SUBANG – Terik cuaca Pantura tidak menjadi aral bagi ratusan warga yang berdiri sepanjang jalur Pantura Weroharjo. Tua, Muda, Laki-laki, Perempuan, berjejer mengharap uang lembaran kertas maupun koin dilempar pengendara.
Dari ratusan warga tersebut, ada Yayan. Warga lain menyebutnya sebagai salah satu warga yang dituakan. Warga Weroharjo Pusakanagara ini sejak kecil sudah ikut bersama ratusan warga lain ‘Nyapu Koin’ atau warga sekitar menyebutnya ‘Nyasak’ di Jembatan Wero.
Dulu, dia hanya bermodal tangan kosong rebutan uang yang dilempar para pengendara. Sampai pernah tangannya luka dan memar. Sekarang, sudah memakai jenis rerumputan sebagai sapu yang dimodifikasi dengan bambu atau kayu pegangannya. Beberapa warga menambah lilitan karet ban di tempat pegangan tangan.
Saat musim arus mudik lebaran, jalur Pantura ramai dilewati pemudik. Dia bisa mendapatkan uang 300 sampai 500 ribu dari ‘Nyapu Koin’ ini. Setiap harinya, dia dan warga lainnya menyetorkan Rp500 sampai Rp1000 sebagai kas kepada ‘panitia’.
Biasanya, dana kas yang terkumpul selama setahun dari Nyapu Koin dipakai untuk Ruwatan di sekitar sungai sewo.
“Ya sebagai syukuran warga sewo. Doain daerah sini. Biasanya istigosah. Terus nanggap wayang, sandiwara,” ujarnya kepada Cluetoday.
Hal senada juga disampaikan Uus, sejak kepindahannya ke daerah Sewo, dia sudah ikutan Nyapu Koin. Berbeda dengan Yayan yang tempat nyapunya persis di jembatan Sewo, Uus tidak. Kalau dari arah Jakarta, Uus berada sekitar satu kilometer sebelum jembatan sewo.
“Awalnya kan tradisi ini di Jembatan Sewo. Karena di jembatan sudah penuh, jadinya melebar ke sini,” ucap Uus.
Dirinya tidak menampik resiko keselamatan tertabrak kendaraan yang dihadapinya juga warga penyapu lain.
“Kalau saya selalu ngingetin warga aja (jangan) terlalu ketengah jalan. Bahaya. Kadang susah diatur, mau gimana lagi,” jelasnya.
Selain resiko tertabrak kendaraan, Yayan dan Uus juga harus ‘kucing-kucingan’ dengan personel Kepolisian. Saat polisi datang, ia bencir ke kolong jembatan sewo.
Berawal dari Mitos Cerita Rakyat Saedah Saenih
Warga Indramayu, Cirebon, dan sebagian Subang mengetahui cerita Saedah Saenih meyakini cerita ini benar terjadi. Seperti yang ditulis Yuzar Purnama, dalam artikel Mitologi Saedah Saenih: Cerita Rakyat dari Indramayu, 2016.
Keduanya anak dari Ki Sarkawi dan Nyi Sarkawi. Namun, saat Saedah Saenih masih kecil, Nyi Sarkawi meninggal.
Ki Sarkawi menikah lagi dengan Maimunah. Namun, bukan kasih sayang yang diterima Saedah Saenih dari Maimunah, hanya kebencian. Ada beberapa versi cerita tentang keduanya. Makam Ki Sarkawi dan Maimunah, menurut warga Sewo, yang sekarang di pinggir kali Sewo.
Saedah Saenih kecil dibuang oleh Ibu tirinya ke Jembatan Sewo. Dalam beberapa versi cerita, diantara keduanya ada yang menggunakan ilmu hitam untuk keluar dari kemiskinan.
Muncul kepercayaan bahwa arwah keduanya menghuni jembatan di atas kali Sewo. Sehingga ada mitos, setiap pengendara jika ingin selamat dari kecelakaan, harus memberi uang kepada penghuninya.
Sudah Dilarang Polisi
Menurut Kasatlantas Polres Subang, AKP Undang Syarief Hidayat, Tradisi Nyapu Koin di Jembatan Sewo ini masuk dalam troublespot mudik jalur Pantura. Seringkali macet diakibatkan warga Nyapu Koin sampai memakan setengah badan jalan.
“Rekan-rekan Polsek Pusakanagara sudah turun menghimbau kepada warga. Dari petugas jangan sampai terjadi kecelakaan di sana,” kata AKP Undang.
Melalui Polsek Pusakanagara, memberikan himbauan dan pemahaman kepada warga. Tradisi ini membahayakan pengendara.
Selain itu, Polsek Pusakanagara kerap merajia sapu yang digunakan warga. Jum’at (05/04/24) kemarin, 100 lebih sapu diamankan polisi dari warga.
“Kami melakukan penyisiran sepanjang jalur menuju jembatan Sewo. Kami amankan 100 sapu dari warga. Kami harap warga menghentikan kegiatan ini karena berbahaya bagi penyapu koin maupun pengendara,” ucap Petugas Polsek Pusakanagara di Pos Pam Sewoharjo.(clue)