BALI – Pemerintah resmi menaikan pajak hiburan dengan nilai minimal 40 persen hingga 75 persen. Tarif tersebut berlaku mulai Januari 2024. Kebijakan pajak yang terbilang tinggi, memberatkan sejumlah industri hiburan dan spa.
Salah satu usaha yang terancam imbas kenaikan pajak adalah Balinese Spa. Usaha tersebut berpotensi hilang jika dikenakan pajak yang naik dari 15 persen menjadi 40 persen.
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Bali, Tjok Bagus Pemayun, menyatakan bahwa pemerintah provinsi masih berusaha memperjuangkan kelangsungan Balinese Spa.
Pemayun menyebut bahwa Bali selalu menjadi destinasi terbaik untuk spa di dunia dan Balinese Spa memiliki kekhasan tersendiri yang perlu dijaga. Saat ini, Dispar Bali tengah mengumpulkan kajian yang tepat mengenai posisi usaha spa di Bali, mengingat aturan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) menempatkan mandi uap/spa dalam kategori jasa hiburan sehingga dikenai pajak 40 persen.
Pemayun menyatakan bahwa meskipun pajak menjadi masalah, lebih penting untuk melindungi Balinese Spa agar terapis lokal tidak diambil oleh pihak luar. Kajian ini akan melibatkan asosiasi pengusaha spa dan pariwisata, dan hasilnya akan didiskusikan bersama Pj Gubernur Bali untuk menentukan langkah selanjutnya.
Idealnya, menurut Pemayun, usaha spa seharusnya masuk dalam kategori kebugaran dan kesehatan. Namun, keluhan datang dari berbagai elemen, termasuk Indonesian Hotels and General Manager Association (IHGMA) dan Bali Spa and Wellness Association (BSWA), yang menginginkan spa tetap sebagai jasa hiburan.
Industri spa di Bali saat ini tengah mengembangkan konsep spa berdasarkan etnografi, kekayaan, atau tradisi local. Hal tersebut dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan popularitas seperti Thai Massage dan Swedish Massage. Penerapan pajak yang tinggi, disertai dengan potensi kehilangan terapis dan beban bagi pelaku usaha atau konsumen. Hal ini akan menjadi perhatian yang serius.
“Pajak ini perlu dikaji ulang karena sudah berbentuk undang-undang. Semoga bisa ada revisi dan perubahan. Yang pasti, pertanyaan mengapa spa harus dikategorikan sebagai hiburan masih perlu dicari jawabannya,” ungkap Kepala Dispar Bali.
Selanjutnya, setelah Pemprov Bali memiliki kajian yang tepat, Tjok Bagus berencana untuk mendiskusikan masalah ini dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.(clue)