Subang – Langit Kalijati sore itu tak hanya disambut langit cerah, tapi juga dentingan haru dan semangat baru. Satu per satu pelajar berseragam hijau tua berpelukan dengan orangtua mereka. Sebagian lain bahkan meneteskan air mata.
Di atas mereka, tiga helikopter Colibri milik TNI AU membelah langit dalam formasi panah, seolah menyambut arah baru kehidupan anak-anak yang semula dicap “bermasalah”.

Sebanyak 50 pelajar tingkat SMP dari berbagai kecamatan di Kabupaten Subang resmi menyelesaikan Pendidikan Berkarakter Bela Negara gelombang pertama yang digelar di barak militer Lanud R. Suryadi Suryadarma, Kalijati.
Setelah 10 hari penuh menjalani disiplin khas militer, anak-anak ini pulang, kembali ke orangtuanya. “Luarbiasa, ada perubahan besar, terutama adik saya. Mulai kedisiplinan, cara menghormati orangtua,” kata Adelia, salah satu kakak kandung pelajar.
Air matanya tak tertahankan ketika melihat anaknya tampil berbaris rapi, meneriakkan yel-yel semangat bersama puluhan siswa lainnya di lapangan utama Lanud Suryadarma. “Awalnya tawuran. Dia janji (tidak mengulang), betah di sini, pengen jadi TNI AU,” lanjutnya.
Wakil Bupati Subang, Agus Masykur Rosyadi, yang hadir langsung dalam penutupan itu pun ikut larut dalam suasana penuh makna tersebut. Ia menyebut bahwa program ini bukan sekadar pelatihan singkat, melainkan titik awal perubahan yang lebih panjang.

“Insyaallah 50 Pelajar ini akan kita pantau oleh Dinas Pendidikan, guru dan orang tua. Kita berharap, apa yang dilakukan pendidikan di sini, betul-betul nerap dilakukan mereka selama hidupnya,” katanya.
Menurut Agus, para pelajar yang ikut program ini sebelumnya dikenal ‘nakal’. Mereka terlibat tawuran, bolos, kecanduan game online, bahkan merokok sejak dini.
Tapi selama 10 hari hidup ala militer, mereka belajar bangun pagi, menulis janji untuk diri sendiri, lingkungan, dan Tuhan. Mereka dilatih tidak hanya fisik, tapi juga mental dan tanggung jawab.
Selain itu, dirinya menitipkan kepada orangtua maupun keluarga pelajar untuk memperhatikan dan melakukan pemenuhan hak-hak pelajar yang semuanya berusia anak.
Hal ini didasari hasil pemantauan dan penilaian selama program, disinyalir salah satu penyebab kenakalan terjadi akibat adanya permasalahan di ruang keluarga.
“Anak-anak ibu, bukan anak nakal, tapi anak spesial. Bahkan membutuhkan perhatian lebih dari bapak-ibu (Orangtua) sekalian,” tambahnya.