JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui kantor Hak Asasi Manusia (OHCHR) akhirnya angkat suara terkait gelombang demonstrasi yang melanda Indonesia sejak akhir Agustus.
PBB menegaskan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan berlebihan terhadap pendemo dan meminta pemerintah membuka investigasi transparan atas dugaan pelanggaran HAM.
Dalam keterangan resmi yang rilis di Jenewa, juru bicara OHCHR Ravina Shamdasani menyampaikan keprihatinan atas sejumlah laporan bentrokan antara aparat dan massa aksi. Ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia harus menjamin hak warga untuk menyampaikan pendapat secara damai.
“Kami mendesak pihak berwenang untuk memastikan hak atas kebebasan berpendapat dan berkumpul di hormati. Aparat keamanan harus menahan diri dan menghindari penggunaan kekuatan yang berlebihan,” ujar Shamdasani, Senin (1/9/2025).
Seruan PBB ini muncul setelah bentrokan mahasiswa dan aparat pecah di berbagai daerah. Di Bandung, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet di sekitar Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan.
Aksi itu menuai kecaman karena aparat di nilai melanggar batas dengan memasuki area pendidikan.
Selain itu, publik masih terkejut dengan kasus tragis tewasnya pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan (21), yang terlindas kendaraan taktis Brimob di kawasan DPR/MPR Jakarta pada 28 Agustus 2025. Peristiwa itu memicu kemarahan luas dan memperbesar skala protes di berbagai kota.
Reuters melaporkan sedikitnya delapan orang tewas dalam rangkaian aksi sejak 28 Agustus, sementara puluhan lainnya luka-luka. Kondisi ini menambah sorotan dunia internasional terhadap cara Indonesia menangani aksi demonstrasi.
OHCHR Tekankan 3 Hal Soap Demo
OHCHR menekankan tiga hal penting dalam sikap resminya:
- Aparat tidak represif – segala tindakan harus proporsional, sesuai prinsip hukum dan HAM internasional.
- Kebebasan media dijamin – jurnalis harus diberi ruang bebas meliput tanpa intimidasi.
- Investigasi transparan – pemerintah didesak menyelidiki kasus kematian dan dugaan pelanggaran HAM secara menyeluruh dan independen.
Senada dengan PBB, Komnas HAM RI yang pimpinan Anis Hidayah meminta aparat menjunjung tinggi prinsip hak asasi dalam pengamanan aksi.
“Setiap bentuk kekerasan oleh aparat harus diusut tuntas. Negara tidak boleh membiarkan pelanggaran hak warga,” tegas Anis dalam pernyataannya.
Sementara itu, Polri melalui Divisi Humas menegaskan langkah pengamanan telah sesuai prosedur demi menjaga ketertiban umum.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menyatakan setiap laporan dugaan pelanggaran akan di tindaklanjuti oleh unit terkait, namun membantah tuduhan adanya kekerasan terencana.
Seruan PBB menambah tekanan bagi pemerintah Indonesia yang tengah menghadapi krisis kepercayaan di dalam negeri. Dengan sorotan global yang semakin kuat, publik kini menanti langkah nyata aparat dan pemerintah dalam menegakkan hukum serta memastikan kebebasan berpendapat tetap terlindungi. (clue)