Nestapa Pendidikan Subang: Berprestasi Ditengah Was-Was Kelas Ambruk

SUBANG– Assyifa, pelajar kelas 9, tetap gigih belajar di tengah kondisi kelas yang hampir ambruk. Dia pelajar MTs Al-Fatah Pabuaran. Sejak berdirinya sekolah pada 2008, terdapat dua ruangan kelasnya belum pernah tersentuh renovasi.

Atap tanpa plafon itu, hanya ditopang beberapa batang kayu sebagai penyangganya. Sementara di bawahnya, para murid sedang belajar bersama guru. Atap itu mungkin roboh tak kenal waktu.

Terlebih saat musim hujan. Dalam dirinya, rasa was-was atau khawatir kelas ambruk makin menjadi. Genteng bocor saat kegiatan belajar mengajar (KBM), sering terjadi. Kala musim kemarau, gerah panas.

“Kalo hujan biasanya bocor, kena angin. Kalo musim panas gerah, tapi ada angin,” ucap Assyifa, Sabtu (05/10/24), sambil melirik jendela tanpa kaca.

Sekolah tersebut berada di Siluman, Desa Siluman, Kecamatan Pabuaran. Sekitar 57 km dari kantor Bupati Subang. Letaknya memang lebih dekat ke Purwakarta dibanding ke Subang.

Menurut Assyifa, yang aktif juga di-ektrakurikuler Pramuka, kondisi kelas itu memprihatinkan sejak Ia duduk di Kelas 1 MTs. Saat belajar, dirinya seringkali was-was takut kelas rubuh.

“Waktu awal, tuh, ini kenapa, ya, sedikit aneh, takut,” terang Assyifa mengingat saat Ia duduk di kelas 1. Meski ditengah keterbatasan, Ia dan teman sekelasnya masih nyaman belajar di kelas itu.

Menurut Kepala MTs Al-Fatah Pabuaran, Yusup Satori, sejak berdiri 16 tahun silam, dua kelas itu sama sekali belum tersentuh renovasi. Bahkan, dirinya harus menyekat Mushola Sekolah untuk dipakai ruang kelas. Demi menampung 320 murid.

“Kalau musim kemarau gini, gak khawatir. Tapi kalo musim hujan, takut roboh, apalagi ada angin. Ini kan bentar lagi menjelang musim hujan,” khawatir Yusup Satori.

Yusup Satori mengungkapkan, pihaknya telah mengajukan permohonan bantuan renovasi kelas ke pemerintah, baik Pemda Subang, Kemenag Subang, maupun Kemenag Pusat. Namun hasilnya nihil.

MTs Al-Fatah Pabuaran, menjadi pilihan warga menyekolahkan anaknya. Berdasarkan data dari pihak sekolah, murid-murid yang belajar berasal dari enam desa. Keenam desa itu adalah Siluman, Kadawung, Cihambulu, Tanjungrasa, Balebandung, dan Pabuaran.

Di sekitar MTs Al-Fatah memang ada sekolah negeri, SMPN 1 Pabuaran. Namun, menurut Yusup Satori, sekolahnya masih dipercaya warga untuk menyekolahkan anak-anaknya. Bahkan, menurutnya, jika tidak dibatasi jumlah kuota 120 murid, calon murid pendaftar bisa lebih dari itu. Tak pernah dipungut biaya SPP maupun bangunan.

“Kalo melihat bangunan gak ada kebanggaan. Meski kondisi seperti ini, kegiatan mengajar kita lakukan semaksimalkan mungkin,” terangnya.

Prestasi Tak Surut

Meski penuh keterbatasan, murid-murid MTs Al-Fatah menorehkan sejumlah prestasi. Pengamatan Cluetoday, piala-piala bukti prestasi murid ini, terpajang di lemari kaca di sebuah ruangan. Ruangan inilah yang disebut sebagai ruang Kepala Sekolah plus Ruang Guru.

Yusup Satori menjelaskan, murid-muridnya pernah menjuarai Lomba Kreativitas Baris Berbaris tingkat Jawa Barat. Selain itu, pernah juga mengikuti Olimpiade Sains Nasional IPA. Mayoritas, prestasi-prestasi tersebut dari ekstrakulikuler, seperti Pramuka dan Paskibra.

“Saya tidak pernah memutuskan harapan anak-anak. Gedung jelek gak masalah, jangan sampai menghasilkan anak ” jelek”. Tetap berprestasi,” jelasnya.

Namun, dirinya tetap berharap, fasilitas sekolahnya bisa diperbaiki. Hal ini demi mewujudkan visi sekolah sebagai lembaga yang mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Saya berharap bisa dibantu untuk perbaikan fasilitas sekolah,” harapnya. (cep/clue)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *