JAKARTA – Ekonomi bawah tanah, yang juga dikenal sebagai underground economy atau shadow economy, saat ini sedang diteliti oleh pemerintah untuk dimasukkan ke dalam administrasi perpajakan.
Kegiatan dalam underground economy dan shadow economy tidak tercatat secara statistik dan tidak memiliki izin resmi. Airlangga Hartanto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menyatakan bahwa pemerintah sedang berupaya agar aktivitas ekonomi ini dapat teridentifikasi dengan jelas dan tidak lagi menghindari kewajiban perpajakan.
“Kami berharap tidak ada lagi shadow economy; semakin resmi suatu kegiatan, semakin baik, karena hal itu akan memudahkan pemantauan dari sisi perpajakan dan aspek lainnya,” kata Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, dikutip oleh cnbcindonesia (29/10/2024).
Jenis – Jenis Underground Economy Yang Dikenai Pajak
Sebelumnya telah diketahui bahwa beberapa jenis underground economy yang menjadi sasaran pengenaan pajak baru termasuk judi online, yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia di luar negeri, seperti judi dalam pertandingan sepak bola.
Meskipun sudah menjadi perhatian pemerintah, skema pengenaan pajak penghasilan (PPh) untuk aktivitas ekonomi bawah tanah ini masih dalam tahap perumusan, termasuk pengenaan pajak pada game online yang dapat menghasilkan keuntungan di kompetisi internasional.
“Jadi, teman-teman di pajak harus cerdas dalam mencari tambahan super income yang berasal dari underground economy. Perhatikan juga gaming online; jika mereka menang dan memperoleh penghasilan tambahan, mereka tidak dikenakan pajak,” ungkap Anggito Abimanyu, Wakil Menteri Keuangan III, dikutip dari cnbcindonesia.com.
Underground Economy Menurut Ahli
Para ahli dari Universitas Indonesia pun mencatat bahwa nilai ekonomi bawah tanah (underground economy) di Indonesia cukup signifikan, mencapai sekitar Rp1.968 triliun.
Angka inilah yang merupakan persentase maksimum dari aktivitas ekonomi bawah tanah berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kharisma dan Khoirunurrofik (2019).
Kemudian, penelitian yang mencakup periode 2007–2017 itu menemukan bahwa aktivitas ekonomi bawah tanah di Indonesia berkisar antara 3,8% hingga 11,6% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan rata-rata sekitar 8% per provinsi setiap tahunnya.
Nilai Rp1.968 triliun tersebut setara dengan 11,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada harga berlaku tahun 2021. Rasio ini sejalan dengan estimasi Badan Pusat Statistik, yang memperkirakan persentase ekonomi bawah tanah berkisar antara 8,3% hingga 10% dari PDB.
Diberantas atau Ditarik Pajak?
Sebelumnya, penanggulangan judi online dianggap sebagai janji pertama dan utama Budi Arie setelah dilantik sebagai Menkominfo.
“Kominfo akan berantas tuntas judi online,” ungkap Budi Arie, sehari setelah pelantikan.
Namun, hal ini mendapat kritik melalui pertanyaan yang diajukan oleh anggota Komisi I DPR RI, Christina Ariyani, dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR.
“Bisa saya minta komitmen bapak untuk memuat aturan larangan perjudian itu kita adopsi di dalam RUU ITE?,” tanya Christina.
Awalnya, Budi Arie diminta oleh komite untuk memasukkan aturan larangan perjudian online ke dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia juga menceritakan hasil diskusinya dengan beberapa pihak yang menyarankan agar judi online dikenakan pajak.
“Saya berdiskusi dengan banyak pihak bilang ‘ya sudah dipajakin aja’, misalnya, dibuat terang dipajakin. Kalau enggak, kita juga kacau”, ungkap Budi Arie.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menyatakan bahwa usulan untuk memungut pajak dari judi online, seperti yang disampaikan oleh Budi, hanya merupakan alternatif.
“Tidak, itu hanya alternatif saja, dan tidak ada yang setuju. Beliau sendiri juga menyebut bahwa judi online dilarang oleh undang-undang di Indonesia,” katanya pada (05/09/2023) lalu.
Abdul Kharis menganggap pernyataan Budi hanya sekadar perumpamaan, menunjukkan bahwa hanya Indonesia yang melarang operasi judi, sedangkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Kamboja melegalkannya dan bahkan memungut pajak dari sektor tersebut.
“Semuanya sepakat bahwa judi itu dilarang, titik. Fokusnya sekarang adalah bagaimana cara melarangnya secara efektif, karena meskipun ditutup seribu kali, judi online terus berkembang pesat,” ujarnya.
Larangan untuk bermain dan mempromosikan judi tercantum dalam Pasal 303 dan 303 bis KUHP.
Dalam hal judi online, Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik melarang penyebaran konten yang berisi unsur perjudian.(clue)