JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah meninjau wacana penerapan aturan “satu orang satu akun media sosial” atau single ID bagi masyarakat Indonesia. Kebijakan ini mencuat setelah ramai diperbincangkan publik terkait maraknya penyalahgunaan akun ganda di ruang digital.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menegaskan bahwa konsep “satu orang satu akun” perlu dipahami dengan benar. Menurutnya, gagasan tersebut bukan berarti pengguna hanya bisa memiliki satu akun di seluruh platform, melainkan berkaitan dengan sistem verifikasi identitas digital.
“Yang dimaksud kemungkinan adalah satu akun per media sosial, dan itu pun lebih kepada registrasi dengan Single ID atau Identitas Kependudukan Digital (IKD). Selama autentikasi dan verifikasi identitas bisa dilakukan, maka kepemilikan beberapa akun tetap dimungkinkan,” jelas Nezar Patria dikutip dari keterangan resmi, Kamis (19/9/2025).
Nezar menambahkan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah regulasi yang mendukung tata kelola data digital di Indonesia. Termasuk aturan mengenai Identitas Kependudukan Digital (IKD). Dengan mekanisme ini, setiap akun media sosial dapat ditautkan ke identitas resmi sehingga mudah ditelusuri jika terjadi pelanggaran.
Menciptakan Ekosistem Digital yang Aman
Komdigi menilai aturan ini penting untuk menekan peredaran hoaks, ujaran kebencian, hingga penipuan online yang banyak dilakukan melalui akun palsu. Selain itu, wacana ini juga digadang-gadang mampu menciptakan ekosistem digital yang lebih aman, transparan, dan bertanggung jawab.
Sejumlah legislator turut mendukung gagasan tersebut. Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, misalnya, menilai aturan “satu orang satu akun” dapat meminimalisasi akun anonim yang kerap memprovokasi.
“Kalau setiap akun jelas identitasnya, maka potensi akun provokatif dan penyebar kebencian bisa ditekan. Ruang digital kita akan lebih sehat,” ujar seorang legislator PKB seperti dikutip dari Detik News.
Meski demikian, rencana ini menuai kritik. Sejumlah pakar menilai pembatasan kepemilikan akun bisa mengurangi kebebasan berekspresi. Selain itu, implementasi teknis terkait perlindungan data pribadi, keamanan Single ID, hingga mekanisme verifikasi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
Pakar keamanan siber juga mempertanyakan efektivitas aturan ini, terutama terkait pengguna yang membutuhkan lebih dari satu akun untuk kepentingan berbeda. Misalnya akun pribadi, bisnis, dan komunitas.
Hingga saat ini, Komdigi menegaskan bahwa aturan “satu orang satu akun” masih dalam tahap kajian. Pemerintah akan terus berdialog dengan publik dan pemangku kepentingan sebelum menetapkan kebijakan final.
“Regulasi mengenai Single ID sudah ada. Namun, sebelum aturan diterapkan, perlu kajian mendalam agar tidak bertentangan dengan kebebasan berekspresi maupun privasi warga,” pungkas Nezar.
Dengan demikian, masyarakat diminta untuk menunggu hasil kajian resmi Komdigi. Jika diterapkan, aturan ini diharapkan mampu menjaga ruang digital Indonesia tetap sehat sekaligus melindungi masyarakat dari maraknya konten negatif dan penipuan online. (clue)

