Resmi! Prabowo Setujui PP Pengupahan, Buruh Kritik Formula Kenaikan Upah

Presiden KSPI, Said Iqbal. Sumber foto Suara.com

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menandatangani PP Pengupahan 2026 yang menetapkan formula baru UMP dan UMSK. Formula ini menggabungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dengan alfa antara 0,5 hingga 0,9.

Pemerintah menjelaskan formula baru UMP-UMSK menggabungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi untuk menentukan kenaikan upah. Formula ini memberi ruang bagi gubernur dan Dewan Pengupahan Daerah menyesuaikan kebijakan lokal.

“Akhirnya Bapak Presiden memutuskan formula kenaikan upah sebesar: Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5–0,9,” ujar Yassierli dalam keterangan resmi, Selasa (16/12/2025) malam.

Namun, serikat buruh menolak aturan ini karena mereka merasa aturan tersebut tidak melindungi pekerja secara memadai.

“KSPI menolak PP Pengupahan kalau benar peraturan pemerintah tersebut sudah ditandatangani. Ini aturan yang akan mengikat jutaan buruh dan bisa berlaku hingga puluhan tahun, tapi tidak pernah dibahas secara mendalam bersama serikat pekerja,” kata Said dalam keterangan tertulis, Selasa (16/12/2025).

Menurut Said Iqbal, pemerintah tidak melibatkan buruh dalam perumusan PP. Pemerintah juga minim menjelaskan aturan baru sehingga pekerja tidak mendapat kepastian.

“Jadi bagaimana mungkin sebuah peraturan yang mengatur tentang upah minimum berlaku mungkin 10 tahun, 15 tahun. 10 tahun ke depan hanya dibahas satu hari. Itu pun dua jam, enggak masuk akal,” Ujarnya.

Selain itu, buruh menilai aturan ini berpotensi kembali ke rezim upah murah. Mereka khawatir formula baru hanya menguntungkan perusahaan, bukan pekerja, dan memperlebar kesenjangan ekonomi.

KSPSI Jabar Soroti Deadline UMP, Buruh Tuntut Revisi Formula

Aksi Demo Buruh, sumber foto: bisnis.com

Ketua DPD KSPSI Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto, menyoroti batas waktu penetapan UMP yang mepet. Deadline 24 Desember 2025 membatasi diskusi mendalam di dewan pengupahan daerah.

Pemerintah beralasan formula baru mempertimbangkan kondisi makro-ekonomi dan disparitas wilayah. Namun, fleksibilitas ini tetap menguntungkan perusahaan dan lebih memprioritaskan kepentingan bisnis, sementara pekerja tetap merugi.

Buruh menegaskan akan menggelar aksi protes jika pemerintah memaksakan aturan. Mereka meminta revisi formula yang lebih adil agar UMP dan UMSK benar-benar layak bagi pekerja.

Selain itu, buruh juga menilai pemerintah lebih mementingkan perusahaan daripada pekerja. Formula baru ini justru mempertanyakan komitmen negara terhadap upah layak dan kesejahteraan buruh. (clue)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *