Subang–Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 masih relatif rendah. Termasuk di Kabupaten Subang.
Hal ini mengemuka dalam presentasi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir, dalam Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD Tahun 2025 yang disiarkan langsung di kanal Youtube Dirjen Bina Keuangan Daerah, Senin (17/11/25).
Berdasarkan data presentasi tersebut dan Satu Data DJPK Kemenkeu, yang diolah tim Riset Clue, per 14 November 2025, dari 18 Kabupaten di Jawa Barat, menempatkan Kabupaten Subang pada posisi yang memprihatinkan.
Posisi ke-dua terbawah. Bahkan secara nasional, peringkat 335 dari 415 Kabupaten di Indonesia.
Peringkat ini hanya setingkat di atas Kabupaten Bandung Barat yang menempati posisi juru kunci ke-18. Posisi yang sangat rendah ini mengindikasikan bahwa laju penyerapan anggaran di daerah tersebut tertinggal jauh dibandingkan mayoritas kabupaten lainnya.
Selain serapan belanja yang lambat, kinerja pendapatan daerah Subang juga menjadi sorotan. Dari total anggaran pendapatan sebesar Rp3,6 triliun, Subang baru berhasil merealisasikan Rp2,5 triliun. Angka ini setara dengan 70,38 persen dari anggaran.

Capaian 70,38 persen ini menempatkan Subang dalam kelompok kabupaten yang realisasi APBD-nya masih berada di bawah target rata-rata nasional sebesar 78 persen.
Bersama empat kabupaten lain, Bandung Barat, Pangandaran, Bogor, dan Purwakarta, Subang dituntut untuk segera mengejar ketertinggalan guna memaksimalkan layanan publik dan pembangunan daerah sebelum akhir tahun anggaran.
Sebagai perbandingan, Kabupaten Ciamis memimpin daftar realisasi APBD di Jawa Barat. Disusul Sumedang, Tasikmalaya, Garut, dan Cianjur.
“Saya minta untuk masing-masing daerah segera-segera melihat mana hal-hal yang diperlukan untuk percepatannya, mana hal-hal yang memang harus dikoordinasikan lagi,” ujarnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni mengemukakan, penyebab lambatnya realisasi APBD 2025, terutama belanja daerah, diantaranya pelaksanaan lelang terlambat, perencanaan DED waktunya seharusnya sama dengan pengerjaan fisik.
Selain itu, ia juga mendorong Pemda melakukan Pengadaan Dini dimulai akhir bulan Agustus Tahun Sebelumnya setelah Nota Kesepakatan KUA-PPAS ditandatangani Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD.
Pemda juga diminta melakukan percepatan belanja melalui E-katalog, E-katalog Lokal, Toko Daring serta Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah (KKPD).
“Bahkan, ini sudah Triwulan Keempat. Belum lewat delapan puluh persen. Berarti masih jauh dari yang ideal yang sesungguhnya harus dicapai oleh daerah,” terangnya.

