Menanti Paus Baru: Konklaf Bersejarah di Vatikan dan Sederet Nama Calon Pengganti Paus, Indonesia Termasuk?

Getty/Images

Jakarta – Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025, Gereja Katolik dunia bersiap memasuki babak baru. Para kardinal dari seluruh dunia akan berkumpul di Vatikan untuk menggelar konklaf di Kapel Sistina dan memilih pemimpin baru bagi 1,4 miliar umat Katolik.

Indonesia turut terlibat dalam momen bersejarah ini melalui Ignatius Kardinal Suharyo. Uskup Agung Jakarta tersebut menjadi satu-satunya kardinal asal Indonesia yang memiliki hak suara, bahkan berpeluang untuk dipilih menjadi Paus.

“Ada pepatah di antara para kardinal yang katanya pernah ikut Konklaf itu kalau masuk sebagai calon Paus itu keluar nanti sebagai kardinal. Maksudnya adalah, di pilih menjadi Paus itu bukan ambisi. Menjadi Paus itu bukan jenjang karir yang semakin naik,” ujar Kardinal Suharyo seperti mengutip dari Kumparan.

Dalam konklaf kali ini, sekitar 135 kardinal dari berbagai belahan dunia yang berusia di bawah 80 tahun memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Uniknya, untuk pertama kalinya dalam sejarah, kurang dari setengah dari jumlah total pemilih berasal dari Eropa. Membuka kemungkinan besar munculnya Paus dari wilayah lain seperti Asia atau Afrika.

Sejumlah Nama Kuat Muncul Untuk Gantikan Paus

Sejumlah nama telah mencuat sebagai kandidat kuat. Dari Asia, ada Kardinal Luis Antonio Tagle asal Filipina. Dengan pengalaman pastoral puluhan tahun dan dedikasi terhadap isu sosial serta migrasi, ia dijuluki sebagai “Fransiskus Asia.”

“Saya menganggapnya sebagai lelucon! Kocak,” katanya ketika sepuluh tahun lalu ditanya peluangnya menjadi Paus, mengutip dari BBC.

Dari Afrika, dua kandidat kuat muncul. Kardinal Fridolin Ambongo Besungu dari Republik Demokratik Kongo dan Kardinal Peter Kodwo Appiah Turkson dari Ghana. Kardinal Ambongo, Uskup Agung Kinshasa, terkenal konservatif secara budaya namun tetap mendukung pluralisme agama.

Sementara itu, Kardinal Turkson, yang pernah terfavoritkan dalam konklaf 2013. Terkenal vokal tentang keadilan sosial dan perubahan iklim.

Selain itu, nama lain yang tak kalah mencuat adalah Kardinal Pietro Parolin dari Italia, yang menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan.

Foto : kompas

Dengan pengalaman diplomatik yang luas dan peran penting di administrasi pusat Gereja. Ia dianggap sebagai kandidat kuat yang mampu menjadi jembatan antara reformasi dan stabilitas.

Namun, ia tetap mengingat pepatah Italia kuno tentang ketidakpastian konklaf: “Dia yang memasuki konklaf sebagai Paus, meninggalkan konklaf sebagai kardinal,” mengutip dari BBC.

Selain itu, ada pula Kardinal Peter Erdő dari Hungaria, seorang pakar hukum kanon dan pemimpin konservatif di Eropa, serta Kardinal Angelo Scola dari Italia, meski usianya yang sudah 82 tahun menjadi hambatan utama.

Menurut Michelle Dillon, dekan College of Liberal Arts di University of New Hampshire, “Pemilihan ini tidak hanya menamakan pemimpin berikutnya. Tetapi juga menentukan masa depan Gereja.”

Dengan beragam latar belakang dan visi, siapapun yang terpilih akan memikul mandat berat sebagai pemimpin spiritual dunia di tengah perubahan zaman. Dari tradisi, doa, hingga pilihan hati para kardinal, dunia menanti sosok baru yang akan menduduki takhta Santo Petrus.(clue)

Baca juga : Naik Level! Subang Borong Penghargaan di TOP BUMD 2025

Follow kami : https://www.instagram.com/cluetoday_?igsh=MWU2aHg0a3g2dHlvdg==

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *