Jakarta – Jumlah korban tewas akibat gempa dahsyat berkekuatan 7,7 skala Richter yang mengguncang Myanmar terus bertambah, mencapai lebih dari 2.700 orang. Selain itu, lebih dari 4.500 orang mengalami luka-luka, sementara 441 orang masih dinyatakan hilang.
Angka korban diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan proses pencarian yang masih berlangsung.
Pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing, dalam pidato yang disiarkan oleh televisi setempat, mengonfirmasi jumlah korban jiwa serta dampak besar yang ditimbulkan oleh gempa yang terjadi pada Jumat, 28 Maret 2025. Dikutip dari Channel News Asia, gempa ini disebut sebagai yang terkuat di Myanmar dalam lebih dari satu abad terakhir.
Kehancuran Luas dan Kesulitan Bantuan
Getaran gempa meruntuhkan bangunan-bangunan kuno, termasuk pagoda bersejarah, serta berbagai infrastruktur modern seperti jembatan dan gedung-gedung bertingkat. Salah satu insiden paling tragis terjadi di Mandalay, di mana 50 anak dan dua guru tewas akibat runtuhnya bangunan sekolah mereka.
Di tengah situasi yang sulit ini, tim penyelamat menghadapi tantangan besar dalam menyalurkan bantuan kepada para korban. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa masyarakat di wilayah terdampak mengalami beberapa kesulitan. Seperti mendapatkan akses ke air bersih, makanan, serta fasilitas sanitasi yang layak.
“Di wilayah yang paling parah, masyarakat berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Seperti akses ke air bersih dan sanitasi. Sementara tim darurat bekerja tanpa lelah untuk menemukan korban selamat dan memberikan bantuan yang menyelamatkan nyawa,” terang OCHA, mengutip Kumparan.
Selain itu, The International Rescue Committee (IRC) menyoroti kebutuhan mendesak akan tempat berlindung dan bantuan medis, terutama di Mandalay yang berada dekat episentrum gempa.
“Setelah mengalami teror gempa bumi, orang-orang kini takut akan gempa susulan dan tidur di luar di jalan atau di lapangan terbuka,” ujar seorang pekerja IRC di Mandalay dalam sebuah laporan, mengutip dari Reuters.
Bantuan Untuk Gempa Myanmar Tertahan Konflik dan Ancaman Penyakit

Mengutip dari Reuters, kesulitan dalam mendistribusikan bantuan semakin memburuk karena situasi konflik bersenjata di Myanmar. Amnesty International mendesak junta militer agar membuka akses bagi organisasi kemanusiaan sehingga bantuan dapat menjangkau seluruh korban tanpa hambatan administratif.
“Militer Myanmar menggunakan praktik lama untuk menolak memberikan bantuan ke daerah-daerah tempat kelompok-kelompok yang menolaknya aktif,” kata peneliti Amnesty International di Myanmar, Joe Freeman.
Selain itu, berbagai organisasi kemanusiaan juga menyampaikan kekhawatiran terhadap potensi penyebaran penyakit akibat keterbatasan air bersih dan sanitasi. Wakil Perwakilan UNICEF, Julia Rees, mengatakan bahwa kondisi ini berisiko menyebabkan wabah penyakit, termasuk kolera.
“Ini benar-benar mengerikan. Kebutuhan paling mendesak adalah air, di luar sana sangat panas. Pipa air dan tangki septik pecah,” ungkapnya dalam laporan Reuters.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga melaporkan bahwa rumah sakit di daerah terdampak mulai kewalahan menangani pasien, sementara persediaan medis semakin menipis.
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) menyebut bahwa distribusi bantuan terhambat oleh kerusakan parah pada jalan dan jembatan. Akibatnya, perjalanan tim UNHCR dari Yangon ke Mandalay yang seharusnya memakan waktu delapan jam, kini membutuhkan waktu hingga 13 jam.
Krisis Pendanaan untuk Bantuan Kemanusiaan
Selain menghadapi kendala logistik, organisasi kemanusiaan juga mengkhawatirkan ketersediaan dana untuk bantuan darurat. OCHA, UNHCR, dan UNICEF mendesak negara-negara untuk segera memberikan bantuan finansial agar mereka dapat mengisi kembali persediaan bantuan.
“Persediaan di lapangan tidak akan bertahan selamanya. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mendapatkan sumber daya yang kita butuhkan,” kata perwakilan UNHCR, Babar Baloch, dalam konferensi pers di Jenewa, dikutip dari Reuters.
Myanmar telah berada dalam situasi yang tidak stabil sejak kudeta militer pada tahun 2021, yang memicu konflik bersenjata berkepanjangan. Situasi ini semakin memperumit upaya bantuan bagi korban gempa, mengingat lebih dari 3,5 juta orang telah mengungsi akibat konflik.
Dengan kondisi yang semakin kritis, berbagai pihak mendesak agar Myanmar segera membuka akses bagi organisasi kemanusiaan untuk mempercepat distribusi bantuan dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.(clue)
Baca juga : https://cluetoday.com/gempa-dahsyat-di-myanmar-1-644-orang-tewas-ribuan-terluka/
Follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==