Subang–Bingung, itulah kata yang menggambarkan perasaan Nana, petani buah nanas asal Kasomalang. Semenjak pemerintah membongkar lapak pedagang nanas di sepanjang Jalancagak hingga Ciater. Ia bingung menjual nanas dari kebun miliknya.
Lapak-lapak sederhana yang dulu menjadi urat nadi distribusi hasil tani itu, kini hanya menyisakan bekas tanah kosong. Aktivitas jual beli sepi.
“Kalau ke jongko, kita bisa jual sampai Rp7.000 bahkan kadang Rp7.500. Tapi setelah jongko dibongkar, nggak ada tempat lagi buat pedagang jualan. Jadi petani kayak saya akhirnya bingung, mau jual ke mana?” ujar Nana, Selasa (24/6/2025).
Kini, satu-satunya opsi yang tersisa adalah menjual ke pabrik dengan harga tak lebih dari Rp2.500 per kilogram. Jumlahnya pun terbatas.
Perbedaan harga itu bukan sekadar angka. Bisa jadi jurang antara untung dan rugi, antara bertahan dan menyerah.
Tak cukup untuk mengganti biaya produksi mulai dari pupuk, perawatan, hingga ongkos panen. “Kalau kita cuma dapet Rp2.500, itu belum nutup pupuknya aja,” katanya lirih.

Lapak-lapak yang dianggap liar oleh pemerintah, sejatinya menjadi simpul kehidupan bagi banyak petani. Di sanalah petani dan konsumen bertemu. Kini, hanya menyisakan Tugu Nanas. Ikon yang katanya jadi kebanggaan masyarakat.
Para pedagang jongko pun menjadi mitra setia yang setiap musim panen membantu mengalirkan hasil bumi ke tangan pembeli. Tapi kini, setelah semua itu dibongkar dalam satu kali aksi penertiban, petani merasa ditinggalkan begitu saja.
“Sekarang jongko nggak ada, ya otomatis kita kehilangan pembeli tetap. Ke wisatawan juga nggak bisa, karena jalurnya sekarang sepi, gelap, dan nggak ada aktivitas jual beli lagi,” lanjutnya.
Nana bukan satu-satunya yang terdampak. Anjloknya harga telah memukul petani. Kerugian terus menumpuk, sembari mengharap solusi dari pemerintah.
Nana tak banyak menuntut. Ia hanya ingin para pedagang jongko diberikan tempat baru yang layak. Agar roda ekonomi bisa kembali berputar. Agar petani bisa menjual dengan harga pantas. Agar Kota Nanas tetap hidup.
“Jangan cuma dibongkar, tapi nggak dikasih solusi,” ucapnya dengan nada berharap.
Berdasarkan laman Open Data Jabar, produksi nanas Subang mencapai 1,6 juta kwintal pada 2023. Menobatkan Subang sebagai produsen nanas terbesar di Jawa Barat dengan area tanam 3.171,4 hektar.