2023 lalu yang dipimpin langsung Presiden Jokowi.

Belakangan Jimat memang sering mengenakan asesoris warna merah, dari kaus merah, ‘topi dudukuy’ yang dikenakannya juga sering berwarna merah dan lainnya. Padahal sebelumnya berwarna krem atau putih.

Terbaru, nama program juga ikut-ikutan bernuansa merah, sebagian publik membaca bahwa itu bagian dari penegasan atau representasi identitas politiknya, jika dilihat dari simbol warna Parpol PDIP tempatnya bernaung.

Ya, urusan warna biarlah menjadi pelengkap. Seperti anak-anak yang menyanyikan lagu balonku ada lima. Dengan riang gembira menyebutkan macam-macam warna.

Bawahan Jimat, kepala dinas, camat dan seterusnya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mentaatinya. Semua bernuansa merah. Kompak memakai “topi dudukuy merah” dan lahirlah nama program “Kaus Merah”.

Program berakronim Kaus Merah ini memang baik. Yaitu Yakni Kotak Amal Untuk Stunting Menuju Generasi Sehat.

Nanti kotak amal di majelis taklim atau pada saa salat Jumat di setiap minggu pertama pada setiap Jumat dikumpulkan di setiap RW untuk dibelanjakan kebutuhan anak stunting yang ada di wilayahnya, seperti susu dan telur.

“Saya yakin dan percaya dengan gerakan yang massif dan sinergis dari mulai tingkat kabupaten, kecamatan dan desa, Kabupaten Subang bisa mencapai target nasional penurunan stunting di angka 14% atau bahkan zero stunting,” tandas Ruhimat dalam pidatonya.

Jelas hal ini mengundang kontroversi. Dikutip dari Pasundan Ekspres, salah satu pengurus DKM Subang, Yaya, menolak uang kotak amal untuk program stunting.

“Kami mendukung program pemerintah, tapi jangan juga uang sedekah jamaah untuk program stunting,” katanya.

Sementara Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Subang Ustad Dr. Dade Alfath mengatakan, seharusnya program stunting dianggarkan oleh pemerintah pusat hingga daerah. Sedangkan program Kaus Merah yang tujuannya baik tapi kurang tepat.

“Uang kotak amal itu jangan jadi atas nama perorangan atau kelompok tertentu. Itu amaliyah jamaah untuk kemakmuran masjid,” katanya.

Jika ditengok ke belakang, Jimat juga mengeluarkan gerakan sapapait samamanis lalu program beas ‘perelek’. Berbasis kerakyatan yang lagi-lagi menuai kontroversi.

Padahal, pada tahun 2022 lalu, Pemkab Subang merilis bahwa telah lahir 105 program inovasi. Apakah program Kaus Merah termasuk inovasi?

Jika sebagai ‘pelayanan’ saja, maka sudah seharusnya para kepala dinas dan badan berpikir lebih ekstra, guna menghasilkan gagasan yang juga lebih out of the box. Memberikan masukan program yang lebih tepat untuk Jimat. Diluar batasan atau kebiasaan yang umum dan konvensional.

Yang lebih bisa mengangkat citra baik dan harum nama atasannya, bukan sebaliknya.(redaksi)

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *