Ketegangan India-Pakistan Meningkat, Warga Pakistan Tinggalkan India

Jakarta – Hubungan antara India dan Pakistan kembali memanas pasca serangan bersenjata mematikan di Kashmir yang menewaskan 26 orang, sebagian besar warga Hindu India, di dekat kota resor Pahalgam. Insiden tersebut memicu gelombang reaksi keras dari kedua negara, yang saling tuding dan bersiap menghadapi kemungkinan konfrontasi militer.

Mengutip dari Media Al Jazeera, Pemerintah India merespons insiden tersebut dengan memerintahkan hampir seluruh warga negara Pakistan untuk meninggalkan wilayahnya.

Batas waktu bagi mereka untuk keluar dari India telah berakhir pada Ahad, kecuali bagi pemegang visa medis. Namun, pada Rabu (1/5/2025), puluhan warga Pakistan masih berusaha menyeberangi perbatasan melalui kota Attari di negara bagian Punjab utara untuk kembali ke Pakistan.

“Kami telah menempatkan keluarga kami di sini. Kami meminta pemerintah untuk tidak memindahkan keluarga kami,” ujar Sara Khan, warga Pakistan yang diperintahkan kembali tanpa suaminya, Aurangzeb Khan, yang memegang paspor India.

Khan menggendong bayinya yang baru berusia 14 hari sambil menyampaikan bahwa ia tidak diberi waktu memulihkan diri pasca operasi caesar, meski visa jangka panjangnya masih berlaku hingga Juli 2026. “Mereka (pihak berwenang) mengatakan kepada saya bahwa Anda ilegal dan Anda harus pergi… Saya bahkan tidak bisa mengganti sepatu.”

India menyatakan para pelaku serangan berasal dari Pakistan. Tiga korban selamat mengatakan kepada Associated Press bahwa para penyerang menargetkan pria Hindu dan menembak mereka dari jarak dekat. Selain warga India, korban juga termasuk seorang warga Nepal dan operator kuda poni Muslim setempat.

India Siap Melancarkan Serangan Militer

Situasi semakin tegang ketika Menteri Penerangan Pakistan, Attaullah Tarar, pada Rabu menyampaikan bahwa negaranya memiliki informasi intelijen bahwa India berniat melancarkan serangan militer dalam 24 hingga 36 jam ke depan.

Melalui unggahan di akun X (Twitter), Tarar mengatakan bahwa India akan menggunakan insiden Pahalgam sebagai dalih untuk melakukan agresi militer.

“Setiap agresi akan ditanggapi dengan respons yang tegas. India akan memikul tanggung jawab penuh atas segala konsekuensi buruk di wilayah tersebut,” ungkap tarar dalam unggahan.

Pernyataan Tarar muncul di tengah meningkatnya aktivitas militer di sepanjang perbatasan darat kedua negara bersenjata nuklir.

Mengutip dari Republika, Pemerintah Pakistan bahkan mengumumkan telah menembak jatuh drone India di wilayah Kashmir dan menuduh India menangguhkan Perjanjian Pembagian Air Sungai Indus secara sepihak pasca serangan tersebut.

Militer India menanggapi dengan menyebut pasukan Pakistan menembaki mereka di Garis Kontrol dan menyatakan telah merespons secara “disiplin dan efektif,” meskipun tidak ada korban jiwa.

Sementara itu, India menutup lebih dari separuh lokasi wisata di wilayah Kashmir mulai Selasa dan memperketat langkah keamanan. Perdana Menteri India Narendra Modi bahkan mempersingkat kunjungannya ke Arab Saudi dan langsung mengadakan pertemuan keamanan tingkat tinggi setibanya di New Delhi.

Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Muhammad Asif, dalam wawancara dengan Reuters pada Senin, memperingatkan bahwa serangan militer India akan segera terjadi.

Ia menyatakan bahwa Pakistan telah memperkuat pasukan dan mengambil keputusan strategis untuk menghadapi ancaman tersebut.

“Pakistan hanya akan menggunakan persenjataan nuklirnya jika ada ancaman langsung terhadap keberadaan kami,” tegas Asif.

Sebagai respons diplomatik, India juga memerintahkan pengusiran diplomat Pakistan dari New Delhi dalam waktu satu minggu dan membatalkan semua visa warga Pakistan.

Mengutip dari International Sindonews, Pakistan membalas dengan membatasi jumlah diplomat India, menangguhkan perdagangan, dan menutup wilayah udaranya. Islamabad juga memperingatkan bahwa setiap campur tangan terhadap aliran sungai yang diatur dalam Perjanjian Air Indus akan dianggap sebagai “tindakan perang.”

Sejarah Perjanjian

Perjanjian Air Indus yang ditandatangani tahun 1960 dengan mediasi Bank Dunia, selama ini menjadi landasan penting pembagian air antara kedua negara.

India mengontrol sungai timur (Ravi, Sutlej, Beas), sementara Pakistan mengendalikan sungai barat (Indus, Jhelum, Chenab). Pakistan menyebut perjanjian ini sebagai kepentingan nasional vital yang tidak bisa ditangguhkan secara sepihak.

Tak hanya itu, Islamabad mengisyaratkan kemungkinan menangguhkan Perjanjian Shimla 1972, yang mengatur penyelesaian sengketa melalui negosiasi bilateral dan membentuk Garis Kontrol sebagai batas de facto di wilayah Kashmir.

Konflik India-Pakistan selama ini dibayangi oleh pertikaian atas wilayah Kashmir, yang memicu pemberontakan bersenjata sejak beberapa dekade lalu.

India menuduh Pakistan mendukung kelompok pemberontak seperti Lashkar-e-Taiba, yang melalui cabangnya, Front Perlawanan, mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Pahalgam.

Ketegangan terbaru ini menambah daftar panjang konflik berdarah antara dua negara bertetangga yang sama-sama memiliki kekuatan nuklir dan sejarah panjang permusuhan. Dengan retorika perang yang kian menguat dan jalur diplomatik yang semakin tertutup, risiko konfrontasi terbuka tampaknya semakin mendekati kenyataan.(clue)

Baca juga : Israel Diterjang Badai Pasir Hebat di Tengah Kebakaran Hutan

Follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *